Masih segar dalam ingatan kita, “Polisi vs TNI” bukan kasus yang pertama kali terjadi. Di tahun-tahun sebelumnya kasus Polisi vs TNI sudah pernah terjadi, seperti kasus di tahun 2005, perselisihan dipicu oleh kecelakaan antara personil masing-masing kesatuan TNI maupun Polri yang diikuti saling mengolok atau ada juga bentrok yang dipicu anggota TNI yang menolak ditilang polisi, karena saling menyerobot antrean BBM, menolak membayar tiket masuk, dan kupon retribusi, hingga perselisihan saat mabuk. Ada juga beberapa kasus bentrokan yang dimulai karena personil dari kedua angkatan berebut perempuan. Yang paling menyeruak dan menarik perhatian publik adalah peristiwa baku tembak antara pasukan TNI dan Personil Polri, yang biasanya bermotif balas dendam.Motif balas dendam itu pernah terjadi di Ternate, Maluku Utara, pada tahun 2007 silam.
Belum lagi “cecak vs buaya” jilid dua yang membuat kita hanya bisa mengelus dada menyaksikan retorika politik yang dibangun dalam selubung kemunafikan. Beribu tafsir kedatangan polisi kekantor KPK, beribu sangkaan telah kita lakukan dan berjuta pernyataan telah di anulir hanya demi satu kata “munafik” atas kejadian itu.
Hari kamis pagi, 7 maret 2013, puluhan anggota batalyon armed 15/ 105 tni tarik martapura membakar mapolres Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan. mareka dengan sesuka hati membakar mapolres tersebut karena adanya perselisihan pendapat diantara dua institusi pelindung masyarakat itu. Setelah mereka melakukan pembakaran, para tentara itu tidak berhenti melakukan perusakan. Di perjalanan, mereka juga menghancurkan dua pos lalu lintas dan pos sub sektor. Mereka bahkan menyerbu Mapolsek Martapura. Akibatnya, Kapolsek Martapura Kompol Ridwan terluka dan dalam kondisi kritis akibat insiden memalukan tersebut.
Hal terbaru di Sleman Yogyakarta yang masih hangat diperbincangkan oleh setiap lapisan masyarakat akibat penembakan secara sadis di rutan hingga menewaskan empat orang tahananya. Berbagai spekulasi muncul dari semua sumber bahwa ada indikasi hanya orang terlatih yang bisa masuk ke rutan yang dijaga ketat oleh sipir. Siapapun, pemberontak itu yang pasti kemunafikan terselip dibalik kejadian hina dan memalukan itu harus menjadi catatan khusus pemerintah untuk lebih sering memetaforfosis dengan keadilan.
Dari koreksi kita sebagai penonton setia berbagai gejolak itu adalah egoisme dan fanatisme kebablasan yang patut disandangkan kepada mereka. Keadilan kian tergadaikan oleh kepentingan pribadi dan kelompok yang masuk melalui celah-celah kemunafikan serta retorika politisasi hukum. Hukum dinegara masih tebang pilih yang menganut sistem rimba pada jaman jahiliyah 14 abad silam. Hukum yang tajam sebelah membuka peluang baru terhadap semua oknum untuk bermain di air kotor demi mengumpulkan rupiah.
Padahal, dalam konsep islam Asas Keadilan, keadilan adalah asas pembuka jalan bagi setiap orang untuk mendapatkan hak-hak asasnya sebagai manusia merdeka serta bangsa yang merdeka seutuhnya tanpa diskriminasi. Keadilan kini hanya ada dalam al-Qur’an, sedangkan aplikasinya hanya tinggal harapan setiap masyarakat kecil Indonesia.
Barometer sederhanya ada di dalam al-Qur’an yang dibawa oleh Rasulullah SAW:
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia (orang yang tergugat dan yang terdakwa) kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin lari dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan” (Q.S. 4:135).
“Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah karena adil itu lebih dekat kepada takwa” (Q.S. 5:8).
Oleh karena itu, kalaupun Negara kita ada berasaskan Pancasila bukan berarti kita tidak boleh mempelajari dan mengapliksikan nilai-nilai edukatif al-Qur’an yang berlaku universal pada tatanan pemerintahan untuk menegakkan keadilan. Termasuk menjaga stabilitas, sinergitas dan intensitas antar sesama aparatur pemerintah maupun pemerintah dan masyarakat demi kemerdekaan dan kesejahteraan Negara seutuhnya. Falyatafakkar!
Sumber gambar: kebindo.blogspot