Dalam sebuah Hadist dikisahkan bahwa suatu tempo Nabi shallallâhu ‘alaihi wasallammendatangi pintu masjid, di situ beliau melihat setan berada di sisi pintu masjid. Kemudian Nabi SAW bertanya, “Wahai Iblis apa yang sedang kamu lakukan di sini?” Maka Setan itu menjawab, “Saya hendak masuk masjid dan akan merusak shalat orang yang sedang shalat ini, tetapi saya takut pada seorang lelaki yang tengah tidur ini.”
Lalu Nabi SAW berkata, “Wahai Iblis, kenapa kamu bukannya takut pada orang yang sedang shalat, padahal dia dalam keadaan ibadah dan bermunajat pada Tuhannya, dan justru takut pada orang yang sedang tidur, padahal ia dalam posisi tidak sadar?” Iblis pun menjawab, “Orang yang sedang shalat ini bodoh, mengganggu shalatnya begitu mudah. Akan tetapi orang yang sedang tidur ini orang alim (pandai).”
Dari Ibnu Abbas radliyallâhu ‘anh, Nabi SAW bersabda, “Nabi Sulaiman pernah diberi pilihan antara memilih ilmu dan kekuasaan, lalu beliau memilih ilmu. Selanjutnya, Nabi Sulaiman diberi ilmu sekaligus kekuasaan.
Bersumber dari Abi Hurairoh radliyallâhu ‘anh, Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wasallambersabda, “Barangsiapa pergi menuntut ilmu maka Allah akan menunjukkannya jalan menuju surga. Sesungguhnya orang alim senantiasa dimintakan ampunan untuknya oleh makhluk yang berada di langit maupun di bumi, hingga dimintakan ampun oleh ikan-ikan di laut. Sesungguhnya ulama adalah pewaris para Nabi.”
Hadits di atas menyiratkan betapa agama Islam begitu memuliakan, mengutamakan, dan menghargai orang yang berilmu pengetahuan. Bahkan melebihi keutamaanya orang yang ahli ibadah tapi bodoh. Menjadi jelas pula bahwa dalam agama Islam, menuntut ilmu dan mengembangkan budaya ilmiah itu termasuk bagian dari ibadah, juga merupakan tuntutan agama. Jadi tidak semata desakan kebutuhan zaman atau tuntutan dari institusi negara an sich. Itulah kunci mengapa dahulu pada masa kegemilangan peradaban Islam, banyak lahir ilmuan-ilmuan besar Muslim yang sumbangsihnya telah diakui dunia dalam banyak cabang keilmuan. Mereka menekuni disiplin keilmuan atas motif ajaran Islam, bukan tuntutan negara (daulah) waktu itu.
Begitu peduli dan perhatiannya agama Islam akan pentingnya ilmu pengetahuan, banyak pula ayat Al-Qur’an memberi dorongan dan motivasi agar seseorang mencintai ilmu, di antaranya ayat itu, “Samakah antara orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” (QS. Al-zumar: 9). Tak hanya itu, Al-Qur’an sendiri mengajarkan umat manusia berdoa kepada Tuhannya agar senantiasa ditambahkan ilmu pengetahuan, “Dan katakanlah, Ya Tuhanku, tambahkanlah pengetahuan kepadaku”.
Di ayat lain Allah juga berfirman, “Allah akan meninggikan orang-orang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat” (Al-Mujaadalah: 11).
Berjibunnya apresiasi, penghargaan dan dorongan yang bersumber baik dari al-Qur’an ataupun Sunnah Nabi sebagaimana di atas seyogianya membuat kaum muslim pada saat ini khususnya yang masih berstatus mahasiswa, pelajar dan santri bisa lebih giat dan tekun lagi dalam mempelajari suatu ilmu dan mengembangkan tradisi ilmiah. Pun menyadarkan bahwa menurut pandangan Islam kegiatan dan aktivitas belajar dan menuntut ilmu baik di lembaga pendidikan formal atau nonformal yang ditempuh oleh seorang Muslim orientasinya tidak melulu mengejar ijazah, gelar dan jabatan tertentu, melainkan perlu diinsyafi pula bahwa belajar itu merupakan kewajiban tiap muslim dalam upaya mentaati perintah agama. Wallahu a’lam
M Haromain, pengajar di Pondok Pesantren Nurun ala Nur Wonosobo; penulis lepas, bergiat di Forum Intlektual Santri Temanggung.