Pondok pesantren Salafiah Sayafiiyah Sukorejo Situbondo mengadakan acara peringatan tahun baru Hijriyah 1435 pada Selasa (05/11). Acara yang rutin diadakan setahun sekali itu bertempat di auditorium putra. Menurut panita pelaksana dalam sambutanya menyatakan bahwa perayaan tahun baru Hijriah memang rutin di adakan setahun sekali oleh Pondok Pesantren Sukorejo  sejak awal berdiri Pondok Pesantren tersebut.
Wakil pengasuh bidang ilmiah KH. Afifudin Muhajir mengatakan bahwa  perayaan-perayaan hari besar Islam itu sebenarnya hanya dua yaitu Idul Adha dan Idul Fitri. Namun berkat kreatifitas para ulama muncul berbagai macam hari raya besar lain yang sebenarnya bertujuan tiada lain ingin mendekatkan umat Islam dengan berbagai hal yang berkaitan dengan agama mereka.
Sementara itu KHR. Ahmad Azaim Ibrahimy dalam sambutanya menyampaikan bahwa adanya perayaan tahun baru Hijriah ini sebenarnya merupakan momentum yang tepat untuk mengintropeksi diri kita sebagai manusia.
Kyai yang merupakan Alumni Sayyid Al-Maliki ini lebih lanjut menyampaikan, sebenarnya dengan bertambahnya tahun, maka hidup kita di dunia ini semakin berkurang. Ibarat orang yang memiliki uang miliaran rupiah pasti merasa sedih ketika kehilangan uang sebanyak itu. Begitu pula pada kesempatan tahun baru ini, kita harusnya merasa sedih dengan berkurangnya hidup kita. Sebab dengan berkurangya hidup kita, kesempatan kita untuk beribadah kepada Tuhan juga berkurang.
“Saya ketika masih kecil beripikir  bagaimana jika tahun baru Hijriah dirayakan dengan suka cita sebagaimana perayaan tahun baru Masehi , tapi saya merasa bahwa betapa bodohnya orang yang seharusnya dia bersedih ketika kehilangan hidupnya malah bersuka cita ” Ungkap Kyai yang menjadi pengasuh pondok pesantren Sukorejo Situbondo ini.
Pada kesempatan perayaan tahun baru ini  selain dihadiri oleh Kyai, pengurus pesantren dan para santri, tampak pula penceramah KH. Muhyiddin Abdussomad pengasuh pondok pesantren Nurul Ikhlas. Dalam ceramahnya, KH. Muhyidin banyak menjelaskan tentang latar belakang diadakannya tahun baru Hijriah dalam Islam dan sirah nabawiyah. Beliau berharap agar para santri memanfaatkan waktu dipondok dengan sebaik-baiknya.
Selain itu, KH. Muhyiddin memberikan nasihat kepada para santri agar di pondok jangan hanya mencari ilmu, tapi juga harus mengabdi agar ilmunya barokah. “Di pesantren mengabdi untuk dapat barokah. Walaupun sedikit (ilmunnya) tapi laku (di masyarakat)”. Ungkap beliau.
Sebab menurut Kyai saat ini berbagai aliran yang dulu hanya ditemukan  di dalam kitab-kitab  seperti Jahimiyah, Jasimiyah, Syiah, Khawarij dan lain-lain sudah ada di tengah kehidupan kita. Maka pesantren sebagai benteng akidah bangsa ini harus memiliki jebolan santri yang harus disegani oleh masyarakat. Dengan begitu keberadaan aliran-aliran yang meresahkan masyarakat dapat diminimalisir.
Beliau mencontohkan ulama-ulama klasik seperti Syaikh Nawawi asal Banten merupakan seorang santri yang mendapatkan ilmu dengan cara mengabdi.  Syaikh Nawawi yang jumlah kitabnya mencapai puluhan itu ketika berguru pada Syaikh Zaini Dahlan pengarang kitab Ajurumiyah tidak diperintahkan untuk belajar, tapi disuruh mengabdi. Bisa dilihat dari hasil kitab-kitab Syaikh Nawawi  yang masih digunakan sampai saat ini bahkan digunakan oleh Universitas al-Azhar di Kairo berkat keberkahan ilmu yang dimilikinya.