Ternyata al-Qur’an “Mengandung Tujuh Anak” Paradigma

0
1034

Al-Qur’an sebagai kitab samawi terakhir yang diberikan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai penuntun dalam rangka pembinaan umatnya sangatlah fenomenal. Lantaran didalamnya sarat nilai-nilai yang unik, pelik, dan rumit sekaligus luar biasa. Hal ini lebih disebabkan karena eksistensinya yang tidak hanya sebagai ajaran keagamaan saja, melainkan ajaran kehidupan yang mencakup total tata nilai semenjak hulu peradaban umat manusia hingga hilirnya.[1]

Diantara nilai-nilai tersebut adalah pada aspek kebahasaannya, isyarat-isyarat ilmiah dan muatan hukum yang terkandung didalamnya. Saking pelik, unik, rumit dan luar biasanya tak pelak ia menjadi obyek kajian dari berbagai macam sudutnya, yang darinya melahirkan ketakjuban bagi yang berakal.

Al-Qur’an mengandung nilai-nilai universal yang mengakomodasi segala hajat hidup manusia untuk menjadi pedoman hidupnya. Sebab al-Qur’an memiliki posisi utama dan pertama bagi setiap umatnya untuk mengambil setiap langkah kebijakan yang akan ia ambil dan jalankan demi keberlangsungan hidupnya. Kandungan al-Qur’an antara lain:

1. Akidah

Akidah adalah ilmu yang mengajarkan manusia mengenai kepercayaan yang pasti dan wajib dimiliki oleh orang yang hidup di dunia. Al-Qur’an mengajarkan akidah tauhid yaitu menanamkan keyakinan terhadap Allah SWT yang satu yang tidak melahirkan atau dilahirkan, sebagaimana firman-Nya:

 Katakanlah: “Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan. {Q.S Al-Ikhlas:1-3}[2]

Percaya kepada Allah SWT adalah salah satu butir rukun iman yang pertama. Orang yang tidak percaya kepada rukun iman disebut sebagai orang kafir.

2. Ibadah

Secara bahasa Ibadah berarti taat, tunduk dan ikut. Sedangkan menurut  pengertian fuqoha, ibadah adalah segala bentuk ketaatan yang dijalankan atau dikerjakan untuk mendapatkan ridho dari Allah SWT. Bentuk ibadah dasar dalam ajaran agama Islam yakni seperti yang tercantum dalam lima butir rukun Islam. Mengucapkan dua kalimat syahadat, sholat lima waktu, membayar zakat, puasa di bulan suci Ramadhan, dan pergi haji bagi yang mampu mengerjakannya. Sebagaimana ٍٍSabda Nabi SAW:

قَالَ رَسُولُ الله صَلى الله عليه و سَلم  بُنِيَ الإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيْتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ

Rosululoh bersabda : islam dibangun atas lima dasar mengucapkan dua kalimat syahadat bahwa tiada tuhan selain Allah dan nabi Muhammad adalah utusanya, menderikan sholat lima waktu, membayar zakat, pergi haji dan puasa di bulan suci Ramadhan.[3]

3. Akhlak

Akhlak adalah perilaku yang dimiliki manusia, baik akhlak yang terpuji atau akhlak karimah maupun akhlak yang tercela atau akhlak madzmumah. Allah SWT mengutus nabi Muhammad SAW tidak lain adalah untuk menyempurnakan akhlak. Setiap manusia harus mengikuti apa yang diperintahkan-Nya dan menjauhi apa yang dilarang-Nya. Sebagaimana firman-Nya dalam surat an-Nisa ayat 59,

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.[4]

4. Hukum-hukum

Hukum yang terdapat di dalam al-Qur’an menyuruh orang yang beriman untuk mengadili dan memberi sanksi hukuman kepada orang yang terbukti bersalah. Hukum dalam Islam ada beberapa jenis seperti jinayah, muamalah, munakahah, faraidh, dan jihad. Contoh firman Allah yang berkaitan dengan hukum jinayah adalah surat al-Maidah ayat 38,

Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.[5]

5. Peringatan/Tadzkir

Tadzkir/ peringatan adalah sesuatu yang memberi peringatan kepada manusia akan ancaman Allah SWT. berupa siksa neraka (wa’id). Tadzkir juga bisa berupa kabar gembira bagi orang yang beriman kepada-Nya dengan balasan nikmat surga (wa’ad). Disamping itu ada pula gambaran yang menyenangkan di dalam al-Qur’an atau disebut targhib dan sebaliknya gambaran yang menakutkan disebut tarhib. Contoh firman Allah SWT yang berupa tadzkir adalah surat al-Qori’ah ayat 10-11,

Tahukah kamu Apakah neraka Hawiyah itu?, (yaitu) api yang sangat panas.[6]

6. Sejarah-Sejarah atau Kisah-Kisah

Sejarah atau kisah adalah cerita mengenai orang-orang terdahulu baik yang mendapatkan kejayaan akibat taat kepada Allah SWT serta yang mengalami kebinasaan akibat tidak taat atau ingkar tehadap Allah SWT. Seperti firman Allah surat al-Baqoroh ayat 61,

Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: “Hai Musa, Kami tidak bisa sabar (tahan) dengan satu macam makanan saja. sebab itu mohonkanlah untuk Kami kepada Tuhanmu, agar Dia mengeluarkan bagi Kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, Yaitu sayur-mayurnya, ketimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya, dan bawang merahnya”. Musa berkata: “Maukah kamu mengambil yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik ? Pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu memperoleh apa yang kamu minta”. lalu ditimpahkanlah kepada mereka nista dan kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah. hal itu (terjadi) karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh Para Nabi yang memang tidak dibenarkan. Demikian itu (terjadi) karena mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui batas.[7]

7. Dorongan untuk berpikir

Di dalam al-Qur’an banyak ayat-ayat yang mengulas suatu bahasan yang memerlukan pemikiran manusia untuk mendapatkan manfaat dan membuktikan kebenarannya, terutama mengenai alam semesta. Seperti firman Allah SWT surat an-Nahl ayat 48,

Dan Apakah mereka tidak memperhatikan segala sesuatu yang telah diciptakan Allah.[8]



[1] Sebagaimana yang ditegaskan oleh Imam Syafi’I dalam kitab ar-Risalahnya. Beliau mengatakan: “tak satupun sesuatu turun di dunia kecuali di dalam kitabullah terdapat dalil sebagai jalan petunjuk“. (Asy-Syafi’I, ar-Risalah, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, tt., hal 20)

[2] Depag RI, Al-Qur’an Dan Terjemahanya, hal 604

[3] Muslim, Sahih Muslim, Maktabah Syamilah, juz I, hal 12

[4] Op.cit, hal 87

[5] Ibid, hal 114

[6] Ibid, hal 600

[7] Ibid, hal 9

[8]Ibid, hal 272

Tinggalkan Balasan