Kriteria Seorang Habib yang harus Dihormati

0
462

Assalamu alaikum wr wb.

Nama saya Helmi tinggal di Kalimantan. Yang ingin saya tanyakan, apa dalam hokum Islam ada perbedaan antara orang biasa dengan habib?

Saya menanyakan ini karena di daerah Kalimantan, tepatnya Banjarmasin, orang di sini sangat menghormati para habib, bahkan –menurut saya- kelewat menghormati. Tidak peduli Habib tersebut berbuat salah, mereka tetap memaklumi.

Beberapa yang saya tahu, sang habib malah memanfaatkan statusnya. Tolong penjelasannya. Karena setahu saya, bukankah Nabi sendiri tidak membeda-bedakan status anaknya jika berbuat salah? Bahkan berani memotong anak beliau jika anak beliau terbukti mencuri. Tolong penjelasannya!

Wassalamu alaikum wr wb.

Masyarakat menghormati seorang Habib kadang terlalu berlebihan, sampai pada tingkat kultus. Ini yang salah. Ini yang perlu dikritisi. Sehingga salah satu dari mereka ketika ada yang salah tidak ditegur, tidak ada nasehat, tidak ada kritik yang membangun, dibiarkan begitu saja. Akhirnya Habib tersebut dibiarkan salah dan terus salah. Padahal dia juga manusia, yang sama-sama memiliki kesempatan melakukan kesalahan, dan tentu butuh nasehat.

Jika Habib tersebut memang saleh, beliau tidak akan membuat dirinya merasakan apa-apa. Karena beliau sudah ‘alim dan ibadahnya sudah luar biasa. sehingga, meski dihormati, beliau tidak merasa bangga dan tidak sombong, bahkan hanya merasa biasa saja. Tetapi, khawatirnya ada Habib yang hanya merasa dirinya harus dihormati. Penghormatan masyarakat diajdikan kebanggaan dan kesombongan, bahkan dijadikan modal untuk memanfaatkan masyarakat.

Oleh sebab itu, masyarakat harus memahami bagaimana menghormati seorang habib. Ada tiga hal kriteria habib yang harus dihormati. Yaitu: berilmu, ibadahnya mapan, dan berakhlakul karimah. Tiga kriteria ini sebenarnya tidak hanya habib saja yag harus dihormati, orang biasa saja jika memiliki tiga kriteria juga harus dihormati. Allah berfirman:

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ [الحجرات/13[

“Sesungguhnya orang yang mulia di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa”

Firman Allah di atas sudah sangat jelas, bahwa hanya orang yang bertakwa yang mulia di sisi Allah. Orang yang mulia di sisi Allah pasti harus kita hormati. Kriteria orang yang bertakwa mencakup tiga hal di atas.

Rasulullah juga bersabda:

سنن ابن ماجه – (ج 12 / ص 173)

 حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ سِنَانٍ حَدَّثَنَا كَثِيرُ بْنُ هِشَامٍ حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ بُرْقَانَ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ الْأَصَمِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ

رَفَعَهُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ إِنَّمَا يَنْظُرُ إِلَى أَعْمَالِكُمْ وَقُلُوبِكُمْ

“Sesungguhnya Allah tidak melihat modelmu dan hartamu, melainkan Allah hanya melihat kepada amal-amalmu dan hatimu”

Sabda Rasulullah di atas juga sangat jelas, bahwa seseorang dinilai dari amal-amalnya dan isi hatinya. Jadi, meskipun dia seorang habib tapi kelakuannya tidak baik dan hatinya busuk, Allah tidak akan memandang dia. Atinya memandang adalah menganggap baik.

Jadi, masyarakat jangan terlalu lugu dalam memberi penghormatan pada seorang habib. Karena jika terlalu lugu, khawatir salah habib yang dihormati. Maksud salah habib, khawatir habib yang dihormati bukan habib yang memiliki kriteria di atas. Karena ketika tidak memiliki kriteria di atas, dimungkinkan dia merasa bangga dan sombong dengan perhormatan masyarakat yang kemudian dimanfaatkan untuk melakukan apa saja seenaknya di masyarakat.

Tentang penghormatan kepada manusia, termasuk habib, perlu memahami hadits yang diriwayatkan Siti Aisyah dari Rasulullah,

ان ننزل الناس منزله

“Hendaknya menempatkan manusia pada tempatnya”

Maksud dari hadits di atas adalah bagaimana menempatkan manusia dalam interaksi sosial menurut perbedaan latar belakangnya, keilmuannya, akhlak, dan ketakwaannya. Jika ternyata orang tersebut tidak memiliki ilmu, akhlaknya buruk, ketakwaannya kosong, tidak perlu dihormati, sikapi saja sewajarnya, meksi dia memiliki latar belakang habib. Wallahu a’lam.

Tinggalkan Balasan