Banyak yang Belum Tahu, Inilah Jalan Panjang Kepahlawanan Kiai As’ad

0
1313

 

JAKARTA – Warga Kabupaten Situbondo dan masyarakat Madura pada umumnya, patut berbangga dengan gelar Pahlawan Nasional yang dianugerahkan Presiden Joko Widodo kepada almarhum KHR. As’ad Syamsul Arifin, kemarin (9/11). Ada banyak upaya yang harus ditempuh, sehingga kepahlawanan kiai karismatik tersebut benar-benar diakui negara.

Ketua Tim Pengusulan kepahlawanan Kiai As’ad, Muhyiddin Khotib menjelaskan, Kiai As’ad wafat pada hari Sabtu 4 Agustus 1990. Sehari setelahnya, muncul pemikiran untuk mengusulkan nama Pengasuh kedua Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah (P2S2), yang berlokasi di Dusun Sukorejo, Desa Sumberejo, Kecamatan Banyuputih tersebut.

“Pada hari Minggu 5 Agustus 1990, saat pengajian tahlil, Rois’am PBNU, KH Ahmad Siddik menyampaikan beberapa hal penting. Kebetulan dalam acara yang dipimpin Kiai Abdus Somad, saya duduk disamping Kiai Siddik. Beliau mengatakan, jasa-jasa Kiai As’ad kepada negara telah berhasil memposisikan Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara,” papar Muhyiddin.

Pada hari itu, para ulama dan sejumlah pihak banyak yang menerima dan menganggap Kiai As’ad layak menyandang gelar Pahlawan Nasional. Tercetusnya usulan kali pertama oleh Kiai Siddik selanjutnya diperkuat oleh Pangdam V Brawijaya yang menjabat saat itu.

“Pangdam V Brawijaya kalau tidak salah, Bapak Hartono komentar di media massa dan banyak yang saat itu menulis termasuk di Jawa Pos. Kata Pangdam, “saya akan segera menindaklanjuti apa yang disampaikan kiai Siddik”,” imbuh Muhyiddin.

Namun, tercetusnya pemikiran untuk mengusulkan nama Kiai As’ad menjadi pahlawan hilang dari peredaran. Maklum, pada waktu itu banyak para ulama yang ikut berkabung sehingga usulan pahlawan tidak terurus. Apalagi, P2S2 saat itu harus dipimpin pengasuh baru yaitu almarhum KHR. Ahmad Fawaid As’ad.

Terendapnya usulan gelar kepahlawanan Kiai As’ad kemudian muncul kembali pada era reformasi. Saat itu, Presiden Abdurrahman Wahid yang disapa akrap Gusdur datang ke Sukorejo bertemu Kiai Fawaid. Pada waktu itu, sejumlah ulama meminta pengasuh ketiga P2S2 agar menyampaikan kembali usulan gelar pahlawan.

“Kiai Fawaid merasa tidak enak, karena beliau adalah garis lurus, yaitu anak Kiai As’ad. Maka kami pada waktu itu yang menyampaikan usulan itu kepada Gusdur. Sayangnya, sebelum semua proses usulan selesai, Gusdur sudah digoyah saat itu (lenser dari Presiden tahun 2000),” paparnya.

Nah, 14 tahun kemudian atau bertepatan dengan peringatan satu abad berdirinya P2S2 tahun 2014 lalu, warga, santri dan alumni meminta usulan kepahlawanan kiai diusulkan kembali. “Pada peringatan satu abad itu saya ditugasi pondok pesantren untuk menirim surat permohonan dan undangan kepada Gubenur Jawa Timur, Bapak Soekarwo dan Wagub Bapak Syafullah Yusuf. Kemudian pada saat napak tilas perjuangan Kiai As’ad, Gus Ipul menyatakan akan mengusulkan Kiai As’ad menjadi pahlawan.

Dalam pernyaratannya, gelar Pahlawan Nasional harus diusulkan masyarakat melalu pemerintah kabupaten/kota. “Tahun 2014 itu berkas dan semua persyaratan digarap. Usulan masyarakat juga dilakukan melalui Pemkab Situbondo seperti disyaratkan,” katanya menjelaskan tahapan usulan.

Berangkat dari situ, Pemkab Situbondo melalui Dinas Sosial mulai membentuk DP2D tingkat 2. Berkas usulan yang dipersiapkan kemudian masuk ke DP2D tingkat propinsi. “Setelah naik ke pusat dari provinsi, itu sempat molor. Pada waktu itu sudah sempat dibahas, tetapi usulan itu dikembalikan lagi karena ada beberapa persyaratan yang kurang. Diantara persyaratan itu riwayat hidup, biografi kiai yang harus terbit melalui penelitian atau kajian akademis. Jadi yang ditanyakan itu pesan konkrit apa yang diberikan kiai As’ad di Muktamar NU ke-27 itu apa?,” jelas Muhyiddin.

Pertanyaan itu kemudian harus dijawab DP2D untuk memenuhi persyaratan Kiai As’ad. Muhyiddin menjelaskan, ada dua pesan penting dalam Muktamar NU ke-27 yang bertempat di Sukorejo tahun 1984 silam. Yaitu Kiai As’ad mengembalikan Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara serta meyakinkan peserta muktamar agar kembali ke Khittoh muktamar NU ke-26. “Pesan konkrit itu, kembalinya negara ke Pancasila dan kembalinya NU ke Khittohnya,” tegasnya.

Dua pesan konkrit ini tak hanya disampaikan begitu saja. Negara meminta DP2P untuk membuktikannya. Menurut Muhyiddin, tim pengusul kemudian harus mencari file, data, surat-surat penting, serta foto Kiai As’ad yang memberi pesan konkrit untuk keutuhan NKRI tersebut.

Dalam perjalananya, ditemukan serangkaian data yang menyebut tentang perjuangan Kiai As’ad dalam membela negara. Kiai As’ad tercatat sebagai Komandan Hizbullah Panarukan dalam bergerilya melawan penjajahan. Dia pernah diasingkan di Madura oleh penjajah. Namun, kisah-kisah ini belum menjawab apa yang membuktikan bahwa Kiai Asad pernah mengembalikan negara ke Pancasila dan mengembalikan NU ke Khittohnya?.

Perjuangan tim pengusul kepahlawanan Kiai As’ad tidak berhenti disitu. Muhyiddin mengaku, dia dan tim lain harus bertemu orang-orang penting yang pernah bersinggungan langsung dengan kiai. Diantara orang yang ditemui yaitu Tri Sutrisno, Kiai Mawardi, Kiai Makruf Amin, dan sejumlah tokoh lain.

“Kemudian bertemulah dengan tulisan Kiai Muiz Muzakki. Di situ dijelaskan, pada tahun 1983 Presiden Soeharto mensosialisasikan Pancasila sebagai falsafah negara. Yaitu Penataran, Penghayatan, Pengamalan Pancasila (P4) serta muncul GBHN. Ini kemudian menimbulkan keresahan yang sangat, dikalangan para ulama dan warga NU, banyak yang mengira Pak Harto akan menjadikan Pancasila sebagai Agama,” ungkapnya.

Muhyiddin kemudian menyambung ceritanya. Atas sosialisasi P4 yang diduga sebagai Agama baru, membuat Kiai As’ad merasa terpanggil untuk menyelesaikannya kasus yang membuat resah tingkat nasional tersebut. Kiai As’ad secara pribadi langsung menemui Soeharto untuk mempertegas apakah Soeharto menjadikan Pancasila sebagai Agama atau yang lain.

“Jadi pertanyaan Kiai As’ad (kepada Soeharto), Pancasila ini mau dijadikan agama atau menggantikan agama yang ada. Apa yang diganti, di Indonesia ini ada Islam, Kristen, Budha. Sampeyan mau menjadikan Pancasila agama?” jelas Muhyiddin.

Ketua tim pengusul kepahlawanan Kiai As’ad ini kemudian menyampaikan jawaban Soeharto. Pada saat ditanya Kiai As’ad seperti itu, Soeharto menjawab tidak. “Bahasa ‘tidak’ dari Soeharto ini kemudian dikelola oleh PBNU yang melibatkan lima tim. Ada Kiai Ahmad Siddik, Kiai Ali Maksum, Kiai Munasir, Kiai Maksum Syafii, dan Kiai As’ad. Pada waktu itu, Kiai Ahmad Siddik yang ditunjuk sebagai juru bicara untuk menyampaikannya di Muktamar NU ke-27 di Sukorejo (demi meredam keresahan jutaan warga NU),” tegasnya.

Pada waktu muktamar NU ke-27 berlangsung tahun 1984 di Sukorejo, keresahan akan “anggapan Pancasila akan menjadi agama baru” mencapai puncaknya. Perang kata dari sejumlah tokoh ulama sempat memanas. Bahkan, sebagaian kalangan kontroversi seperti tak mau menerima Pancasila.

Keresahan tersebut akhirnya berhasil diredam oleh juru bicara lima tim yang mengelola kata ‘tidak’ seperti ditanyakan Kiai As’ad kepada Soeharto. Kiai Ahmad Siddik (tidak dikehandaki hadir di muktamar), diam-diam masuk ke areal Muktamar. Dia menyamar dengan mengenakan kaos oblong demi menyampaikan hasil musyawarah lima tim yang tetap menyatakan Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara.

“Di situlah peran Kiai As’ad. Kiai Ahmad Siddik dalam muktamar itu menyebut bahwa Kiai As’ad telah mampu meredam perang kata soal Pancasila. Sehingga Pancasila buka menjadi Agama. Semua Agama berasas tunggal Pancasila. Setelah semuanya dingin, Soeharto datang ke muktamar tersebut,” papar Muhyiddin Khotib, menceritakan secara gamblang tentang temuan sebagian bukti-bukti yang menjadikan Kiai As’ad sebagai Pahlawan Nasional.

Setelah diyakini persyaratan usulan kepahlawanan Kiai As’ad lengkap. Tim DP2P kemudian kembali mengusulkannya. Tim pengusil memasukkan kembali usulan penghargaan tersebut pada Mei 2016 lalu. Begitu persyaratannya lengkap, dalam hitungan bulan Kiai As’ad dianugerahu gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Jokowi. “Kita mengusulkan hanya Pahlawan Nasional, tetapi Presiden memberi anugerah pula berupa Bintang Maha Putra kepada Kiai As’ad,” pungkasnya. (rri/als)

Sumber: radarbanyuwangi.jawapos.com/sukorejo.com

Tinggalkan Balasan