Membangun Habit Menghafal Anak Usia Prabaligh

0
352

Membangun Habit Menghafal Anak Usia Prabaligh

Banyak yang bertanya di usia kapan anak mulai menghafal Al-Quran ? Bagaimana metode menghafalkan Al-Quran untuk anak-anak ? Apakah disebut pemaksaan bila anak-anak menghafal Al-Quran sejak kecil ? Bahkan ada yang mempertanyakan bukankah anak kecil belum diwajibkan menghafal Al-Quran kenapa harus diprioritaskan ?

Nah, Bagaimana sesungguhnya penerapan hafalan Al-Quran ini pada anak-anak. Sebelumnya marilah kita flshback ke era ulama, era peradaban Khilafah yang gemilang dimana generasi mereka saat itu adalah generasi unggul yang dalam benaknya dipenuhi ayat-ayat Al-Quran sejak kecil.

Katakanlah Imam Syafi’i, padahal ibunya seorang yang faqir dan tidak cukup dana untuk membiayai pendidikan anaknya, namun sang ibu memiliki tekad yang kuat untuk mendidiknya langsung Imam Syafi’i hingga mencarikan guru yang handal untuk melanjutkan pendidikannya.

Hidup Imam Asy-Syafi’i merupakan satu sisi pengembaraan yang tersusun di dalam bentuk yang sungguh menarik dan amat berkesan terhadap pembentukan keilmuwannya. Dalam asuhan ibunya ia dibekali pendidikan, sehingga pada umur 7 tahun sudah dapat menghafal al-qur’an pada Ismail ibn Qastantin, qari’ kota Makkah. Sebuah riwayat mengatakan, bahwa Syafi’I pernah khatam Al-Qur’an dalam bulan Ramadhan sebanyak 60 kali.

Demikian pula Imam Ath-Thabari (hidup pada tahun 224 – 310 H).
Beliau hafal Al Qur’an saat usia 7 tahun. Beliau adalah ahli tafsir. Sampai sekarang karya tafsirnya masih digunakan oleh kaum muslim di seluruh dunia. Sehingga bisa dikatakan beliau adalah ahli tafsir kaliber dunia/internasional.

Sementara itu Ibnu Sina (hidup pada tahun 370 – 428 H),beliau hafal Al Qur’an saat usia 5 tahun, dan pada saat usia 17 tahun sudah menjadi dokter profesional. Dalam perkembangannya beliau ahli kedokteran, peletak dasar ilmu-ilmu kedokteran. Sampai sekarang ilmunya masih digunakan di seluruh dunia. Bahkan orang Barat pun menggunakan ilmu/teorinya. Beliau juga merupakan ahli Fisika.

Adalah Ibnu Khaldun (hidup pada 732 – 808 H). Beliau hafal Al Qur’an saat usia 7 tahun. Beliau adalah ahli sosiologi dan ahli konstruksi. Pemikiran/teorinya juga masih digunakan sampai sekarang di seluruh dunia.

Begitu pula Umar bin Abdul Aziz, beliau hafal Al Qur’an saat masih anak-anak. Beliau adalah seorang Kholifah di masa Bani Umayyah. Seorang ahli ekonomi yang tiada duanya di dunia. Beliau sangat terkenal dengan kemampuannya memakmurkan negara dan bangsanya dalam waktu singkat (29 bulan), sampai-sampai tidak ada rakyatnya yang berhak menerima zakat.

Beberapa nama yang disebutkan di atas adalah para ahli di bidangnya dalam bimbingan Al-Quran sejak kecil. Menuntaskan hafalannya begitu beranjak usia 7 tahun bahkan ada yang 5 tahun. Begitu mudahnya dan sangat menakjubkan di saat beranjak usia belasan tahun sudah bisa menjadi ulama, bidang kedokteran, kontruksi bangunan, politikus dll. Tidak ada satu ilmu pun yang mereka peroleh selain Al-Quran adalah inspirasi dari semua ilmu yang mereka miliki, Al-Quranlah yang memotivasi untuk mengkaji alam semesta sehingga ilmu itu berguna bagi umat manusia.

Generasi dahulu justru mudah sekali mencetak anak-anak penghafal bahkan di awal usia prabaligh kisaran 7 tahun sudah mampu mengkhatamkan hafalan 30 juz. Ambisius seorang ibu dan ayah adalah menjadi penting dalam mengantarkan anak-anaknya ke gerbang hafidz-hafidzoh dan menjadi prioritas Al-Quran adalah sajian utama ke gerbang ilmu selanjutnya.

Tidak ada ilmu yang paling utama yang diberikan kepada anak-anak mereka selain Al-Quran, tidak ada ilmu yang paling agung selain Al-Quran, fokus mengajarkan Al-Quran walau belum bisa membacanya

Tak berhasil mengantarkan anak usia dini ke gerbang khatam hafal alquran 30 juz, tentunya masih punya harapan di usia berikutnya karena memang semua anak adalah istimewa dan memiliki potensi yang berbeda.

Usia pra baligh adalah harapan berikutnya yang sangat memungkinkan untuk dibangun kebiasaan menghafalnya. Tidak perlu banyak alasan untuk berhenti memproses, apakah bunda adalah pekerja, punya aktifitas dakwah yang dengan jam terbang yang tinggi, atau ibu rumah tangga tanpa pembantu, semua bisa saja tercapai bila diiringi dengan cita-cita besar untuk sampai kesana.

Karakter anak usia prabaligh sudah bisa diajak fokus untuk memperhatikan, saat inilah pembiasaan harus dijaga, intensitas dan kontinuitas hafalan adalah habit yang tidak boleh ditinggalkan. Bahkan kita bisa melihat anak kita bisa lebih dilejitkan dalam menghafal asalkan ada pengkondisian yang kondusif untuk melatihnya.

Beberapa hal ini bisa dilakukan untuk mensuasanakan anak prabaligh dalam menghafal :
1. Menentukan metode yang ringan, tidak memberatkan anak. Saat ini sudah banyak metode yang dikembangkan, semisal metode umi yang hanya mengoptimalkan fungsi dengar dalam menghafal per surat pendek atau per halaman untuk surat panjang, di dengarkan hingga 15 kali per hari. Atau metode menghafal 2 ayat perhari dsb. Yang memang pas buat anak kita

2. Pilihan waktu yang menyenangkan, bisa saat habis subuh, ketika di sekolah, habis maghrib sampai Isya. Dan buat komitmen untuk merealisasikannya.

3. Bila ayah bunda tidak bisa melakukan sendiri apakah karena gak cukup waktu, kemampuan yang kurang atau anaknya tidak mau belajar sama ayah bundanya, maka mencarikan guru tahfidz yang cocok bagi anak adalah solusi seperti yang dilakukan oleh ibunya Imam Syafii. mencarikan guru itu penting sekali lho.

4. Hindari hal-hal yang mengalihkan fokus semisal tayangan TV dan game yang akan menjadi saingan anak dengan al-Quran karena TV dan game lebih menarik dan menyenangkan dibanding menghafal Al-Quran yang monoton

5. Berikan motivasi2 yang menaraik saat anak sudah meluluskan hafalannya dalam minggu itu.

6. Coba teruskan ya, ada yg ingin berbagi pengalaman ?

Kehidupan Neoliberalisme telah memupuskan harapan para ibu untuk menjadikan anak-anaknya penghafal Al-Quran sejak dini. Dan sudah hilang gambaran di benaknya cita-cita memiliki anak yang berjibaku dengan Al-Quran karena ibu tersibukkan dengan menanggung ekonomi keluarga dan cita-cita pendidikan yang profit oriented, sekolah untuk mendapatkan ijazah, ijazah untuk bekerja.

Namun berkacalah di era salafushsholih, walau kondisi zaman yang berbeda, namun bila kita ikuti langkah-langkah mereka dalam mencetak generasi cahaya Al-Quran dalam bimbingan Allah kita pun dimudahkan. Jangan lagi mengikuti metode kurikulum sekuler karena kurikulum itu akan merampok waktu anak-anak kita yang seharusnya bisa lebih dekat dengan Al-Quran, bisa lebih bergaul dengan Al-Quran yang merupakan landasan utama dalam pembentukan generasi cahaya qurani yang akan menghancurkan sistem Kapitalisme hari ini dan menggantinya dengan sistem qurani.
Wallahu a’lam bishshowab

Oleh : Yanti Tanjung

Tinggalkan Balasan