Sepertinya geli mendengarnya, “cinta” terbagi dua, ih teriris dua, nggaklah. Wahdemen banget sih ini orang, kayak apa yach model cintanya? Bikin penasaran aja. Mau tahu, begini sayang, sering kali kita jumpai kekasih yang kita punya ada dua atau bahkan banyak sekali (play boy/play girl). Manakaha yang harus didahukukan, yang pertama atau yang kedua atau seterusnya. Sebab derajat cinta yang bertingkat akan mudah memberikan solusi tentang tatacara berkasih sayang kepada seseorang yang tengah dicintai, sangat atau biasa saja kadar cintanya. Misalnya ada dua sang kekasih, manakah yang harus kita utamakan atau nomor-duakan. Jelas kita tak boleh pusing sendiri atau bahkan membingungkan seperti cintanya Mas Fahri kepada Mbak Aishah dan Maria di Novel Ayat-ayat Cinta.
Marilah kita kupas yang dimaksud dengan “cinta terbagi dua” itu. Awalnya ada dua cinta, cinta yang pertama dan yang kedua. Disebutkan cinta yang pertama adalah cintanya sepasang kekasih, karena Allah (hablun min Allah) semata: mutlak karena Allah. Inilah cinta tingkatan pertama. Macam cinta ini masih bercabang. Satu, cinta yang semata-mata ingin menggapai ridlo-Nya, tidak ingin yang lain. Dua, cinta kepada Allah dan tak mengharap imbalan apapun baik ridlo-Nya atau lainnya, hanya “cinta” sudah cukup. Inilah cinta tingkatan tertinggi, sebagaimana cintanya seorang sufi kepada Tuhannya, beribadah tanpa mengharap pahala dan surga.
Kemudian cinta kedua, cinta kepada makhluk-Nya(hablun min al-Nash). Yakni cinta kepada semua keluarga dan kaum kerabat lainnya seperti Ibu, Ayah, Adik, Kakak dan seterusnya urutan ke bawah. Kemudian cinta kepada orang di luar segmen kita, seperti tetangga, teman dan orang lain secara umum. Setelah itu dipenuhi semua, dianjurkan berkasih sayang kepada hewan-hewan dan tumbuh-tumbuhan yang berada di sekitar kita.
Nah, sekarang kekasih yang anda cintai saat ini, termasuk cinta tinggakatan ke berapa ya? Apakah pertama atau kedua. Coba anda renungkan..biar jelas ghitu lho, sebab cinta yang pertama tidak bisa kita tempatkan di cinta yang kedua, ini terbalik. Jika terasa sulit, silahkan anda jangan bercinta saja daripada menambah dosa lebih baik…!!!
Sekarang kita pindah pada dampak “cinta”. Dalam cinta terkadang muncul cacat atau penyakit. Mungkin saja anda saat ini sedang diterpa asmara cinta, rasanya pahit, getir, menyentak hati, dan sesak dalam dada. Jika diterpa penyakit cinta saya kira ada kok penawarnya. Penawarnya terletak pada sejauh mana anda bergaul, berteman, berbagi rasa, curhat atau tukar pikiran dengan pasangan anda. Saya kira ini lakukan dulu. Cinta yang baik adalah cinta yang selalu intropeksi diri. Apa kekurangannya, bagaimana cara menyenangkan pasangan dan bagaimana ia bisa setia. Itu saja sudah cukup. Tak perlu banyak wacana, justru tambah ruwet.
Jika tips di atas sudah kita raih, pasti ada interaksi (keterbukaan) sehat di antara kita, bisa saling mencintai, dan yakin akan menemukan makna cinta. Karena cinta yang suci lahir dari kedalaman hati (relung jiwa) di antara dua belahan jiwa si empunya. Cinta jenis ini “ada”, tak akan hilang, terkecuali ajal datang.
Penutup, “Cinta” tetap bermuara pada kejujuran, ketulusan dan kesetiaan. Cinta sejati adalah kesucian yang harus dijaga, yang tak pernah lapuk oleh zaman dan problema. Oleh sebab itulah, Ibnu Hazm El Andalusy bergumam, bahwa cinta semestinya harus berhulu pada keimanan, ketaqwaan dan kesucian jiwa (zakiyyah al-Nafs). Cinta bukan karena nafsu tapi ingin dekat dengan Tuhan.
Oleh : Ahmad Mu’takif Billah