Zizao, seorang pemuda fenomenal. Ia hidup bermukim di Desa Tamansa. Tak banyak yang tahu tentang kepribadiannya. Hanya saja, cerita kecil yang sempat didengar oleh seorang lelaki separo baya, ia seorang yang gemar mengumbar senyum hambar dan sikapnya yang tak banyak bicara. Memang susah ditebak. Namun ia sempat menulis di buku harian, tentang kemauannya yang melangit, tentang cita-citanya yang membumbung.
Menjadi orang kaya memang keinginannya. Merangkul istri cantik adalah idamannya. Memomong anak berwajah menawan dan jenius adalah impiannya. Ia ingin hidup serba kecukupan tanpa gelisah melanda jiwa.
Zizao sadar bahwa hidup tak cukup dijalani hanya dengan berpangku tangan. “Aku harus berusaha“, gumamnya dalam hati. Tapi, masih saja ia selalu bertanya bimbang: “Bermimpikah aku? Tidakkah orang lain punya keinginan yang sama seperti aku?”. Bagi lelaki separo baya, Zizao tak ubahnya seperti seorang pemimpi. Karena lelaki itu hanya tahu Zizao tak lebih seorang yang tertutup, kurang gaul, dan minim koneksi. Mungkinkah ia mampu menggapai segala keinginannya. Tetapi bagi orang bijak tentu akan segera menilai; keinginan Zizao tidak terlalu mengada-ada. Layaknya orang kebanyakan, wajar bila ia memendam sejuta hasrat dalam hidupnya.
Suatu hari, tanpa rencana sebelumnya. Zizao pergi ke sebuah bangunan tua yang biasa ditempati anak-anak belajar mengaji. Lamat-lamat ia mendengar wejangan sang guru kepada anak-anak itu. Wejangan agama? Mungkin saja. “…..bulan sya’ban adalah bulan keramat. Bulan penuh kedermawanan. Saat manusia menyematkan keinginannya di bulan ini, ia akan sesegera mungkin mampu menyatakan keinginan itu. Di bulan inilah Tuhan memanjakan hambanya dengan berbagai pahala dan piala kesuksesan, asal ia mau beribadah dan rajin berdo’a”. Anak-anak itu mengangguk-anggukkan kepala, entah apakah mereka paham atau karena mereka mengantuk. Sang guru terus bersemangat. Namun wejangan ini begitu menghujam hati dan menggugah pikiran Zizao. Ia bertekad akan mengadukan segala keinginannya kepada Tuhan di bulan ini. Bulan Sya’ban.
Tapi benarkah petuah sang guru tadi? Betulkah Bulan Sya’ban menjanjikan fadlilah (keutamaan) besar? Seperti apakah gerangan fadlilahnya? Amalan apa yang musti dilakukan di bulan ini? Lalu bagaimana dengan tradisi pada tanggal 15 Bulan Sya’ban yang terjadi di masyarakat kita; berjabatan tangan, yasinan, menghidangkan nasi sesajen dan lain sebagainya? Bagaimana semestinya menghadapi Bulan Sya’ban ini?
Bersambung…