Warga Aceh Tidak Peduli Jika Pemerintah Melarang Mereka Menampung Para Pengungsi Rohingya.

0
774
Warga Aceh Tidak Peduli Jika Pemerintah Melarang Mereka Menampung Para Pengungsi Rohingya.

Pemerintah Indonesia melalui TNI mengupayakan agar perahu pengungsi tidak masuk ke wilayah negara ini. Namun sikap serupa tidak ditunjukkan oleh para nelayan sebuah desa kecil di Aceh.

Dini hari tadi, para nelayan di desa Simpang Lhee, Julok, Aceh Timur, menyelamatkan sekitra 380 pengungsi Rohingya dan Bangladesh di tengah lautan.

Saat itu, keadaan mereka sangat lemah karena kehabisan makanan dan minuman, sementara mesin kapal mereka rusak.

“Kami menjumpai mereka sekitar jam 1 di laut saat kami tengah mencari ikan.

Kondisi mereka sudah sangat lemah, kelaparan. Kami lantas membantu mereka,” kata Misran, nelayan Simpang Lhee, lansir CNN Indonesia (20/5).

Sebanyak lima kapal nelayan mengangkut warga Rohingya dan Bangladesh yang paling kepayahan. Lokasi mereka saat itu, kata Misran, dekat zona ekonomi eksklusif, sekitar tiga jam dari bibir pantai.

Sesampainya di darat, para nelayan langsung kembali ke laut dengan lebih banyak lagi kapal untuk menjemput pengungsi sisanya. Sementara di daratan, warga desa tanpa pikir panjang mendirikan dapur umum untuk makan para pengungsi yang sudah tiga bulan tidak kenal lauk pauk.

“Mereka lemah semua tidak ada daya. Makanan mereka sudah habis semua, mesin kapal mati, hanya hanyut mengikuti arus laut,” kata Misran.

Tidak lama, kabar pendaratan Rohingya tersebar di berbagai desa sekitar melalui pengeras suara di meunasah atau mushola. Tergerak rasa kemanusiaan, warga berdatangan membawa makanan dan pakaian bekas.

Menurut Hidayat, seorang anggota TNI Angkatan Laut yang mendata para pengungsi, kali ini total pengungsi berjumlah 389 orang, mayoritas merupakan warga Rohingya dan terdapat pula puluhan warga Bangladesh. Sebanyak 29 di antara mereka dilarikan ke rumah sakit.

Mirawati, warga Simpang Lhee, menangis saat melihat keadaan warga Rohingya yang tiba di pantai. Sedari malam hingga siang hari, Mirawati bersama warga sekitar 10 desa menyediakan seluruh keperluan hidup warga Rohingya.

“Saya menangis melihat keadaan mereka. Saking laparnya, mereka makan banyak sekali, ada yang hingga muntah. Ada juga yang tidak mau makan karena sakit,” kata ibu berusia 45 tahun ini, sembari menyendok nasi ke piring untuk makan ratusan “tamunya” itu.

Nurjanah pun demikian. Wanita 30 tahun ini sampai tidak sempat memasak makanan untuk keluarganya karena sibuk membuat masakan di dapur umum. Hingga siang, mereka bekerja tanpa henti demi mengisi perut para pengungsi.

“Saya sendiri belum makan dari pagi. Di rumah tidak ada yang masak, tapi ini demi kemanusiaan,” kata Nurjanah.

Terlihat warga Rohingya, wanita, pria dan anak-anak makan dengan lahap. Warga desa tidak membiarkan para pengungsi itu kehabisan makanan. Lauk ikan, sayuran, dan nasi terus berdatangan.

Warga Aceh Tak Peduli dengan Larangan

Beberapa warga Rohingya yang bertemu nasi tidak sanggup menahan tangisnya, diikuti oleh air mata haru warga.

“Tiga bulan saya tidak makan, kini saya makan,” kata warga Rohingya, Hasan Ali, 33, menangis.

Camat Julok, Zainuddin, mengatakan bahwa tindakan masyarakat Aceh ini dimotivasi oleh rasa kemanusiaan dan nilai-nilai keagamaan yang kuat di tengah warga.

“Tidak hanya di Binjai, kecamatan lain juga turun tangan membantu,” kata Zainuddin.

Sebelumnya Panglima TNI Jenderal Moeldoko mengatakan mereka akan membantu warga Rohingya yang ada di lautan, tapi tidak akan membiarkan mereka masuk ke wilayah Indonesia karena akan menimbulkan masalah sosial.

Sikap ini tidak dipedulikan oleh nelayan Aceh. Mereka mengatakan, tindakan yang mereka lakukan adalah sikap yang seharusnya ditunjukkan manusia terhadap manusia lainnya yang kesusahan.

“Aceh pernah merasakan ditolong orang saat tsunami lalu. Kini giliran kami yang memberi bantuan. Apalagi mereka orang Islam. Dalam Islam binatang saja dibantu, apalagi manusia,” kata nelayan, Husein, 48, yang turut serta dalam operasi evakuasi.

Warga Aceh mengaku tidak peduli jika pemerintah melarang mereka menampung para pengungsi.

“Masalah aturan pemerintah, itu urusan pemerintah. Kami hanya tahu menolong orang itu wajib. Ini wilayah Serambi Mekah, dimana budaya dan agamanya masih kuat. Allah yang akan membalas kami,” ujar warga, Muhammad, 42.

Sumber : CNN Indonesia

 

Tinggalkan Balasan