CyberDakwah.COM.Gugurnya Jenderal Qassem Soleimani ternyata berdampak ke mana-mana. Tuntutan awal Iran sebagai bagian dari apa yang disebutnya sebagai tindakan pembalasan adalah hengkangnya serdadu AS dari Irak. Tuntutan tersebut sejalan dengan keputusan politik pemerintah dan parlemen Irak yang juga melihat tindakan tentara AS dalam kasus teror terhadap Jenderal Qassem Soleimani adalah bentuk pelanggaran atas kedaulatan bangsa Irak.
Dalam sejarahnya, tentara AS hadir di Irak sejak tahun 2003, dan mereka bercokol hingga kini di Negeri 1001 Malam itu. Kehadiran tentara AS merupakan bagian dari invasi yang dilakukan oleh AS dan koalisinya terhadap Irak yang saat itu dipimpin Saddam Hossein. AS dan sekutunya menerang Irak dengan dua alasan: pertama, Saddam menjalin koalisi dengan kelompok teroris Al-Qaeda, dan kedua, Saddam memiliki dan mengembangkan senjata pemusnah massal yang ilegal (senjata biologis dan senjata kimia). Untuk alasan terakhir ini, AS menggunakan gambar-gambar dari satelit AS sebagai “data”.
Belakangan, setelah Irak hancur luluh lantak, semua yang dituduhkan AS itu ternyata tak lebih dari isapan jempol, alias hoax. Tak ada dokumen apapun yang menunjukkan keterkaitan antara Saddam dengan kelompok radikal teroris. Bahkan, sebenarnya, di antara kedua pihak (Saddam dan Al-Qaeda) terbangun relasi konflik saling meniadakan. Al-Qaeda berideologi Islam garis keras yang punya misi melibas faham manapun di luar Islam faham mereka. Sedangkan Saddam punya ideologi sosialis Arab (Ba’ats) yang sangat membenci faham politik berbasis agama.
Begitu juga dengan alasan kepemilikan Irak atas senjata pembunuh massal. Tak ada satupun situs atau pabrik yang ditemukan. Menhan AS saat itu, Collin Powell, akhirnya memang mengakui bahwa foto-foto satelit yang ia tunjukkan sebelumnya itu sebenarnya palsu. Irak memang pernah punya senjata kimia yang dipakai dalam perang melawan Iran. Akan tetapi, senjata kimia itu justru malah disuplai oleh AS, Jerman, dan negara-negara Barat yang dalam konteks perang Iran-Irak memang mendukung Saddam Hossein.
Meskipun alasan invasi dan pendudukan itu adalah dusta besar, tapi AS (dan sekutunya) tetap bercokol di Irak. Mereka berpesta pora menjadikan Irak selayaknya pampasan perang. Berbagai pabrik minyak internasional (dikenal dengan nama Big Oil) didatangkan ke Irak untuk mengekspolitasi kekayaan alam Irak; dan tentara asing itulah yang menjaganya.
Agar bisa tetap berada di sana, AS terus mengada-adakan berbagai isu. Iran terus dituduh sebagai ancaman Timur Tengah. Menurut AS, Iran mengembangkan senjata nuklir. Perlu kehadiran tentara AS yang bisa memberikan jaminan keamanan bagi kawasan Timur Tengah, termasuk Irak. Tuduhan itupun sejatinya sudah terbantahkan. Para ulama Iran berulangkali menegaskan bahwa senjata pembunuh massal. yang bisa membunuh anak-anak dan perempuan, bertentangan dengan prinsip-prinsip perang dalam Islam, yang melarang prajurit Islam membunuh warga sipil. Selain itu, para inspektur organisasi nuklir dunia (IAEA) juga bolak-balik ke Iran, dan mereka menyatakan bahwa Iran ‘clear’ dari tuduhan pengembangan senjata nuklir.
AS juga lalu mengembangkan wacana pengamanan Timur Tengah dari ancaman Al-Qaeda dan ISIS. Padahal, para pejabat AS sendiri mengakui bahwa Al-Qaeda, ISIS, Jabhah Al-Nusra, FSA, dan organisasi teroris lainnya adalah buatan AS sendiri.
Ketika Timur Tengah terus membara seperti yang kita saksikan dalam beberapa dekade sekarang ini, di sana kita saksikan jejak-jejak berdarah AS. Karena itu, jika dunia ingin melihat Timur Tengah yang damai, sudah saatnya untuk menciptakan situasi ‘Timur Tengah tanpa AS’; dan itu bisa dimulai dari hengkangnya tentara AS dari Irak.(Liputan Islam)