Dakwah Harus Lebih Menarik dan Inovatif

0
469

Surabaya, Cyberdakwah — Sejumlah peserta diskusi bertajuk “Menyikapi Konflik Sunni-Syi’i dalam Bingkai NKRI” merekomendasikan agar dakwah Islam di masa mendatang lebih kaya inovasi. Hal ini sebagai tantangan bagi para pegiat agama dalam meyakinkan warga.
Penegasan ini secara khusus disampaikan KH Dr Cholil Navis, Lc, MA yang tampil dalam diskusi di PWNU Jawa Timur, Jalan Masjid al-Akbar Timur Surabaya, Kamis (18/12/2014). Tampil sebagai narasumber disamping beliau adalah Prof Dr M Baharun SH MA (Ketua Komisi Hukum MUI Pusat), Habib Zen Al-Kaff (Ketua al-Bayyinat), Prof Dr Musta’in Mashud (Unair) dan dimderatori Drs H Zubaidi, MA selaku Wakil Sekretaris Komisi Dakwah MUI Pusat. Kegiatan ini hasil kerjasama antara Majlis Ulama Indonesia Pusat dengan PW Aswaja NU Center Jawa Timur.
Bagi Kiai Cholil Navis, para ulama terdahulu khususnya Walisongo telah berhasil melakukan islamisasi secara elegan sehingga mayoritas rakyat Indonesia menganut Islam dengan penuh kesadaran. “Metode dakwah yang dilakukan para ulama kita terdahulu dengan sentuhan kultural sehingga mampu mengubah masyarakat menjadi muslim,” kata dosen pasca sarjana di UIN Syarif Hidayatullah Ciputat ini.
Dan dalam perjalannya, dakwah yang dilakukan para pemuka agama ternyata masih berkutat dengan cara-cara konvensional sehingga kurang menarik bagi masyarakat. “Bahkan saat khatib menyampaikan materi khotbah Jum’at, tidak jarang jamaah yang tertidur,” sergahnya. Dalam pandangan dosen pascasarjana Universitas Indonesia ini, realitas tersebut mengindikasikan bahwa dakwah yang dilakukan para penceramah ternyata tidak lagi menarik.
“Karenanya diperlukan sejumlah inovasi agar dakwah yang disampaikan benar-benar dapat menyentuh semua lapisan masyarakat,” tandas alumnus program doktor di University Malaya Malaysia ini.
Yang juga tidak kalah penting adalah bagaimana kaum muslimin dapat mengawal dakwah di tingkatan struktural lewat sejumlah kebijakan. “Bisa lewat peraturan daerah, undang-undang, atau aturan sejenis di masing-masing tingkatan,” kata Ketua Komisi Dakwah MUI Pusat ini.
Bagi aktifis Lembaga Bahtsul Masail PBNU ini, jaman sekarang sudah banyak media yang bisa digunakan sebagai sarana berdakwah. Ada website, media sosial semisal milis, facebook, twiter dan sejenisnya. “Karena dari sejumlah media ini, akan ditindaklanjuti dengan pertemuan atau kopi darat untuk membahas sejumlah persoalan yang menjadi keresahan umat,” tandasnya.
Kendati demikian banyak media yang dapat digunakan untuk berdakwah, namun hal yang tidak dapat dihindari adalah bagaimana muatan yang disampaikan dapat dengan mudah diterima masyarakat. “Syaratnya memang harus kaya inovasi,” pesannya.
Apalagi di jaman sekarang, sangat jarang masyarakat awam yang mau belajar kepada para ulama dan ahli agama secara langsung. “Mereka ingin mendapatkan ilmu secara instan lewat internet yang terkadang isinya tidak bisa dipertanggungjawabkan,” ungkapnya.
Karenanya Kiai Cholil Navis mengajak para pegiat agama khususnya anak muda NU untuk bisa mengisi medan dakwah ini dengan lebih optimal. (s@if)

Tinggalkan Balasan