Faktor Busana Muslim Indonesia Kalah Bersaing dari China dan India

1
1160

Salah satu kekuatan ekonomi nasional terletak di sektor usaha kecil dan menengah (UKM). Sektor ini terbukti menjadi tameng perekonomian nasional saat krisis ekonomi melanda dunia pada 2008 silam.

Namun, tidak semua kekuatan sektor UKM Indonesia mampu unjuk gigi di pasar ekspor. Salah satunya produk busana muslim. Pemilik usaha busana muslim custom Paras Ayu Collection, Ayu Purhadi menuturkan, salah satu alasannya karena harga yang mahal. Padahal, secara kualitas, produk busana muslim Indonesia jauh lebih baik dibanding buatan negara lain.

Harga produksi busana muslim miliknya dijual antara Rp 750.000 sampai Rp 6 juta. Harga busana muslim bisa mencapai Rp 6 lantaran harga selembar tenun kini sudah mencapai Rp 3-4 juta. Pasar produk busana muslim miliknya masih seputar dalam negeri.

Ayu mengakui, untuk ekspor masih belum dapat dilakukan. “Enggak bisa bersaing dengan India dan China karena bahan baku dari sana. Tapi segi kualitas jauh lebih baik kita. Sewaktu pameran di Luar Negeri selalu harga, bahan baku sudah impor,” ujar jelas Ayu kepada merdeka.com, di Pekan Produk Kreatif Indonesia, Jakarta, Minggu (1/12).

Perempuan yang berprofesi sebagai dosen di salah satu universitas ternama ini menuturkan, bahan busana muslim miliknya sebagian dari dalam negeri dan sebagian lagi didatangkan dari negara lain. “Bahan-bahan diproduksi sendiri, tenun produksi sendiri. Tapi ada campuran bahan lain katun impor dari Italy. Komposisinya 70 banding 30 lah,” ucapnya.

Dia menceritakan, masa kejayaan produk kreatif di Indonesia dirasakan pada 2011-2012. Seiring dengan kondisi perekonomian nasional yang tengah terguncang, penjualan produk busana muslim pun ikut terganggu. Kondisi itu sangat dirasakan dalam pameran kali ini.

“Tahun ini betul-betul merosot lebih 40 persen. Pameran kali ini saja yang datang cuma lihat-lihat, kalau dulu yang melihat itu pasti beli,” katanya.

Dia melihat, salah satu penyebab turunnya penjualan busana muslim lantaran menurunnya daya beli masyarakat. Tingginya biaya hidup membuat masyarakat mengesampingkan kebutuhan lain yang tidak prioritas. Termasuk di dalamnya busana muslim.

“Kendala daya beli sangat jauh menurun karena biaya hidup semakin tinggi dan penghasilan tidak meningkat,” jelas Ayu.

Akses terhadap perbankan diakuinya bukan menjadi halangan dalam meningkatkan wirausahanya. Ayu mengaku sebagai salah satu UKM binaan BRI. Ayu mendapatkan pinjaman modal Rp 25 juta dengan tingkat suku bunga yang dinilainya masih terjangkau yakni 6 persen per tahun.

“Itu Rp 25 juta per dua tahun, habis itu Rp 75 juta dan terakhir tahun 2011 Rp 150 juta dengan bungan 12 persen,” katanya. (http://www.merdeka.com/)

 

Tinggalkan Balasan