Allah Tidak Membiarkan Perempuan Cemburu

0
925

Sebuah keegoan ketika mengatakan bahwa “laki-laki lebih mulya atau terhormat dari pada perempuan”. Hal ini lah yang pernah terjadi di masa jahiliah, dan tidak perlu diulangi lagi pada masa sekarang ini. Sebab ketika Islam datang, ajaran-ajaran yang diwarnai kezhaliman terhadap perempuan terus dikikis, demi tegaknya kehidupan dunia yang indah, tentram, dan aman. Perempuan tak lagi menjadi mahluk yang termarjinalkan, meringkuk di bawah injakan laki-laki.

Namun terkadang pada masa sekarang ini masih saja ada yang menganggap bahwa laki-laki lebih terhormat dari pada perempuan, laki-laki ada di atas perempuan. Apalagi alasan agama yang ditonjolkan. Ini menunjukkan bahwa pengetahuan tentang Islam masih belum didapat secara utuh. Sehingga perlu kiranya untuk menjelaskan tentang kesetaraan ini.

Dalil atau bukti yang menunjukkan terhadap kesetaraan antara perempuan dan laki-laki banyak, di antaranya:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

“Sesungguhnya kami ciptakan kamu dari seorang perempuan dan laki-laki dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah maha mengenal.” (QS. al-Hujurat: 13)

Ayat ini menunjukkan bahwa antara perempuan dan laki-laki tidak ada bedanya dalam segi asal penciptaanya. Di samping itu juga berbicara tentang bahwa kemulyaan perempuan dan laki-laki bukan dipandang dari segi suku atau bangsanya saja, melainkan ketakwaannya.[1] Jadi siapa saja (perempuan atau laki-laki) yang bertakwa berhak mendapatkan kemulyaan di sisi Allah.

Hal ini juga selaras dengan firman Allah berikut ini:

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (97)

“Barang siapa yang mengerjakan amal shaleh, baik perempuan atau laki-laki dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan sesungguhnya akan kami beri balasan pada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan” (QS. al-Nahl: 97)

Sehingga dengan melihat hal ini, memberi pemahaman bahwa Allah memang tidak membedakan antara hambanya, apalagi terhadap zhahirnya. Seperti yang telah dijelaskan tadi bahwa ketakwaan lah yang membedakan. Berarti dengan ini menghapus kesan bahwa Allah lebih mendahulukan laki-laki dari pada perempuan. Seperti pemahaman bangsa jahiliah yang mengannggap perempuan sebagai penghuni second class (kelas dua).

Dalam sebuah riwayat dijelaskan bahwa Ummu Salamah setelah hijrah mengeluh. Dia berkata pada nabi: “Wahai Rasulullah aku tidak pernah mendengar Allah menyebut-nyabut sesuatu (pahala) untuk perempuan saat hijrah?”.[2] Lalu turunlah ayat berikut:

فَاسْتَجَابَ لَهُمْ رَبُّهُمْ أَنِّي لَا أُضِيعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِنْكُمْ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى بَعْضُكُمْ مِنْ بَعْضٍ فَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَأُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ وَأُوذُوا فِي سَبِيلِي وَقَاتَلُوا وَقُتِلُوا لَأُكَفِّرَنَّ عَنْهُمْ سَيِّئَاتِهِمْ وَلَأُدْخِلَنَّهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ ثَوَابًا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الثَّوَابِ

“Maka tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), ‘Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka orang yang berhijrah, orang yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalanku, yang berpegang dan yang terbunuh, pastilah akan ku hapus kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah akan aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai pahala dii sisi Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pada pahala yang baik’.” (QS. Ali Imran:195  

Dalam ayat tersebut Allah menegaskan kembali bahwa perbuatan baik dari siapa saja, perempuan atau laki-laki pasti akan sama-sama mendapatkan pahala. Dengan sama-sama mendapatkan pahala itulah, akan menghapus anggapan bahwa perempuan merupakan orang yang tidak bernilai di hadapan Allah. Hal ini juga menegaskan bahwa pandangan Islam terhadap perempuan tidak seperti pandangan agama-agama yang sudah jauh menyimpang dari tuntutan Allah.

Pada ayat tersebut Allah juga menyebutkan َبعْضُكُمْ مِنْ بَعْضٍ. Menanggapi kalimat ini Dr. Quraish Shihab, M.A mengatakan:

“Ini dalam arti bahwa sebagaian kamu (hai umat manusia yang berjenis kelamin laki-laki) berasal dari pertemuan ovum perempuan dan sperma lelaki dan sebagian yang lain (hai umat manusia yang berjenis kelamin perempuan) demikian juga halnya. Kedua jenis kelamin ini sama-sama manusia, dan tidak ada perbedaan antara mereka dari segi asal kejadian serta kemanusiaannya.”

Mengenai amal baik dari perempuan dan laki-laki, yang akan sama-sama diberi pahala juga disebutkan oleh pada ayat lainnya, yaitu:

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (97)

“Barang siapa yang mengerjakan amal shaleh, baik perempuan atau laki-laki dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan sesungguhnya akan kami beri balasan pada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan” (QS. al-Nahl: 97)

Penyebutan kata مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى untuk mempertegas bahwa kata مَنْ bukan hanya mengena pada lelaki. Sebab kata مَنْ pada zhahirnya menunjukkan pada mudzakkar (laki-laki), terlebih dengan adanya dhamir (kata ganti) هُوَ yang tak lain merupakan dhamir untuk mudzakkar yang kembali pada kata  مَنْ.[3] Apalagi ada anggapan kalau disebutkan kata مَنْ hanya tertentu pada lelaki disebabkan perempuan tidak masuk dalam banyak hukum dan perbincangan kecuali dengan cara taghlib (peng-umuman) atau tabiyyah (ikut pada laki-laki).

Selain itu Allah juga mensejajarkan antara perempuan dan laki-laki dalam masalah amar ma’ruf nahi mungkar (memerintah untuk melakukan kebaikan dan melarang untuk melakukan keburukan). Allah berfirman:

وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ

“Dan orang-orang yang beriman, perempuan dan laki-laki, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar.” (QS. al-Taubah: 71)

Merujuk pada ayat di atas, maka perempuan bisa melakukan amar ma’ruf nahi mungkar dengan cara apapun, termasuk dengan melalui panggung politik. Sebab amar ma’ruf nahi mungkar memang sangat berkaitan erat dengan kekuasaan. Sehingga tidak ada larangan bagi perempuan untuk masuk kancah perpolitikan.

Beberapa dalil di atas merupakan bukti yang cukup untuk menunjukkann bahwa perempuan dan laki-laki tidak ada bedanya. Mereka mempunyai kedudukan yang sama dalam Islam. Tidak ada yang lebih diunggulkan, kecuali kalau mereka berusaha untuk menjadi yang terdepan, dengan  melalui amal shaleh tentunya. Amal shaleh merupakan sarana untuk menjadi yang terbaik di hadapan Allah. Kesempatan untuk berlomba-lomba menuju keunggulan juga terbuka lebar bagi keduanya. Karena memang telah disediakan porsi masing-masing, dengan dilengkapi nilai-nilai persamaan.



[1] Dr. M. Quraish Shihab, M.A., Wawasan al-Qur’an, 298

[2] Jalaluddin al-Suyuti, Al-Darru al-Mansur, III/21

[3] Syihabuddin Mahmud Ibnu Abdillah al-Husaini al-Alusi, Ruh al-Ma’ani fi Tafsiri al-Qur’an al-Azhim wa Sab’ al-Matsany, X/293; Abu Qasim Mahmud bin Umar bin Ahmad al-Zamakhsari, al-Kasysyaf, III/397.

Sumber Gambar: skripsitesis4u.blogspot.com

Tinggalkan Balasan