Soal Rokok, Lesbumi-Sarbumusi NU Siap Lawan YLKI
Nahdlatul Ulama melalui Pengurus Pusat Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia (Lesbumi) dan Sarekat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) menyatakan siap melawan dan melakukan somasi jika Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) melakukan somasi kepada Kementerian Sosial.
Seperti diketahui, Mensos Khofifah Indar Parawansa mengunjungi Orang Rimba dalam rangka menyampaikan bela sungkawa atas meninggalnya 11 orang karena menderita kelaparan. Pada kunjungan tersebut, Mensos tidak hanya membagikan sembako dan pakaian, tapi juga rokok.
Hal itu diprotes YLKI karena dianggap sebagai bentuk pengabaian kesehatan masyarakat. “Rokok merupakan produk yang membahayakan kesehatan masyarakat. Sebagai pejabat negara Mensos wajib melindungi kesehatan masyarakat. Bukan malah sebaliknya,” ujar pengurus harian YLKI, Tulus Abadi Jumat (27/3) seperti dilansir berita online.
YLKI memandang apa yang dilakukan Mensos bertentangan dengan PP No. 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Produk Tembakau sebagai zat adiktif bagi kesehatan. Karenanya, YLKI menuntut Mensos untuk meminta maaf kepada publik. Kalau tidak, akan mengambil langkah-langkah hukum.
Lesbumi dan Sarbumusi pada jumpa pers Selasa (31/3) di gedung PBNU menilai pernyataan YLKI tersebut adalah bentuk kriminalisasi terhadap kebudayaan masyarakat yang berkembang di Orang Rimba.
Menurut Ketua PP Lesbumi Zastrouw Al-Ngatawi, YLKI tak berbeda dengan kalangan puritanisme agama yang senang membid’ah-bid’ahkan seni tradisi karena dianggap mengotori agama. “Atas nama kesehatan, YLKI melakukan penzaliman terhadap kebudayaan,” tegasnya.
Kalau YLKI jujur, kenapa makanan dan minuman lain yang dianggap merusak kesehatan tidak dilarang juga. Zastrouw menyebut kenapa soft drink, junk food, tidak dilarang, karena sama-sama merusak kesehatan. Kambing yang bisa menyebabkan stroke dan darah tinggi seharusnya dilarang juga.
Perlu diketahui, sambung Zastrouw, apa yang dilakukan Mensos adalah diplomasi budaya. Supaya komunikasi cair dengan Orang Rimba, berdasarkan ahli antropologi, harus dengan rokok.
YLKI, tak mengungkap asbabul wurud (sebab-sebab terjadinya peristiwanya). “Ini kelakuan munafik, tidak jujur, dan sesat pikir demi keuntungan kelompok sendiri,” terangnya.
Apa yg dilakukan Mensos, bisa diumpamakan dokter yang memberi opium kepada pasien yang akan dioperasi. “Kenapa YLKI tidak mempermasalahkan itu. Padahal itu barang terlarang, melanggar hukum.” Di Indonesia, lanjutnya, rokok bukan barang terlarang dan boleh diperjualbelikan.
Ia menduga apa yang dilakukan YLKI bertujuan mencairkan dana dari donor-donor antitembakau. “Kita sulit tidak menduga itu,” katanya.
Ketua DPP Sarbumusi Eko Darwanto yang hadir pada kesempatan itu berpendapat, apa yang dilakuakn YLKI berlebihan. Menurut dia, rokok perlu dilihat sebagai bagian dari kehidupan masyarakat. Industrinya melibatkan 10 juta pekerja dengan jumlah orang yang bergantung padanya sekitar 30 juta.
Ia menambahkan, per tahun, industri rokok memberikan pemasukan kepada negara sekitar 150 triliun. Jumlah itu merupakan urutan kedua terbesar negara setelah PPN. Karena itu, negara juga tak berani melarang, melainkan membatasinya.
Sama dengan Lesbumi, Sarbumusi memandang apa yang dilakukan YLK perang dagang antara pedangang rokok dan tukang obat. Ada agenda besar untuk menggoyang industri rokok di Indonesia. Tapi dampaknya, tidak hanya pada industrinya sendiri, melainkan, budaya. (Abdullah Alawi)