Menawarkan Keberanian Calon Pemimpin di Pasar Demokrasi 2014

0
1156

Dewasa ini bangsa kita tengah bersiap-siap menyambut pemilu 2014, dengan segala duka dan suka, kelebihan dan kekurangannya. Ada banyak yang menyangsikan,  dapatkah bangsa Indonesia melaksanakan pesta rakyat dengan jujur dan adil. Sementara masih banyak kekurangan-kekurangan yang belum bisa diselesaikan dalam mempersiapkan pesta demokrasi.  Mulai dari permasalahan DPT sampai permasalahan yang bersifat teknis ketika pelaksanaan. Namun terlepas dari semua itu, seharusnya tak membuat rakyat Indonesia merasa pesimis, apalagi bersifat apatis dalam  menghadapi pesta rakyat 2014 yang jujur dan adil dengan tanpa ada yang menciderai demokrasi.  Sebab dengan meminjam istilah pepatah Tiongkok kuno, perjalanan 10.000 lie (sekitar 5000 km) dimulai dengan sebuah ayunan langkah pertama.

Kita berharap dengan dilaksanakan pemilihan umum nanti akan ada secercah harapan bagi kita untuk mendapatkan sesosok pemimpin masa depan yang siap melindungi nasib kita sebagai rakyat jelata.  Pada 2014 nanti adalah langkah pertama bagi bangsa ini dalam mencari seorang pemimpin yang siap bertindak amar makruf dan nahi mungkar , yang akan memimpin masa depan bangsa ini. Bukan malah sebaliknya nahi makruf dan amar mungkar. Sebab teramat sering kita melihat janji-janji ketika pada masa kampanye, namun hanya dianggap  angin yang berlalu ketika mereka sudah berhasil mendaptkan posisi yang diinginkan.

Dalam pesta demokrasi yang akan di laksanakan pada 2014 nanti, ada beberapa nama tokoh yang sudah bersiap-siap bersaing dalam merebut Indonesia satu. Diantara nama-nama tokoh yang siap  tersebut memiliki latar belakang yang berbeda-beda. Ada yang yang berlatar belakang partai dan non partai. Namun diantara sekian banyak calon yang bersiap mencalonkan diri tampaknya sampai saat ini hanya satu calon yang berani mendaklarasikan diri dalam bursa pencalonan 2014.  Sementara tokoh-tokoh yang lain masih menunggu perkembangan politik yang terjadi saat ini di tengah masyarakat Indonesia. Entah apakah karena takut terlalu terburu-buru ataukah masih menunggu kepastian partai lain yang siap untuk diajak berkoalisi. Tetapi, apapun yang terjadi dan siapapun calonnya, tentunya masyarakat Indonesia sangat memimpikan sosok figure pemimpin bangsa Indonesia yang memiliki kapabelitas dan intergritas yang siap membawa Indonesia semakin baik.

Dengan begitu banyaknya tokoh yang sudah siap mencalonkan diri ataupun dicalonkan yang meramaikan pasar demokrasi 2014, tentunya kita tidak mengharapkan  ada salah satu calon yang menciderai demokrasi. Sudah lebih dari satu dasawarsa ini kita sudah berhasil mengawal bangsa ini dalam proses pendewasaan demokrasi. Sebab sebelum pada masa orde baru  teramat sulit kita mendapatkan demokrasi yang diidamkan-idamkan masyarakat Indonesia. Ketika pemerintahan Orde Baru memegang peranan yang menentukan, dan selalu memenangkan pemilu. Bukankah kita sudah menyadari bahwa sebenarnya Orde Baru tidak pernah memenangkan pemilu, yang mereka lakukan adalah rekayasa pemilu, guna menguntungkan pihak sendiri. Rekayasa itu dilakukan melalui manipulasi hasil pemungutan suara. Caranya, dengan menghitung suara “pihak lawan” dalam pemilu, atau suara yang tidak dicoblos oleh para pemilih, seolah-olah dua pertiga atau lebih sisanya mendukung pihak sendiri.

Tentunya kita tidak menginginkan semua luka lama yang ada dalam masa pemerintahan Orde Baru akan kembali kita rasakan dalam pesta rakyat 2014 nanti. Lantas bagaimana dengan KPU sebagai pihak yang paling banyak memilki peran dalam pemilu 2014 nanti?. Tampaknya sampai saat ini kita kembali dibuat pesimis terhadap kesiapan KPU. Hal ini dapat dibuktikan dengan diundurnya  penetapan rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap (DPT) tingkat Kabupaten/Kota. Dengan kekurangan KPU tentunya kita tidak menyalahkan banyaknya kalangan elit politik bangsa ini yang merespon hal ini. “Kalau ini semakin berlarut-larut dan tidak terselesaikan, bukan hanya parpol, tapi proses demokrasi ini akan semakin terganggu,” kata Pramono Anung dalam beberapa kesempatan yang lalu.

Memang perlu kita sadari keterbatasan KPU dalam mendata setiap masyarakat Indonesia. Sebab mendata warga yang begitu banyak dan batas wilayah Negara Indonesia yang begitu luas, tentunya bukan merupakan pekerjaan yang mudah. Namun terlepas dari itu semua, kita berharap banyak kepada KPU agar menyelesaikan segala hal yang dapat menghambapat tegaknya demokrasi pada 2014 nanti. Keamburadulan DPT seharusnya menjadi pelajaran bagai kita bahwa kita masih butuh proses untuk menjemput demokrasi yang selama ini kita tunggu kehadiranya di negeri ini.

 

Tinggalkan Balasan