Antara Basmalah dan Perbuatan Manusia

0
1001

Perbuatan yang kita lakukan di dunia dianggap sebagai suatu permainan, sandiwara atau taman surga, tergantung siapa yang hendak menafsirkan. Kaum kapitalis mengatakan dunia ibarat harta kekayaan yang berlimpah ruah, kaum sufi mempunyai persepsi beda, dunia bagaikan bekal untuk kehidupan akhirat yang abadi. Sedangkan kaum lemah (mustad’afiin) menyatakan bahwa dunia tak ubahnya kesengsaraan, ujian serta malapetaka.

Ada tiga komponen kecerdasan yang terdapat dalam diri manusia, kecerdasan intelektual (al-quwwah al-aqliyyah), kecerdasan emosional (al-quwwah al-‘athifiyyah) dan kecerdasan spiritual (al-quwwah al-qolbiyyah). Ketiga kecerdasan itu mampu mempengaruhi gaya hidup manusia menjadi lebih berarti dan cukup bermakna. Kecerdasan intelektual sebagai instrumen berpikir (logika), kecerdasan emosional sebagai  bentuk perasaan atau ego (insting), sedangkan kecerdasan spiritual adalah kecerdasan manusia (sang hamba) dalam berinteraksi (muwajjahah) dengan Tuhannya.

Dalam kajian hikmah ini, penulis mencoba mengkomparasikan ketiga kecerdasan teersebut dengan menitik beratkan pada kecerdasan spiritual melalui kajian hadist Rasul Saw tentang pentingnya menyelipkan nama keagungan Allah Swt (basmalah) ketika sang hamba berbuat sesuatu di setiap jejak kehidupannya. Sebab kita tahu dan yakin bahwa. Rasulullah Saw mewanti-wanti dalam sabdanya :

ققَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ : كُلُّ أَمْرٍ ذِيْ باَلٍ لاَ يُبْدَأ ُفِيْهِ بِبِسْمِ اللهِ فَهُوَ أَبْتَرُ (رواه أبو داود)

Rasulullah bersabda : Setiap urusan yang bernilai bila tidak diawali dengan kalimat “bismillah”,  maka urusan tersebut terputus. (HR. Abu Dawud)

Bacaan basmalah merupakan kalimat agung disisi Allah Swt. Allah Swt menganjurkan kepada segenap hamba-Nya agar senantiasa berbuat baik. Sebab pada hakikatnya segala perbuatan mempunyai nilai luhur dan sejuta keberkahan jika selalu bersama-Nya. Dalam al-Qur’an surat al-Ahzab : 41 disenyalir, “Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya”. Begitulah gambaran perbuatan yang sangat bernilai disisi-Nya.

Interpretasi Basmalah dalam Kehidupan Sosial

Basmalah meliputi kata “ismun” yang berarti “nama” tersimpan makna agung yang diambil dari kata “sumuwwun” yang berarti tinggi (rif’ah) dan luhur  (’uluwwun). Huruf ba’ dalam kata “bismi” dalam kalimat basmalah yang berarti “dengan” mengantongi seribu makna pelajaran bagi diri seorang hamba dalam setiap langkahnya. Hal ini memberi pengertian bahwa segala aktifitas yang diawali dengan kalimat basmalah, berarti tersebut telah menempelkan aktifitas atau perbuatannya kepada Dzat Allah Swt dengan berupa minta pertolongan maupun kasih sayang-Nya.

Tatkala seorang hamba senantiasa menyebut dan mengenal Allah Swt melalui nama dan sifat-sifat-Nya. berarti ia minta tolong (musta’in) kepada Allah. Dan ketika ia mengambil pena, maka ia mohon “Ia menulis dengan minta pertolongan kepada-Nya”. Dan di waktu ia makan seonggok makanan, maka ia mohon “Ia sedang makan dengan minta kesehatan jasmani kepada-Nya”. Demikian seterusnya segala tingkah-laku dan sifat perbuatan seseorang hamba jika diawali dengan kalimat mulia tersebut, senantiasa ia akan dijaga serta tambahi berkah berkat nama Allah yang disandingkan kepada dzat dirinya hamba tersebut.

Syekh Ali as-Shabuniy dalam kitabnya “tafsir al-Ahkam min al-Qur’an” berpendapat, bahwa kalimat basmalah memiliki segudang faidah dan doa yang dikhususkan kepada insan yang beriman dan bertaqwa. Faidah tersebut antara lain  terhindar dari bujukan orang-orang musyrik penyembah berhala, aman dari hambatan atau rintangan yang dapat memutus hubungan ia dengan Allah, kemantapan hati atas sifat ketuhanan Allah, mengakui (bersyukur) terhadap nikmat yang diberikan Allah, dan minta kebahagiaan hidup kepada Allah.

Ada dua nama Allah yang sangat istimewa sekaligus mewakili dari nama-nama Allah lain yang berjumlah sembilan puluh sembilan (asma`ul husna) yaitu lafadh  “rahman” dan “rahim” Maha Pengasih lagi Maha Penyayang terhadap hamba-Nya dimuka bumi ini.

Rahman dan Rahim Allah Swt

Dua kata ini mempunyai interpretasi ganda. Lafadh ini berakar dari satu makna “rahman” (kasih sayang) yaitu kasih dan cinta Allah Swt kepada segenap hamba-Nya. Sebagian Ulama berkomentar dua kata ini berasal dari kata “rahim” yang diqiyaskan pada (seorang ibu dan anak) artinya segala kasih sayang atau cinta yang diberikan seorang ibu terhadap buah hatinya. Namun disini tidak dapat kita samakan dengan kasih sayang Allah kepada hamba-Nya, tentu sangat lebih besar. Allah Swt adalah Dzat Maha Pengasih lagi Maha Penyayang terhadap semua mahkluknya.

Allah Swt Maha Sempurna, Maha Kuat, Maha Bijaksana, Maha Pengampun, Maha Pemurah, Maha Suci, dan seterusnya. Dari banyak nama serta sifat-sifat-Nya tersebut, yang mendominasi hanyalah dua nama agung “rahman” dan “rahim” yang banyak tertulis dalam al-kitab sebagai perwakilan nama-nama Sang Pencipta dari yang sembilan puluh tujuh-nya dalam runutan Asmaa-‘ul Husnaa yang berjumlah seluruhnya 99 nama.

Rahmat berarti kasih sayang Allah Swt kepada segenap hamba, baik di dunia maupun di akhirat. Di dunia disebut rahman kepada seluruh manusia tidak pandang suku, bangsa, agama atau keturunan. Sedangkan di akhirat disebut rahim khusus kepada hamba-Nya yang mukmin dan muttaqin saja. Selain rahmat-Nya yang diberikan, juga berupa perlindungan, pengampunan dan hidayah.

Islam menghiasi basmalah dari segala lini kehidupan sosial manusia, agar seluruh umat Kanjeng Nabi Muhammad Saw dapat mengingat Tuhan setiap kali mereka memulai niat dan langkahnya. Sejatinya sebagai hamba Allah Swt yang mulia seyogyanya senantiasa berbuat baik kepada dirinya maupun orang lain, baik dengan tolong-menolong, saling mengingat diri (muhasabah an-Nafs), berbuat adil, demokrasi, dan beramal sholeh. Karena kasih sayang Allah Swt turun kepada hamba-Nya yang suci hati sekaligus dari segi perbuatannya. 

Syekh Jawad Amuli membagi amal baik menjadi dua bagian.  Pertama, amal baik seseorang dari segi perbuatannya (hasan al-Fi’li) seperti menolong orang lemah, membantu orang yang susah dan lain sebagainya. Kedua, amal dari pelakunya (hasan al-Fa’il) perbuatan ini lahir dari jiwa seseorang dengan hati yang tulus dan ikhlas, seperti ikhlas dalam bersadaqoh harta tidak ingin dipuji orang murni karena Allah Swt semata dan hal apa saja yang menyangkut dengan kebajikan si pelaku yang menempel pada dirinya seperti tawadhu’(rendah diri), qona’ah (menerima apa adanya), dan sabar tatkala ditimpa cobaan.

Dari sini dapat kita dihubungkan, bahwa basmalah adalah kalimat yang benar, mulia, agung dan koheren dengan perbuatan (fi’li) manusiaJika seseorang memulai perbuatannnya dengan kalimat  mulia, berarti ia menisbahkan pelaku (fa’il) kepada Allah Swt. Dan dari penyandaran ini, ia pada hakikatnya berhasil mengusahakan perbuatan dirinya berubah menjadi baik (hasan al-fi’ li) sekaligus menjadi pelaku yang baik (hasan al-fa’il). Jadi, apabila ada perbuatan yang baik (hasan al-fi’li) namun pelakunya tidak baik, maka perbuatan yang ia lakukan tidak berangkat dari nama Allah Swt yang tulus.  Perbuatan yang demikian ini jelas terputus dan fatal menurut hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud diatas tadi.

Ada sebuah riwayat dari kalangan Irfani (kaum sufi yang mengetahui dzat Allah Swt) mereka berkata bahwa basmalah adalah sama kedudukannya dengan mengucapkan kalimat “Kun fayakun” (jadilah, maka terjadilah ia). Sebagaimana sudah maklum Allah Swt berfirman ketika hendak menciptakan mahluknya langit dan bumi dan menghidupkan kembali jasad-jasad mereka yang sudah hancur itu, (QS. Yasin : 82).

Nabi Nuh a.s. Beliau kabur dengan berlayar bersama sebagian jamaah dan hewan-hewan dalam sebuah perahu besar untuk meninggalkan kaumnya yang membangkan terhadap ajaran (risalah) yang dibawanya. Mereka tidak mau diajak beragama Islam apalagi menyembah Allah Swt. Atas petolongan Allah Swt, kemudian perahu Nabi Nuh a.s dapat berlayar dengan selamat hingga berlabuh sampai tujuan berkat kalimat basmalah (asmaa-`ul husna) atas kehendak Allah Swt. Seakan-akan Allah Swt berfirman “Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepada-Ku dengan menyebut asmaa-`ul husna itu, niscaya engkau selamat.

Walhasil, hubungan kalimat agung basmalah dengan perilaku manusia di muka bumi ini sangat erat dan membawa makna berarti bagi keberlangsungan hidup mereka untuk selanjutnya dalam rangka memperbaiki diri serta aplikasi nyata penghambaan mereka selaku hamba-Nya yang butuh perlindungan dan pertolongan setiap saat. .Afala-Yatadabbarun….!

Oleh : Ahmad Mu’takif Billah, (Mahasiswa Program Sarjana (S2) Ma’had Aly Ponpes Salafiyah Syafi’yah Situbondo)

Tinggalkan Balasan