Sikap bijak ketika fitnah muncul dan menyebar
Memang terasa geram, telinga panas, hati mendidih ketika ada orang menfitnah. Jika tidak kuat maka kemarahan akan memuncak lalu menjadi tindakan yang ganas untuk membalas orang yang menfitnah. Namun, bagi bagi orang yang memiliki hati yang kuat, sebesar apapun fitnah yang menimpa dirinya, keistiqamahan untuk bersikap bijak tidak akan berubah menjadi kemarahan yang kemudian bertindak keras dan kasar.
Sebaiknya, ketika ada orang membicarakan kejelekan kita ataupun menfitnah kita, kita jangan sampai mencari-cari atau menyelidiki siapa yang berbicara demikian, karena hal itu akan mengakibatkan kita menjadi su’uzhan pada orang-orang. Akibatnya, orang-orang yang ada di sekitar kita menjadi obyek penyelidikan kita, sehingga pikiran kita menjadi sensitif-negatif. Di saat bertemu dengan orang-orang, dalam pikiranna menduga seraya berkata, “Mungkin orang ini yang menjelek-jelekkan saya”, atau “Jangan-jangan orang ini yang menfitnah saya”. Setelah orang yang diselidiki ditemukan, -jika hati kita lemah-, kita akan benci atau malah bisa dendam pada orang tersebut.
Lebih baiknya lagi, ketika ada orang membicarakan kejelekan kita atau menfitnah kita, kita sikapi dengan bijak, dengan cara jadikan pembicaraan itu sebagai koreksi bagi diri kita. Mungkin saja sikap atau ucap yang timbul dari kita memang ada yang salah, sehingga orang-orang membicarakannya. Jika memang sikap atau ucap kita tidak salah, kita jadikan sebagai ajang belajar –atau ujian- untuk lebih bersabar menahan emosi dan menerima sikap orang-orang dalam berkomunikasi dan berinteraksi.
Kita jangan sibuk menyelidiki orang yang membicarakan kejelekan kita atau yang menfitnah kita. Karena hal itu akan hanya membuat diri kita menyimpan benci dan dendam. Kita sibukkan saja dengan menyelidiki sikap atau ucap kita, kira-kira sikap dan ucap yang mana yang salah atau jelek. Jika memang ada, kita sadari lalu perbaiki. Jika memang tidak ada, anggap saja itu sebagai ujian dalam menjalani hidup. Orang-orang yang menjadi mulia di sisi Allah, semuanya pasti melalui atau menempuh ujian berupa fitnah. Jadi, ketika kita difitnah, -insyaallah- kita calon orang yang mulia di sisi Allah, asal kita menyikapi dengan bijak dan ikhlas menjalaninya.
Dan, kita jangan merasa heran dengan orang yang benci pada kita, dan dia menjelek-jelekkan atau menfitnah kita. Karena mata (orang) yang benci pada kita, setiap apa yang muncul dari diri kita, semuanya tampak terlihat jelek baginya, apalagi memang ada yang salah dari diri kita, justru itu yang dicari-cari oleh mata yang benci untuk kemudian disebarluaskan. Orang yang benci pada kita akan senang jika kita salah. Jika kita benar, dia akan semakin benci pada kita. Begitulah orang yang memelihara kebenciannya. Na’udzubillah
Bait-bait Kepasrahan pada fitnah
Jika ada yang mencari orang yang paling bejat
Maka tak perlu ke mana-mana
Akulah orang yang paling bejat
Jika ada yang menanyakan siapa orang yang paling bodoh
Maka tak perlu bingung untuk mencari jawabannya
Karena hanya akulah orang yang paling bodoh
Jika ada yang merasa berdosa
Maka buang saja perasaan itu
Karena tidak ada selain diriku yang paling berdosa
Jika ada yang merangkai kata untuk menjelek-jelakkan diriku
Maka percuma saja kata-kata itu diucapkan padaku
Karena tak ada kata yang mampu mengungkapkan kejelekanku
Aku lebih jelek dari semua kata yang bermakna jelek
Jika ada yang bersemangat menghina diriku
Maka percuma saja semangat itu diwujudkan
Karena sekuat apapun hinaan itu,
masih tetap kalah dengan kehinaan diriku sendiri
Jika ada yang hobi menfitnahku
Maka percuma saja fitnah itu disebarkan
Karena siapa saja sudah tahu siapa diriku
Jika masih ada yang memujiku
Berarti itu omong kosong
Jika masih ada yang menganggap diriku baik
Berarti itu kesalahpahaman
Jika ada yang bertanya tentangku
Lebih baik aku mengaku “setan”
Dari pada mengaku siapa aku sebenarnya