Hari ini, saya bersyukur dan merasa senang sekali. Setelah melihat di website, ternyata tulisan saya telah terkumpul genap 2000 buah. Kebahagiaan yang didapat oleh seorang penulis adalah tatkala membuat kalimat akhir sebagai penutup tulisannya. Lebih dari itu, ialah ketika tulisannya dibaca oleh banyak orang. Pada setiap pagi, saya menulis, dan tentu juga membuat kata akhir. Pada saat itulah kegembiraan saya dapatkan. Dan bahkan, kebahagiaan itu bertambah, tatkala melihat, ternyata banyak orang yang membacanya.
Saya mengakui, tulisan itu memang sederhana. Pikiran-pikiran yang muncul secara spontan pada setiap pagi sepulang dari masjid shalat subuh, saya tulis dan kemudian saya posting melalui website dan facebook. Ternyata tulisan itu dibaca banyak orang. Bahkan, saya sendiri kaget, di salah satu website saja, ternyata ada artikel yang dikunjungi oleh lebih dari 40.000 orang. Bahkan, banyak pembaca yang memberi komentar dengan sangat baik. Tentu hal itu sangat menggembirakan sekali.
Sesekali tulisan sederhana itu dimuat oleh media cetak, dan tentu setelah minta persetujuan. Permintaan itu pasti saya setujui. Bagi saya, hal terpenting adalah bermanfaat. Akan menyenangkan, jika apa yang saya tulis, memberi manfaat bagi orang lain. Tanpa saya duga, ternyata tulisan yang dimuat itu ada imbalannya, diberi honor sebagai penulis. Rasanya, belum sampai hati, saya menerima imbalan itu. Maka biasanya, saya minta agar honor itu diserahkan saja kepada lembaga yang memerlukan, misalnya madrasah swasta, panti asuhan, atau lainnya. Tatkala tulisan itu dibaca, saya sudah merasa cukup bahagia, dan kebahagiaan itu ternyata masih bertambah, oleh karena bisa membantu pihak-pihak yang membutuhkan.
Saya yakin, bahwa sebetulnya semua orang bisa melakukan hal yang sama. Menulis itu adalah tidak sulit. Saya kira semua orang bisa. Saya rasakan bahwa, menulis itu sama saja dengan berbicara. Siapa saja yang bisa berbicara, dalam arti mampu menyampaikan ide, gagasan, atau pandangannya kepada orang lain, insya Allah juga bisa menulis dengan baik. Tulisan itu adalah gagasan, ide, pandangan, atau pengetahuan yang diberikan kepada orang lain. Kiranya, semua orang memilikinya dan seharusnya bisa diberikan kepada orang lain, baik melalui lisan atau tulisan.
Namun kadang aneh, ada orang yang merasa bisa berbicara tetapi tidak bisa menulis, dan sebaliknya, ada orang yang bisa menulis tetapi tidak bisa berbicara. Saya tidak pernah meyakini kebenaran pendapat itu. Menurut hemat saya, setiap orang bisa berbicara dan sekaligus juga bisa menulis. Jika ada orang yang bisa menulis tetapi tidak bisa berbicara dan atau sebaliknya, maka menurut hemat saya, hal itu hanya oleh karena tidak dibiasakan saja. Manakala kedua-duanya sehari-hari dibiasakan, yaitu ia menulis dan juga berbicara, maka lama-kelamaan, kedua-duanya bisa dilakukan.
Saya berpendapat, bahwa kemampuan bagi setiap orang tergantung dari apa saja yang dibiasakan. Orang yang mau membiasakan diri menulis, maka lama-kelamaan akan mampu menulis dan merasa enak tatkala melakukannya. Sebaliknya, jika seseorang tidak pernah menulis, maka ketika ada tugas menulis, maka hal itu akan dirasakan sebagai beban yang berat. Oleh karena itu, ketika mendengar informasi bahwa ada guru atau dosen yang mengeluh karena tidak bisa menulis, dan bahkan hingga melakukan plagiat, maka menurut hemat saya, sebenarnya yang bersangkutan bukan karena tidak mampu menulis, melainkan hanya oleh karena tidak terbiasa menulis saja.
Tentang kemampuan tulis menulis ini, saya setuju dengan komentar Prof.Mouhammad Nuh, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ketika beliau berkunjung ke UIN Malang. Ketika masuk ke kantor saya, dan melihat buku kumpulan tulisan saya setiap hari dimaksud, beliau berkomentar dengan pertanyaan, apa beda Pak Imam dengan kebanyakan orang ? Pertanyaan itu dijawabnya sendiri, bahwa Pak Imam setiap selesai sholat subuh dari masjid menulis, sedangkan kebanyakan orang mungkin tidur lagi, atau tidak menulis. Dengan kebiasaan itu, dikatakan oleh Pak Nuh, saya punya banyak tulisan, sementara orang lain tidak memilikinya. Itulah perbedaan yang sebenarnya. Semua orang bisa menulis, tetapi tidak semuanya mau melakukannya. Akhirnya kebanyakan orang itu kebablasan tidak punya tulisan. Bagi yang tidak jujur, sekedar untuk memenuhi tugas dari dosen atau persyaratan kenaikan pangkat, berani melakukan plagiat atau mengambil tulisan orang lain dan mengakuinya sebagai miliknya.
Setelah berhasil menulis sebanyak 2000 artikel pada setiap pagi tanpa jeda itu, saya membayangkan, umpama para mahasiswa dan juga para dosen, pada setiap hari berhasil menaklukkan atau memaksa dirinya sendiri, untuk menulis, maka tradisi keilmuan di kampus-kampus akan luar biasa hebatnya. Tentu yang saya maksudkan itu, bukan tulisan sederhana seperti yang saya buat pada setiap pagi, melainkan tulisan yang berbobot dan dibuat secara serius. Manakala hal itu yang terjadi, maka tidak saja terdengar ada kasus-kasus plagiat, melainkan juga akan terbangun suasana, tradisi, atau iklim pengembangan keilmuan di kampus. Masyarakat kampus akan selalu berbicara tentang ilmu, gagasan, atau ide-ide baru, dan bukan sekedar merupakan kumpulan orang-orang yang bekerja secara rutin, yaitu misalnya kuliah, ujian, wisuda, dan sejenisnya. Kampus akan menjadi dinamis, inovatif, progresif, dan kaya temuan dan ide-ide baru. Dengan demikian, kampus akan menjadi hidup. Wallahu a’lam.