PT Mifa Diminta Prioritaskan CSR untuk Modal Usaha Rakyat

0
294

Wakil Ketua Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA) Aceh Barat, Dr. Tgk. Rahmat Saputra, mendorong PT Mifa Bersaudara untuk lebih memfokuskan program Corporate Social Responsibility (CSR) pada pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui bantuan modal usaha dan penguatan UMKM. Hal ini disampaikan setelah acara silaturahmi dan buka puasa bersama PT Mifa Bersaudara di Cafe Seulawah yang dihadiri oleh Perwakilan Pimpinan Dayah, HUDA, NU, MUDAB, serta berbagai organisasi keagamaan lainnya pada Jum’at, 21/03/2025.

Sebagai Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Darul Hikmah Aceh Barat, Dr. Rahmat mengapresiasi kontribusi PT Mifa dalam program CSR yang telah memberikan manfaat bagi masyarakat. Ia juga mengapresiasi PT Mifa yang telah mendukung program Pemerintah Kabupaten Aceh Barat dalam upaya mengurangi angka kemiskinan ekstrem, pendampingan UMKM, dukungan modal, serta berbagai program pemberdayaan lainnya. Namun, ia menilai perlu ada alokasi dana CSR yang lebih besar untuk modal usaha & penguatan UMKM yang mengarah pada kemandirian ekonomi masyarakat Aceh Barat.

“Program CSR berupa santunan tahunan itu baik, tetapi dampaknya tidak berkelanjutan. Program umroh juga kami apresiasi. Semua program CSR yang berdampak langsung pada masyarakat kita dukung, tetapi bantuan modal usaha untuk kemandirian ekonomi masyarakat perlu diprioritaskan. Jika kita ingin benar-benar memberdayakan, maka kita harus mendorong masyarakat agar mampu berdikari agar tidak lagi bergantung pada donasi,” ujarnya.

Dr. Rahmat menyoroti fakta bahwa banyak pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) kesulitan mendapatkan akses modal usaha, sehingga mereka sulit untuk berkembang. Di tengah tantangan ini, mereka juga harus berhadapan dengan 31 gerai minimarket seperti Alfamart dan Indomaret yang telah tersebar di Aceh Barat, serta perubahan perilaku konsumen yang mulai beralih ke belanja online.

“Saat ini, banyak usaha kecil kesulitan bertahan karena akses modal yang terbatas. Di sisi lain, mereka juga menghadapi tantangan besar dalam menghadapi persaingan dengan ritel modern dan e-commerce spt shopee, tiktok shop, dll. Jika mereka tidak memiliki cukup modal & tidak ada pendampingan, jangankan berkembang bertahan saja susah padahal usaha itu yang menjadi penopang hidup keluarga,” jelasnya.

Sebagai Pimpinan Dayah RUMI, Tgk. Rahmat juga menegaskan pentingnya kemandirian ekonomi Dayah. Menurutnya, bantuan fisik kepada Dayah tetap diperlukan, tetapi bantuan non fisik yang bersifat produktif perlu diprioritaskan untuk membangun kemandirian ekonomi sehingga Dayah tidak terus-menerus bergantung pada donasi untuk operasionalnya.

Dengan semangat pemerintah daerah sekarang, Dr. Rahmat optimis permasalahan pengangguran dan ketimpangan ekonomi di Aceh Barat dapat diselesaikan melalui sinergi dan kolaborasi lintas sektor yang lebih baik.

“Di Meulaboh ada Universitas Teuku Umar dengan berbagai fakultasnya, bahkan sudah ada prodi bisnis digital, di STAIN Teungku Dirundeng Meulaboh ada jurusan ekonomi Islam, di STAI Darul hikmah ada prodi ekonomi syariah, STIMI dengan prodi manajemennya, dan beberapa kampus lainnya. Bahkan juga ada kampus yang baru berdiri di Meulaboh Universitas Cipta Mandiri. Jika kita dapat bersinergi & berkolaborasi tentu akan sangat mendukung pemberdayaan ekonomi di Aceh Barat. Salah satunya melalui program inkubasi UMKM,” jelasnya.

Ia mengusulkan, “Pemerintah daerah melalui dinas terkait perlu bekerja sama dengan perusahaan & perguruan tinggi untuk memberikan pendampingan, edukasi, serta pelatihan bisnis, semacam inkubasi UMKM. Sementara itu, dana CSR dapat dialokasikan sebagai modal usaha bagi mereka yang lulus program inkubasi,” tambahnya.

Dr. Rahmat juga mengatakan bahwa selain bantuan modal usaha, UMKM juga perlu sarana dan prasarana, peralatan teknologi, penerapan akuntansi/manajemen keuangan, akses market yang lebih luas, serta dukungan pemasaran melalui digitalisasi.

Wakil Ketua Forum Pimpinan Perguruan Tinggi Islam Swasta Aceh ini juga mengatakan bahwa dengan dana CSR PT Mifa yang mencapai 50 miliar, jika 30% saja dialokasikan untuk modal usaha, dampaknya akan sangat besar bagi kemajuan ekonomi di Aceh Barat.

“Bayangkan, jika 15 miliar dialokasikan untuk modal usaha masyarakat, dampaknya tentu luar biasa. Ini akan menciptakan lebih banyak lapangan kerja, menekan angka pengangguran, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan. Pemerintah perlu melihat ini sebagai salah satu solusi terbaik dalam membangun kemandirian ekonomi masyarakat yang menjadi substansi dari penerapan syari’at Islam,” katanya.

Ia memberikan contoh program Umrah yang sudah berjalan dengan budget sekitar 30 juta per orang. Jika dengan budget yang sama, dana CSR dapat dialokasikan untuk bantuan modal usaha akan sangat bermanfaat bagi masyarakat dalam jangka panjang.

“Jika dengan budget yang sama 30 juta ini dapat dialokasikan untuk modal usaha bagi Dayah, kelompok masyarakat, atau perorangan, dampaknya akan jauh lebih besar. Dengan pendampingan yang tepat, usaha yang dibantu akan berkembang dan menciptakan lapangan pekerjaan baru, sehingga masyarakat tidak terus bergantung pada santunan,” pungkasnya.

Lebih lanjut, akademisi HUDA ini menegaskan bahwa CSR harus diprioritaskan pada program yang produktif dan berdampak nyata bagi kemandirian ekonomi, yang pada akhirnya akan mendukung kemajuan Aceh Barat dan menjadi substansi dari penerapan syariat Islam yang sesungguhnya.

Tinggalkan Balasan