Mencari Makanan Halal di Negeri Non-Muslim
Salah satu topik yang sering dihadapi oleh Muslim yang tinggal di negeri non-Muslim adalah persoalan makanan halal. Saya sering diminta memberikan penjelasan soal ini.
Sebagai pegangan awal, saya kutipkan penjelasan ulama yang sering dijadikan panutan oleh kawan-kawan halaqah, yaitu Syekh Yusuf al-Qaradawi. Ini penjelasan beliau:
“Ada orang yang tergolong kawatir yang senantiasa mencari masalah syubhat hingga masalah yang paling kecil sehingga
mereka menemukannya. Seperti orang-orang yang meragukan binatang sembelihan di negara Barat, hanya karena masalah yang sangat sepele dan remeh. Mereka mendekatkan masalah yang jauh dan menyamakan hal yang mustahil dengan kenyataan. Mereka mencari-cari dan bertanya-tanya sehingga mereka mempersempit ruang gerak mereka sendiri, yang sebetulnya diluaskan oleh Allah SWT.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diteranglan kepadamu, niscaya menyusahkan kamu…” (al-Ma’idah: 101)
Sebagai orang Muslim tidaklah patut bagi kita untuk mencari-cari hal yang lebih sulit.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dari ‘Aisyah sesungguhnya Nabi saw pernah ditanya, “Sesungguhnya ada suatu kaum yang datang kepada kami dengan membawa daging, dan kami tidak mengetahui apakah mereka menyebut nama Allah ketika menyembelihnya ataukah tidak.” Maka Nabi saw bersabda, “Sebutlah nama Allah dan makanlah.”
Imam Ibn Hazm mengambil hadits ini sebagai suatu kaidah: “Sesuatu perkara yang tidak ada pada kami, maka kami tidak
akan menanyakannya.”
Diriwayatkan bahwasanya Umar r.a. pernah melintasi sebuah jalan kemudian dia tersiram air dari saluran air rumah seseorang; ketika itu dia bersama seorang kawannya. Maka kawannya berkata, “Hai pemilik saluran air, airmu ini suci atau najis?” Maka Umar berkata, “Hai pemilik saluran air, jangan beritahu kami, karena kami dilarang mencari-cari masalah.”
Ada sebuah hadits shahih dari Nabi saw bahwa ada seseorang yang mengadu kepadanya tentang orang yang merasa bahwa dia, merasakan sesuatu, ketika shalat atau ketika berada di masjid. Maka Nabi saw menjawab, “Jangan kembali, sampai dia ‘mendengar suara’ atau merasa buang angin. “
Dari hadits ini para ulama menetapkan suatu kaidah: “Keyakinan tidak dapat dihilangkan dengan keraguan. Dan sesungguhnya orang itu harus berbuat sesuai dengan keyakinan asalnya dan menyingkirkan keraguannya.” Inilah cara yang paling pasti untuk menyingkirkan keraguan.
Pada suatu hari Rasulullah saw pernah menyambut undangan seorang Yahudi. Beliau memakan makanannya dan tidak bertanya apakah halal ataukah tidak? Apakah wadah-wadahnya suci ataukah tidak. Nabi saw dan para sahabatnya mengenakan pakaian yang diambil dari mereka, pakaian yang ditenun oleh orang-orang kafir dan wadah yang dibuat oleh mereka. Ketika kaum Muslimin berperang, mereka juga membagi-bagikan wadah, pakaian, kemudian mereka pakai semuanya. Ada riwayat yang shahih bahwa mereka juga mempergunakan air dari wadah air kaum musyrik.”
Demikian kutipan dari Syekh Yusuf al-Qaradawi. Semoga bermanfaat.
Sumber : Moslem For All