Haji Pernah Beberapa Kali Dibatalkan

0
344

Otoritas Arab Saudi melakukan banyak langkah untuk menekan penyebaran virus corona (Covid-19) di wilayah Kerajaan, termasuk menghentikan penerbitan visa umrah baik untuk jamaah asal Saudi sendiri maupun untuk jamaah dari negara-negara lain.

“Pihak Kerajaan untuk sementara menangguhkan ibadah umrah ke Makkah dan mengunjungi Masjid Nabawi di Madinah untuk warga asli dan pendatang guna mencegahan penyebaran virus Corona,” tulis Kementerian Luar Negeri Arab Saudi lewat akun twitter resminya, @KSAmofaEN, Rabu (4/3). Belum diketahui sampai kapan larangan mengerjakan umrah itu akan berlangsung.

Saudi juga menutup Masjidil Haram dan Masjid Nabawi untuk dilakukan sterilisasi guna mencegah penyebaran Covid-19. Penutupan dua masjid tersuci umat Islam itu dilakukan pada Kamis (5/3) malam, satu jam setelah Shalat Isya, dan dibuka kembali pada Jumat (6/3).

Seiring dengan hal itu, muncul pertanyaan di kalangan umat Islam di seluruh dunia tentang apakah haji tahun ini akan dibatalkan? Tidak seperti umrah yang bisa dikerjakan kapan saja sepanjang tahun, haji hanya bisa dilaksanakan pada awal bulan Dzul Hijjah, bulan terakhir di kalender Hijriyah.

Dalam kalender Masehi, haji tahun ini akan diselenggarakan pada bulan Juli atau sekitar tiga bulan lagi. Memang, otoritas Saudi belum memutuskan apakah haji tahun ini akan dibatalkan atau tidak. Namun, Saudi telah menghentikan sementara perjalanan ke dan dari hampir semua negara Eropa dan lebih dari 12 negara di Asia dan Afrika—bisa saja jumlah negaranya bertambah seiring perkembangan penyebaran Covid-19. Langkah terbaru, Saudi menerapkan lockdown di Makkah, Madinah, dan ibu kota Riyadh.

Mungkin banyak orang yang bisa memahami jika haji tahun ini dibatalkan, mengingat pandemi Covid-19 hingga hari ini belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Terlebih belum ditemukannya vaksin atasnya.

Kalaupun haji tahun ini benar-benar dibatalkan, itu bukan merupakan yang pertama kali. Karena dalam sejarah Islam, haji pernah beberapa kali dibatalkan karena berbagai macam faktor. Di antaranya adanya penyakit, konflik, aktivitas bandit dan perampok, dan alasan lainnya.

Pada awal Maret lalu, seperti dilaporkan alaraby (9/3), Yayasan Raja Abdulaziz untuk Riset dan Arsip merilis data bahwa dalam sejarahnya haji dibatalkan atau haji dengan jumlah jamaah sangat rendah sebanyak 40 kali. Mungkin, pembatalan haji yang paling masyhur terjadi pada tahun abad ke-10 M atau ke-3 H, setelah sekte Qaramithah mengambil alih Masjidil Haram.

Qaramithah, menurut laporan tersebut, adalah kelompok yang dinisbatkan kepada seorang laki-laki dari Kufah bernama Qirmith, yang mengajak kepada kekufuran secara terang-terangan. Sekte ini berbasis di Arab timur dan mendirikan negara mereka sendiri di bawah Abu Taher al-Janabi. Sistem kepercayaan mereka didasarkan pada Islam Syiah Ismailiyah yang bercampur dengan unsur-unsur gnostik.

Mereka menganggap ibadah haji adalah ritual pagan. Karenanya, mereka—di bawah komando Abu Taher- melancarkan serangan ganas ke Makkah selama musim haji pada 930. Dalam serangan itu, mereka membunuh 30 ribu jamaah dan membuang jasad mereka ke sumur zamzam. Mereka kemudian mengambil Hajar Aswad dan membawanya ke basis kekuasaan mereka, Hajar (Bahrain). Selama 10 tahun setelah kejadian itu ibadah haji dibatalkan.

Sebelumnya, pada 865 M, Ismail bin Yusuf yang dikenal dengan al-Safak memimpin pemberontakan melawan Dinasti Abbasiyah. Pada saat itu, al-Safak membantai jamaah haji yang tengah berkumpul di Gunung Arafah. Kejadian ini memaksa pembatalan haji.

Pada 1000 M, pembatalan haji disebabkan karena alasan yang sederhana, yaitu meningkatnya biaya perjalanan haji. Pada 1831 M, wabah dari India membunuh hampir tiga perempat dari total jamaah haji. Kemudian antara 1837-1892, infeksi menyebabkan ratusan jamaah meninggal setiap harinya.

Dalam sejarahnya, infeksi kerapkali menyebar selama musim haji. Sebelum zaman modern, hal ini jauh lebih menjadi masalah dari pada hari ini. Karena, ribuan jamaah berkumpul bersama dengah jarak yang begitu dekat, sementara perawatan—untuk penyakit yang terkadang mematikan—tidak memadai.

Sementara pandemi virus corona yang menyebar di 199 negara (per 29 Maret 2020) mungkin sangat mengganggu penyelenggaraan haji pada tahun ini—kalau memang haji tetap dilaksanakan. Mengingat virus ini cukup ‘ganas’ dan mudah menyebar karena telah menginfeksi 677.705 orang di seluruh dunia, di mana 31.737 kasus berakhir dengan kematian. (NU online)



Tinggalkan Balasan