Kesempurnaan cinta terletak di sela-sela saling memperbaiki

0
589

Orangan menjadi baik itu ada dua, baik karena dirinya sendiri dan baik karena orang lain. Semoga orang lain itu adalah pasangan halal kita, agar kebaikan kita utuh seutuh cinta kita padanya.

Siapa sich yang gak kepingin mendapatkan pasangan sempurna? Maunya cakep, cantik, smart, baik, berakhlak, dari keluarga baik-baik, kaya. Wuih, bahkan kalau ada istilah diatas perfect, maunya yang itu, dech. Sayangnya, Allah itu Maha adil. Tidak ada yang diciptakan sempurna di dunia ini. Kalau ada yang sempurna, khawatir disangka Tuhan. Wong nabi yusuf saja disangka malaikat yang menjelma manusia, kok.  Bagaimana jadinya kalau sampai ada yang mlelebihi kesempurnaan sang Yusuf dan Muhammad?

Padahal, kesempurnaan bukanlah yang kita lihat ketika itu saja. Waktu pertama kali bertemu orang yang terlihat sempurna, mayoritas kita memberi kesan “Dia seseorang yang sempurna atau dia cakep banget, sudah kaya, pintar, baik lagi! wow! So perfect!” sayangnya, setelah mengenal, atau bahkan menjadi dekat, sedikit banyak sudah mengenal bagaimana si dia, kalau tampak cacatnya sedikit saja, pasti langsung berubah menjadi il-feel. Yang awalnya penasaran tingkat tinggi tiba-tiba menjadi down. Mulanya ingin mengenal lebih jauh, malah pergi menjauh. Iya kan?

Kalau kita mau sadar diri, untuk menjadi yang sempurna itu membutuhkan proses. Karena memang pada asal mula kita diciptakan dalam keadaan serba kurang. Maka dari itu, karena kita tercipta serba kurang, kita membutuhkan orang lain untuk membantu melengkapi diri kita yang masih serba minim. Inilah filosofi manusia sebagai makhluk sosial. Makhluk yang hakikatnya selalu haus bantuan orang lain. Siapa sich yang merasa tidak haus dengan bantuan orang lain? Kalau tidak merasa, dijamin dia pembohong.

Diakui atau tidak, kita tetap memerlukan teman untuk berkeluh kesah. Teman yang bisa mendengarkan cerita suka dan duka sepanjang hari. Teman yang akan menegur kita saat kita melakukan kesalahan. Teman yang bisa mengajak kita menapakkan kaki di belahan bumi Allah semata-mata hanya mencari rido-Nya. Teman yang akan dan selalu melengkapi kekurangan kita. Saat kita marah, dia yang mau bersabar mendengarkan omelan kesal kita. Kala kita bersalah, dia yang selalu membuka pintu maaf lebar-lebar sebelum dimintai maaf. Itulah teman yang kita perlukan.

Tiru saja Rasulullah bersama para sahabatnya. Beliau tidak pernah berhenti bahkan merasa lelah menasihati sahabat-sahabatnya saat mereka keliru. Bahkan, beliau selingi dengan canda namun serius. Bagaimana kita tidak mau berbangga diri? Rasulullah saja teramat mulia bersikap saat berkumpul bersama para sahabat. Selalu menebarkan keharmonisan diantara sesama. Bukankah ini merupakan bukti bahwa sahabat Rasulullah membutuhkan pembimbing yang selalu membimbing mereka ke jalan kebenaran?  Selanjutnya, apakah kita masih tetap ingin mencari-cari kesempurnaan teman kita? Ingat! Teman kita tidak ada yang sempurna apalagi diri kita sendiri. Saya yakin kita semua sadar bahwa diri kita memang bukanlah diri yang dianugerahi kesempurnaan.

Dengan kemauan saling melengkapi, pasti akan ada kesadaran untuk saling memperbaiki. Sehingga akan lahirlah kesempurnaan dari sana. Jangan sekali-kali menuntut kesempurnaan karena dari tuntutan itu akan menjadikan kehancuran suatu hubungan.

Begitu juga dengan pasangan kita, jangan pernah menuntut menjadi seorang yang sempurna, karena memang tidak ada yang sempurna. Bahkan berhati-hatilah agar kita tidak menuntut mereka agar berubah menjadi malaikat. Keseringan menuntut akan menjadikan pasangan kita jenuh dan merasa dibebani sesuatu yang mustahil untuk diwujudkan. Konsekuensinya, hubungan yang seperti ini tidak akan langgeng adanya.

Solusinya, kita harus mau menerima segala kekurangan pasangan kita mulai dari hal yang terkecil hingga yang terbesar. Kalau ada rasa menerima, insyaallah ada kemauan untuk saling melengkapi. Dari itu, akan ada kesadaran  untuk saling memperbaiki. Sepanjang perjalanan saling memperbaiki akan megantarkan kita pada kesempurnaan yang hakiki.

Dalam fase manapun, jika ada keinginan untuk saling melengkapi, pasti akan membuahkan sebuah kesempurnaan. Fase awal sangat bagus. Jadi, sejak pertama, kita sudah mau menerima pasangan kita. Mulai dari kelebihan hingga kekurangannya. Atau dimulai dari pertengahan. Fase pertengahan ataupun akhir, yakni saat seseorang berada di pertengahan langkah menuju cinta yang hakiki, juga tidak menjadi masalah. Artinya, pada fase itu baru dimulai minat untuk saling menerima, melengkapi dan memperbaiki.

Hal yang demikian, bukanlah problem. Justru jika ada yang memulainya di fase pertengahan atau akhir, bisa jadi maklum. Karena, untuk menerima kekurangan seseorang terlebih kekurangan seseorang yang akan menjadi pasangan kekal kita nantinya, memang sulit dan butuh proses. Sehingga membutuhkan kesabaran dan tawakkal.

‘Ala kulli hal, kesusksesan hubungan kita terutama dalam mencari kesempurnaan cinta tergantung bagaimana kita bersama pasangan. Hubungan yang mau menerima kekurangan, saling melengkapi, dan saling meperbaiki, akan menuntun kita meraih kesempurnaan dalam cinta.

Oleh: Nur Halimah Achmad, Denpasar Bali

Tinggalkan Balasan