Lebih Dekat dengan Hai’ah As-Shofwah, Mitra Dakwah Perjuangan Umat

0
1164

Situbondo, Cyberdakwah — Hari ini hingga besok (17-18/12/2014), ribuan alumni Ma’had Abuya as-Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki al-Hasani Makkah berkumpul di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Asembagus Situbondo Jawa Timur. Mereka hadir dalam acara Multaqo Internasional ke-24. Apa sebenarnya wadah ini dan bagaimana kiprahnya? Berikut catatan redaksi Cyberdakwah.
Kini, tantangan dakwah bagi tersebarnya Islam rahmatan lil ‘alamin semakin sulit. Dibutuhkan sinergi dan kerjasama dengan banyak kalangan agar Islam yang menawarkan kesejukan dapat menjangkau berbagai kalangan dan lebih efektif.
Mitra dakwah bagi tersebarnya Islam yang tidak berpihak kepada kalangan ekstrim kiri yang terkesan menggampangkan syariat maupun aliran kanan yang menggambarkan Islam penuh kekerasan kian terbuka lebar. Salah satunya adalah Hai’ah As-Shofwah.
Hai’ah As-Shofwah adalah wadah bagi perkumpulan para alumni Ma’had Abuya as-Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki al-Hasani yang mayoritas berdomisili di Indonesia. Kehadiran perkumpulan ini sebagai perintah langsung dari almaghfurlah guru besar Arrabbani Abuya as-Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki al-Hasani.
“Kita ingin mengembangkan dakwah Islam yang merangkul, menyejukkan, mengobati bukan menyakiti dengan mencari kawan, bukan lawan,” tandas KH M Ihya Ulumiddin, Amirul Aam atau Ketua Umum Hai’ah As-Shofwah kepada Cyberdakwah beberapa waktu berselang.
Organisasi ini tidak sejalan dengan orang-orang maupun organisasi Islam yang ekstrim kanan yakni kalangan yang cenderung menyebarkan agama dengan kekerasan, atau menyalahkan kalangan lain. As-Shofwah juga tidak sejalan dengan kalangan dan orang perorang yang menampilkan Islam dengan mempermudah dan cenderung menanggalkan syariat. “Kita akan terus berusaha berada di tengah dan jauh dari kesan ekslusif,” kata Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Haromain, Pujon Malang Jawa Timur ini
Karena itu, yang dikembangkan oleh Hai’ah As-Shofwah adalah Islam ala Ahlus Sunnah Wal Jama’ah sebagaimana dikembangkan Wali Songo. Dan Aby Ihya’, sapaan akrabnya sangat menyadari bahwa untuk dapat menyebarkan Islam seperti ini bukanlah tanpa tantangan. “Butuh perhatian ekstra agar kita tidak keteteran dengan dakwah yang ditampilkan kalangan ekstrim tersebut,” tandas pengasuh Kajian Islam di TV 9 ini.

Awal Pendirian
Kehadiran Hai’ah Ash-Shofwah atau himpunan alumni Ma’had Abuya al-Maliki al-Hasani ini diawali dari saran putra Abuya -demikianlah panggilan akrab beliau- yang sekarang menjadi khalifah sepeninggal beliau, yaitu Assayyid Ahmad bin Muhammad bin Alwi al-Maliki al-Hasani, kepada salah satu dari alumni periode pertama, yakni Muhammad Ihya Ulumiddin, dan periode kedua, Ali Karrar Sinhaji, agar segenap alumni yang berada di Indonesia membentuk sebuah wadah yang berfungsi mengontrol dan mengawasi aktifitas mereka. Sehingga diharapkan nantinya dapat mengetahui peran para alumni dalam mengemban kewajiban berdakwah, pendidikan, dan pengajaran. Saran tersebut langsung mendapat tanggapan positif dari almaghfurlah Guru Besar Arrabbani Abuya Assayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki al-Hasani.
Dukungan yang dilanjutkan dengan perintah dari Abuya ini, tidak lepas dari posisi dan sikap beliau, yang tidak hanya mendidik santrinya saat mereka berada di Makkah. “Namun, beliau masih mengawasi, mengontrol, membimbing, menilai, menasihati, dan menegur para santrinya meski telah berada di medan dakwah yang jauh sekalipun,” kata Aby Ihya Ulumiddin. Tidak jarang beliau selalu menanyakan kondisi santri kepada siapa saja yang mengenalnya, guna mengetahui keberadaan aktifitas dan suluk mereka dalam mengemban ilmu. “Sungguh merupakan suatu keberuntungan yang tiada ternilai bagi santri yang berharap meningkatkan ilmu, taqwa, istiqamah, dan shilah ruhiyah mendapatkan bimbingan dan perhatian yang begitu besar,” lanjutnya.
Dengan melalui proses dan tahapan, akhirnya wadah alumni tersebut disepakati dengan nama Hai’ah As-Shofwah Ma’had Abuya al-Maliki al-Hasani, yang untuk berikutnya secara simpel disebut Hai’ah Ash-Shofwah.
Organisasi ini berdiri di Surabaya pada tanggal 18 Rabiul Awal 1424 H, atau bertepatan tanggal 21 Januari 2003M, dan dideklarasikan di Bondowoso pada tanggal 25 Shafar 1425 H, bertepatan tanggal 15 April 2004 M.
Terbentuknya wadah ini, tentunya sangat positif bagi upaya menyatukan langkah alumni dalam bersinergi mengemban potensi dakwah, tarbiyah, taklim, dan tujuan. Demikian pula segala persoalan dan pengaduan yang kerap datang dari para alumni yang baru datang ke tanah air, nantinya juga dapat tersalurkan melalui wadah ini. Dan tentunya juga akan segera ditangani dengan bimbingan dan saran dari para pendahulu.
Kantor pusat atau maktab markazi organisasi di Jalan Gayungsari Barat XI, Blok GC no 7 Surabaya. Sedangkan untuk kepengurusan cabang di sejumlah tempat disesuaikan dengan keberadaan nuqoba’ yang selanjutnya disebut maktab far’iy. Sejumlah kepengurusan di tingkat cabang telah berdiri. Di antaranya di Jakarta, Sarang Rembang, Surabaya, Pasuruan, Bondowoso, Lamongan, Pamekasan, Bangkalan, Sampang, Sumenep, Malang, hingga Palembang. “Organisasi berguna membangun komunikasi dan hubungan antara alumni dengan Abuya, dan para dzurriyah beliau, serta sebagai wadah guna memperkokoh ukhuwah antar alumni,” ungkapnya.

Berbagi Khidmat
Sebagai organisasi baru, konsolidasi internal menjadi hal penting dalam rangka menata khidmat. “Kami masih melakukan perbaikan dari dalam agar khidmat bisa berjalan lebih optimal,” kata KH M Ihya Ulumiddin. Untuk dapat mengarah ke arah organisasi yang rapi, setiap hari Sabtu sejumlah pengurus inti berkumpul di maktab markazi.
Ketika Cyberdakwah berkunjung beberapa waktu lalu, tampak para pengurus inti berkumpul. Ada Aminul Aam yakni Ustadz Ihya sendiri. Demikian juga hadir Habib Zain Baharun yang menjabat sebagai naibul amin atau wakil ketua, sang sekretaris umum atau katibul aam, KH Kamal Mukhliss al-Maliki, KH Zubair Abdul Aziz (bendahara). Tampak juga juru bicara organisasi KH Faqih Imam dan KH Abdillah Mukhtar serta riqobah atau pengawas yakni Habib Idrus al-Jufri.
“Hari Sabtu merupakan waktu yang kami sepakati untuk saling memantau perkembangan dan tantangan dakwah di berbagai tempat,” kata Habib Zain Baharun. Sejumlah pengurus akan memberikan laporan perkembangan terakhir kegiatan dakwah maupun dinamika organisasi. “Termasuk sejumlah program yang akan kami lakukan pada waktu dekat,” tambahnya.
Beberapa waktu lalu, Hai’ah Ash-Shofwah menyelenggarakan Musyawarah Kerja Nasional atau Mukernas di Pacet Mojokerto dalam rangka kelengkapan organisasi dan sejumlah persoalan internal maupun eksternal yang layak diapresiasi pengurus dan organisasi.
Demikian juga ada forum tertinggi yang dikenal dengan Musyawarah Nasional atau Munas lima tahun sekali dalam rangka menyegarkan kepengurusan. Dalam kegiatan ini juga dievaluasi khidmah pengurus selama kepengurusan berlangsung. “Yang baik akan kita pertahankan, sedangkan mereka yang tidak aktif tentunya akan diganti figur lain,” tandasnya.
Tentu saja semua khidmat dan kebutuhan menata organisasi tidak bisa dilakukan langsung oleh para pengurus. Dalam keseharian yang bertugas sebagai pekerja atau khadim para pengurus adalah terlembagakan dalam kepengurusan hawari. “Kalau di NU, semacam kepengurusan Ansor,” kata Ketua Hawari, Umar Faruq.
“Kamilah dari kepengurusan Hawari yang melakukan persiapan teknis seluruh kegiatan organisasi,” katanya. Pria berdarah Madura ini sangat menikmati pengabdian sebagai bagian dari Hai’ah Ash-Shofwah.
Beberapa kegiatan seperti halaqah bagi pendalaman Aswaja, keterampilan para anggota, pembentukan kepengurusan baru di sejumlah daerah dan keperluan teknis yang lain, semua dipersiapkan oleh Hawari ini. “Sebelum kegiatan dilaksanakan hingga usai acara, seluruhnya menjadi tanggungjawab kami,” katanya.
Boleh dikata, keberadaan Hai’ah Ash-Shofwah menjadi tambahan amunisi bagi dakwah Islam ramah di Tanah Air. “Antara NU dengan kami tidak ada perbedaan, malah melengkapi,” kata KH Ihya Ulumiddin.
Sejumlah pengurus dan anggota Ha’ah Ash-Shofwah malah bersinergi dalam dakwah. Ada Habib Thohir al-Kaf yang menjadi pegiat dakwah di Tegal. Demikian juga KH Sadid Djauhari di Kencong, Habib Sholeh al-Idrus di Malang, KH Azaim Ibrohimy yang menjadi Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo.
“Itu hanya sebagian,” kata Aby Ihya’. Di banyak tempat, sejumlah tokoh yang merupakan pegiat Hai’ah Ash-Shofwah kian melengkapi dakwah Islam ala NU. “Tinggal bagaimana mensinergikan agar dakwah Islam Ahlus Sunnah wal Jamaah bisa berkembang sesuai harapan,” pungkasnya. (s@if)

Tinggalkan Balasan