Anda mungkin belum akrab dengan nama kelompok-kelompok berikut: Jamaah Al Hautsiyin, Jabhatun An Nasrah, dan Da’ish. Buat sebagian orang Indonesia nama-nama kelompok tadi barangkali masih terasa aneh. Namun, di kawasan Timur Tengah, terutama di negara-negara Teluk – Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Kuwait, Bahrain, Oman, dan Qatar – dan negara Arab lainnya, kelompok-kelompok tersebut sudah sangat populer, terutama pada hari-hari ini lantaran selalu disebut dan diulas dalam berbagai pemberitaan media massa.
Jamaah Al Hautsiyin, Jabhatun An Nasrah, dan Da’ish menjadi pembicaraan ramai karena oleh Saudi dianggap sebagai musuh bangsa dan negara. Pada Jumat dua pekan lalu (14/03) kerajaan yang dipimpin Raja Abdullah bin Abdul Aziz itu mengumumkan bahwa tiga kelompok tersebut merupakan jamaah teroris.
Termasuk dalam barisan jamaah teroris yang diumumkan Kementerian Dalam Negeri Arab Saudi ini nama-nama yang mungkin sudah tidak asing bagi sebagian kita. Yaitu: Tandzimu Al Qaidah (Alqaida), Tandzimu Al Qaidah di Jazirah Arab, Tandzimu Al Qaidah di Yaman, Tandzimu Al Qaidah di Irak, Hizbullah di dalam negeri Saudi, dan terakhir Jamaah Ikhwanul Muslimin.
Pengumuman itu juga menegaskan larangan bagi warga Saudi atau orang asing yang tinggal di Saudi untuk mengikuti, mendukung, atau bahkan hanya simpati kepada kelompok-kelompok yang dianggap sebagai teroris tersebut. Dan, bagi mereka yang ketahuan mengikuti rapat-rapat dengan jamaah-jamaah tadi — baik di dalam maupun luar negeri — sudah bisa dianggap sebagai teroris.
”Larangan ini termasuk setiap organisasi yang mempunyai pemikiran, perkataan, dan perbuatan yang menyerupai kelompok-kelompok teroris yang telah dimumkan. Juga organisasi-organisasi yang dikatagorikan PBB sebagai teroris. Mereka dilarang karena sering meresahkan masyarakat serta membahayakan keutuhan bangsa dan negara,” lanjut pengumuman dari Kementerian Dalam Negeri Saudi.
Yang mengagetkan adalah dimasukkannya Ikhwanul Muslimin (IM) sebagai jamaah teroris. Padahal IM setahun lalu merupakan penguasa di Mesir. Muhammad Mursi yang didukung IM terpilih sebagai presiden secara demokratis. Pada Juli tahun lalu ia digulingkan oleh militer, menyusul demonstrasi kelompok oposisi.
Langkah Saudi ini mengikuti sikap pemeritah baru Mesir, pasca penggulingan Presiden Mursi, yang telah mengumumkan IM sebagai organisasi teroris dan sekaligus terlarang keberadaannya di seluruh Mesir. Ribuan pemimpin IM kini telah ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Kantor-kantor organisasi itu ditutup dan disegel, propertinya disita negara. Organ-organ organisasi di seluruh Mesir pun dibubarkan.
Saudi sejak awal mendukung penggulingan Presiden Mursi. Dukungan yang dinyatakan baik lewat pernyataan resmi maupun dukungan dana yang sangat besar kepada pemerintahan baru Mesir. Sikap Saudi ini tampaknya merujuk kepada demonstrasi besar-besaran IM dan para simpatisannya. Demonstrasi yang diwarnai bentrok dengan aparat keamanan dan telah mengakibatkan ribuan orang menjadi kurban. Baik yang meninggal dunia maupun yang luka-luka.
Demonstrasi melawan pemerintah baru inilah yang kemudian dimaknai sebagai mengganggu ketertiban umum dan karena itu dianggap perbuatan anarkis dan teroris. Langkah yang lalu diikuti oleh penguasa Arab Saudi. Yang terakhir ini agaknya sangat khawatir dengan pengaruh IM. Organisasi bentukan Sheikh Hasan Al Banna ini pengaruhnya bukan hanya sebatas Mesir.
Orang-orang IM dan simpatisannya kini menyebar di berbagai negara, terutama di negara-negara Arab, termasuk di Saudi sendiri. Pengaruh IM dikhawatirkan bisa mengganggu stabilitas keamanan dan politik dalam negeri Suadi serta kelanggengan penguasa monarki negeri petro dolar itu.
Dengan alasan yang sama (demi menjaga stabilitas keamanan dan politik dalam negeri), Saudi kemudian juga mengambil sikap tegas terhadap kelompok-kelompok lain, seperti Jamaah Al Hautsiyin, Jabhatun An Nasrah, dan Jamaah Da’ish. Juga Tandzimu Al Qaidah (Alqaida), Tandzimu Al Qaidah di Jazirah Arab, Tandzimu Al Qaidah di Yaman, Tandzimu Al Qaidah di Irak, Hizbullah di dalam negeri Saudi.
Kelompok-kelompok ini kini menyebar di hampir seluruh negara Arab dan sebagian negara di Afrika. Terutama di negara-negara yang diwarnai atau rawan konflik, seperti Suriah, Irak, Lebanon, Yaman, Libia, dan Somalia. Keberadaan mereka tidak terlepas dari pengaruh Al Qaidah pimpinan Usamah bin Ladin.
Pada 1980-an Usamah mendirikan Al Qaidah dengan merekrut ribuan mujahidin dari berbagai negara. Tujuannya untuk membantu pejuang Afghanistan mengusir tentara Uni Sovyet yang telah menjajah negara itu. Ketika perang berakhir dan tentara Uni Sovyet mundur, sikap perjuangan Al Qaidah pun berbalik arah. Yaitu melawan Amerika Serikat (AS) dan semua kepentingannya di negara-negara Arab dan Islam. Alasannya, AS selalu mendukung negara Zeonisis Israel.
Puncaknya ketika terjadi serangan terhadap Menara Kembar World Trade Center di New York dan sasaran lainnya di AS pada 11 September 2001. AS menuduh Al Qaidah ada di belakang serangan yang mematikan itu. Sebagai balasannya, Presiden George W Bush kemudian memerintahkan militernya untuk menyerang Al Qaidah dan Pemerintah Taliban di Afghanistan. Bush juga mengumumkan perang terhadap kelompok-kelompok yang diindikasikan sebagai organisasi teroris.
Akibat serangan AS ke Afghanistan, para pejuang Al Qaidah kemudian menyebar ke berbagai negara, terutama ke negara-negara yang rawan konflik. Nama organisasinya bisa macam-macam, antara lain seperti yang disebutkan di atas. Perjuangan kelompok-kelompok ini pun tidak sebatas melawan kepentingan AS, tapi juga para penguasa atau kelompok lain yang dianggap menghalangi upaya mendirikan negara Islam versi mereka.
Segala macam cara mereka halalkan, termasuk dengan membunuh atau kekerasan lainnya. Di negara-negara itu mereka membentuk sel-sel organisasi dan merekrut siapa saja yang mereka sebut sebagai pejuang. Dengan iming-iming surga, mereka berhasil merekrut ribuan pejuang, termasuk seribuan warga Arab Saudi yang kini berada di Suriah.
Perbedaan aliran (ideologi) keagamaan tidak masalah. Terbukti, kelompok-kelompok yang diidentikkan oleh Arab Saudi sebagai teroris itu ada yang menganut Sunni, Syiah atau lainnya. Yang jelas, siapa pun yang menghalangi perjuangan mereka dianggap berbeda. Berbeda yang mereka maknai sebagai kafir dan, karena itu, halal diperangi. Wallahu a’lam. (sumber)