Penetapan Hari Santri Nasional

0
398

Perjuangan kaum santri agar ada satu hari khusus sebagai hari santri nasional akhirnya membuahkan hasil. Presiden Joko Widodo secara resmi memutuskan tanggal 22 Oktober sebagai hari besar Nasional.

wpid-images-31-jpg

Meskipun tanggal tersebut tidak terhitung sebagai hari libur atau tanggal merah namun keputusan tersebut merupakan langkah tepat sebagai bentuk penghargaan terhadap kaum santri karena alasan historis, dimana pada tanggal tersebut digemakannya fatwa berjihad untuk mempertahankan kemerdekaan RI.

Dikutip dari detikcom, Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan, keputusan 22 Oktober sebagai hari santri nasional dituangkan lewat Keputusan Presiden (Keppres) No 22 Tahun 2015.

“Presiden melalui Keppres No 22 Tahun 2015 telah menetapkan Hari Santri, yaitu pada 22 Oktober sebagai Hari Santri,” ujar Pramono di Kantor Presiden, Jakarta Pusat, Kamis (15/10/2015).

Saat itu Pramono menegaskan, Keppres tersebut telah diteken oleh Presiden Jokowi hari ini, (15/10). “Tapi bukan merupakan hari libur. Sehingga sekali lagi kami sampaikan dengan keputusan ini maka, Tanggal 22 Oktober ditetapkan sebagai Hari Santri,” kata Pramono.

Sebelumnya, saat masa kampanye Pilpres 2014 lalu, Jokowi menjanjikan akan menetapkan Hari Santri Nasional. Keputusan itu dinilai untuk menghargai jasa para santri yang terlibat alam memperjuangkan kemerdekaan RI.

Tanggal 22 Oktober tahun lalu, usia pemerintahan Jokowi baru berjalan dua hari sehingga tidak mungkin langsung menerbitkan Keppres.

Pemilihan tanggal 22 Oktober diusulkan oleh Ketum PBNU Said Aqil Siroj karena pernah ada peristiwa penting di masa lalu. Ketika zaman mempertahankan kemerdekaan, terbit fatwa jihad bagi para santri di tanggal tersebut.

“Pada tanggal tersebut keluar fatwa resolusi jihad Hadratussyaikh Hasyim Asyari di mana membela Tanah Air hukumnya fardlu ‘ain (wajib) dan yang membantu Belanda jadi kafir,” kata Said lewat keterangan tertulis beberapa lalu, Rabu (7/10/2015).

GP Ansor: Perjuangan Belum Selesai.

Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) Nusron Wahid menyambut positif keputusan Presiden Jokowi tersebut. Menurutnya ketetapan tanggal 22 Oktober sebagai hari Santri Nasional merupakan bukti keberpihakan Presiden Jokowi terhadap masyarakat santri. Dengan ditetapkannya hari santri, berarti eksistensi santri diakui di Indonesia.

Namun menurut Nusron setelah ditetapkannya hari santri, perjuangan belum selesai. Masih ada hak-hak pendidikan santri yang harus dipenuhi, seperti BOS untuk pesantren salafiyah dan Kartu Indonesia Pintar untuk para santri.

“Dan yang lebih penting lagi pengakuaan persamaan (muadalah) pondok pesantren salafiyyah dan sistem pendidikan nasional,” ujar Nusron yang selama Pilpres gencar mengkampanyekan tentang hari santri.

Nusron menjelaskan, sampai sekarang ijazah pesantren salafiyah dengan kurikulum kitab kuning dan klasik yang derajat keilmuwannya sangat tinggi tidak diakui. Tetapi malah kurikulum madrasah modern dan IAIN yang sangat dangkal dan parsial diakui dalam sistem pendidikan nasional.

“Mereka ijazahnya diakui dan dapat BOS dan KIP. Sementara santri salafiyah tidak. Ini tidak adil. Padahal kurikulum madrasah formal dan IAIN itu hanya mengambil ikhtisar dan kulit dari kitab- kuning klasik. Makanya dangkal. Lulusan Madrasah juga tanggung kedalaman ilmu agamanya,” ungkapnya.

“Kalau pesantren salafiyah yang mengambil sumber referensi utamanya malah tidak diakui. Bahkan kalau mau ambil ijazah disuruh ikut ujian lagi. Ini aneh sistem kita,” ujarnya.

Lebih lanjut, Nusron mengatakan, dengan ditetapkannya tanggal 22 Oktober sebagai hari santri juga lebih dramatis dan heroik. Sebab, tangga tersebut merupakan hari Resolusi Jihad yakni keluarnya fatwa Hadratusyeikh Hasyim Asy’ari, Rois Akbar NU pada saat itu yang juga kakek Gus Dur.

“Saat itu, tanggal 22 Oktober 1945 Mbah Hasyim dan ulama NU fatwa bahwa santri dan umat Islam wajib hukumnya untuk mengusir penjajah dari bumi nusantara,” tukasnya.

Dalam konteks sekarang, menurut Nusron, makna dari hari santri adalah meneruskan jihad melawan kemiskinan dan berbagai persoalan yang sedang dihadapi bangsa.

“Sekarang kiai wajib fatwa mengusir kemiskinan, krisis ekonomi, dan korupsi dari bumi nusantara,” pungkasnya.

Sumber : Serambimata

Tinggalkan Balasan