Surabaya, Cyberdakwah — Hal tidak terhindarkan ketika terjadi bencana adalah rusaknya berbagai fasilitas. Tidak semata rumah penduduk dan fasilitas umum, juga sarana ibadah. Sejumlah relawan yang melakukan relokasi, evakuasi korban dan upaya penanganan korban bencana harus berhadapan dengan kondisi yang sulit.
Perhatian terhadap fasilitas ibadah baik bagi korban bencana maupun mereka yang bertindak sebagai relawan terkadang sangat minim. “Padahal, bencana alam merupakan kondisi dimana tingkat spiritualitas seseorang mengalami peningkatan,” kata Hasan Muhdor, SE, MM saat ditemui pada usai pembukaan pelatihan manejemen thaharah bagi relawan di lokasi bencana, Sabtu (17/1) petang.
Ketua PW Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI) NU Jawa Timur ini menandaskan bahwa dalam praktiknya fokus penanganan bencana adalah hal yang bersifat kemanusiaan. “Akan tetapi suasana darurat bukanlah situasi yang memperbolehkan seseorang mengesampingkan kewajibannya sebagai manusia beragama,” terangnya. Dan agama telah memberikan prosedur standar kedaruratan sebagai alternatif bagi pemeluknya ketika berada pada situasi darurat. Ini agar kesinambungan hubungan hamba dengan Tuhannya tetap terjaga dengan baik dan bahkan menjadi lebih baik, lanjutnya.
“Atas pertimbangan tersebut, sebagai manifestasi dari partisipasi terhadap program pembangunan manusia seutuhnya, maka kami menyelenggarakan kegiatan pelatihan ini,” terangnya. Dalam pandangannya, para relawan bencana harus mengenali dan memahami secara lebih baik tata-laksana ibadah dalam kondisi darurat bencana.
Bagi Hasan Muhdhor, diharapkan dari kegiatan ini akan ada peningkatan pemahaman relawan di lingkungan NU Jawa Timur mengenai karakteristik bencana dan tata laksana ibadah di lokasi bencana.
“Yang juga tidak dapat dipisahkan adalah terbangunnya pengetahuan relawan tentang prosedur standar dan langkah alternatif penanganan jenazah korban bencana sesuai dengan fiqih janazah,” terangnya.
Selama pelatihan, peserta mendapatkan materi pemetaan potensi bencana dan karakteristik daerah bencana di Jawa Timur. “Perlu diketahui, Jawa Timur memiliki tiga daerah potensi bencana geologi, hidro-meteriologi serta daerah potensi bencana biologi,” ungkapnya.
Mereka juga dibekali dengan manajemen thaharah dan pelaksanaan ibadah di lokasi bencana yang meliputi thaharah dari hadats, piranti dan alternatifnya pada kondisi bencana. Juga tata cara thaharah bagi orang dengan kondisi luka fisik, pendampingan pelaksanaan ibadah bagi warga terdampak bencana.
“Peserta juga diberikan pemahaman penataan masjid dan mushalla sebagai tempat pengungsian tanpa menghilangkan fungsi utamanya sebagai tempat ibadah yang suci serta teknis perawatan jenazah korban bencana,” terangnya.
Kegiatan yang dilaksanakan di kantor PWNU Jawa Timur Jalan Masjid al-Akbar Timur 9 Surabaya ini diikuti 100 Relawan Social Emergency Response Nahdlatul Ulama (SER-NU) Jawa Timur. Tampil sebagai narasumber adalah dari BPBD dan PW Aswaja NU Center Jawa Timur. (s@if)