Di setiap penghujung tahun, termasuk tahun ini, setidaknya ada dua hal besar yang akan dihadapi oleh umat manusia, yakni natal dan tahun baru. Kedua hal tersebut biasanya dirayakan dengan berbagai hal yang menggambarkan kebahagian karena bagaikan hari yang ditunggu dalam setiap tahun. Hari di mana kebahagiaan akan muncul dengan sendirinya.
Untuk pertama, Natal lebih dulu dirayakan dirayakan, tepatnya besok. Dan sekarang kita bisa melihat kemerihannya. Di berbagai tempat, dengan mudah kita akan menjumpai pohon natal dengan berbagai hiasan lampu yang cantik. Beberapa pelayan toko ada yang memakai baju ala sinterklas. Ucapan natal pun sudah tertera di berbagai pusat perbelanjaan. Mungkin juga sudah tak terhingga kartu-kartu ucapan natal yang telah dikirimkan.
Ucapan natal pada keluarga, kerabat, saudara, teman, rekan kerja atau yang lainnya merupakan hal bagus. Karena menggambarkan kedekatan dan penghargaan pada sesama. Misalnya dalam konteks Indonesia yang bangsanya terdiri dari berbagai suku dan bahasa yang berbeda-beda. Tentu ucapan natal ini menjadi sangat penting. Layaknya ucapan-ucapan selamat yang lainnya. Seperti selamat idul fitri, tahun baru, ulang tahun dan lain sebagainya.
Hanya saja hal ini bukan tanpa masalah, khususnya ucapan natal yang disampaikan oleh seorang muslim. Selalu menjadi tanda tanya besar, apakah seorang muslim diperbolehkan mengucapkan selamat natal?.
Untuk menjawab persoalan ini, mari terlebih dahulu kita memperhatikan pendapat para ulama, baik memperbolehkan atau melarang. Ali Jumu’ah, seorang mufti mesir mengatakan bahwa seorang muslim boleh mengucapkan selamat natal. Sebab ucapan natal ini merupakan bagian dari berbuata baik dan berkata baik pada orang lain yang secara telah diperintahkan oleh Allah, termasuk pada non muslim. Allah berfirman,
وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا
“Berbicaralah dengan baik pada manusia” (QS. Al-Baqarah: 83)
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ
“Sesungguhnya Allah memerintahkan agar berbuat adil dan berbuat baik” (QS. Al-Nahl: 90)
Berkata baik, berbuat adil, dan berbuat baik memang tidak hanya diperintahkan pada sesame muslim saja, melainkan juga pada umat agama lain. Hal ini terbukti Allah juga menekankan untuk berbuat adil pada non muslim. Allah pun memperkenankan muslim untuk berbuat baik pada non muslim. Bahkan hal ini tertera secara jelas dalam ayat berikut,
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
“Allah tidak melarang kalian terhadap orang-orang yang tidak memerangi dalam agama dan tidak mengusir kalian dari rumah untuk berbuat baik dan berbuat adil pada mereka. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat adil” (QS. Al-Mumtahanah: 08)
Ayat tersebut turun untuk menyikapi perlakuan putrid Abu Bakar yang tidak berbuat baik pada ibunya yang kafir. Dengan demikian berarti sebenarnya Islam memberikan anjuran pada orang islam untuk juga berbuat baik pada non muslim. Jadi, perbedaan agama tidak menjadi jurang pemisah antara muslim dan non muslim. Mereka masih terhubung dalam jalinan kemanusian.
Sementara ulama yang mengharamkan ucapan natal, semisal Ibnu Taimiyah dan al-Utasimin, berdalil dengan beberapa dalil berikut ini,
وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ
“(tidak termasuk orang-orang yang dilipatgandakan siksanya) orang-orang yang tidak memberikan kesaksian palsu” (QS. Al-Furqan: 68)
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Barang siapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidak akan diterima (agama itu) daripadanya. Dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi”
Sebenarnya dalil yang disampaikan para ulama yang melarang ini kuranglah tepat, kalau tidak mau dianggap salah. Kenapa demikian?, karena dalil pertama ini berhubungan dengan orang yang meridhai kekufuran. Sementara orang yang mengucapkan selamat natal tidak sampai meridhai apa yang mereka lakukan. Mereka hanya menghargai umat kristiani sebagaimana nabi menghormati kaum yahudi dan nashrani. Bahkan menurut sebuah riwayat nabi pernah mempersilahkan kaum nashrani melakukan misa di masjid. Tentu hal ini tidak lantas menunjukkan nabi meridhai ibadah yang mereka lakukan, melainkan hanya sekedar menghormati kepercayaan mereka. Sedangkan hadits yang kedua makin jauh kalau mau dihubungkan dengan persoalan ini.
Dengan melihat dalil dari dua pendapat di atas, bisa disimpulkan bahwa pendapat yang pertama lebih kuat. Umat Islam dipersilakan mengucapkan selamat natal atau ucapan selamat pada semua pemeluk agama lain, tapi dengan catatan hanya sekedar untuk menghargai atau menghormati. Tidak sampai terlibat uforia dengan perayaan keagamaan mereka. Sebab ketika uforia muncul maka masuk pada katagori ridho bi al-kufri (rela dengan kekafiran) yang berkonskwensi pada kekafiran.
Author: Abdul Aziz, Banyuwangi Jawa Timur