Pacaran Perspektif Tujuh Belas Tahunan

0
680

Pernikahan tanpa tahu calon mempelai, baik orangnya maupun kepribadiannya sudah tak berlaku lagi pada masa modern ini. Yang lebih ngetrend pernikahan diawali pacaran, sebagi proses ta’arruf (perkenalan) sebelum mengarungi bahtera rumah tangga. Walau tak jarang orang  yang sudah  pacaran pernikahannya masih saja kandas. Bahkan terkadang masa pacarannya lebih lama dari pada masa pernikahannya. Kita bisa mengambil contoh para selebriti yang masa pernikahannya hanya seumur jagung. Padahal telah saling mengenal dengan melalui pacaran. Rupanya pacaran tak terlalu  ampuh untuk melanggengkan pernikahan.

Kini pacaran tak lagi hanya dilakukan oleh  orang yang hendak menikah. Tapi telah banyak dilakukan oleh para remaja yang notabenenya berumur dibawah 17 tahun. Ada yang dilandasi oleh rasa saling cinta, dan ada juga yang dilandasi rasa gengsi -jika  tak punya pacar-. Mereka menganggap punya pacar menunjukkan suatu kehebatan. Apalagi jika yang menjadi kekasihnya merupakan bunga desa, bintang sekolah atau orang-orang ngetop, yang akan mengakibatkan naiknya pamor.

Masa pacaran pun dijalani dengan berbagai cara. Mulai dari saling kirim surat, nelpon, jalan bareng, nonton bareng, sampai tidur bareng –na’udzubillah-. Bagi para backstreet biasanya hanya dijalani dengan nelpon, kirim surat, atau ketemu di sekolah. Sedangkan bagi yang telah diberi kebebasan oleh orang tuanya dilakukan dengan segala cara, asalkan bisa mempererat tali kasih. Sehingga tidak menutup kemungkinan pengungkapan rasa cintanya menyalahi norma-norma, seperti bobok bareng. Lihat saja di media-media –terutama ketika malam valentin’s day- diberitakan beberapa pasangan muda-mudi terpergok lagi ber-‘indehoy‘ di kamar hotel.

Sering kita dengar pengakuan PSK yang terjun ke dunia hitam lantaran telah dikhianati pacarnya. Sedangkan ia telah menyerahkan segala miliknya, termasuk ‘mahkota’ yang seharusnya ia jaga baik-baik.

Tak jarang pacarannya kandas di tengah jalan. Keduanya tak lagi merasa ada kecocokan, dan pasti akan timbul masalah. Hubungan tak sebaik dulu, terkadang tali persahabatan pun putus, disebabkan rasa saling dikecewakan dan dikhianati. Dalam Islam telah jelas bahwa memutus tali silaturrahmi dilarang, sebagaimana sabda nabi:

لا يدخل الجنة قاطع

Artinya: “Orang yang memutus (tali silaturrahmi) tidak akan masuk surga”

Juga kejelekan masing-masing diungkap serta disebar kemana-mana. Kebaikan, keindahan, dan kebahagian yang telah mereka rasakan bersama tak pernah diingat. Benar kata pepatah “Air susu sebelanga, rusak sebab setetes nila”.

Lebih-lebih jika putusnya disebabkan pihak ke tiga. Munculnya pihak ketiga sering kali terjadi. Mengingat manusia merupakan mahluk yang dikaruniai rasa cinta pada apa dan siapa saja oleh Tuhan. Rasa cinta yang telah datang tak akan bisa dicegah atau ditolak. Yang bisa dilakukan bagaimana rasa cinta itu tidak menimbulkan masalah baru.

Di samping itu, pacaran juga akan membelenggu ruang jiwa dan hati kita. Biasanya kita bebas berekspresi dan akrab dengan semua teman-teman kita. Nah, ketika punya pacar harus bisa menjaga rasa cemburu sang kekasih. Padahal masih belum punya tali ikatan suci.

Kalau seperti itu perlukah pacaran? Bukankah kita senang kebebasan, tak terbelenggu oleh tali kasih yang tak suci. Lalu solusinya bagaimana? Sedangkan rasa cinta telah membuncah, pikiran selalu ingat dia, ingin rasanya memilikinya.

Sesungguhnya mudah, kita biarkan saja rasa itu mengalir apa adanya. Kalau memang ingin memilikinya sepenuh hati dan kita telah siap untuk menjalani hidup bersama, maka lamar saja, selesai perkara khan. Meminjam kata Gus Dur “Gitu aja kok repot”.

Author: W.S.

Tinggalkan Balasan