“Kembali Pada Qur’an dan Hadist”, Semboyan PEMBODOHAN

0
585

Banyak aliran dan faham kurang relefan di Negara kita dengan mengampanyekan semboyan kembali pada Qur’an dan Hadis. Mereka menganggap golongan lain yang tidak sepihak dengannya dianggap sesat dan bahkan kafir. Dasar pemikirannya adalah siapapun yang tidak mengikuti pekerjaan atau tingkah laku nabi yang merupakan cerminan dari Qur’an adalah orang yang tidak patuh pada yang telah dilakukan nabi dulu atau yang sering mereka sebut bid’ah.

Apapun bentuknya dan bagaimanapun pekerjaannya yang tidak ada sewaktu nabi maka dianggap bid’ah. Belakangan ini kita sering di hadapkan pada pernyataan kelompok yang mengatasnamakan kelompok paling benar karena berlandaskan pada kutipan hadist maa’ana alaihi wa ashabi yaitu orang yang selamat adalah orang yang senantiasa mengikuti nabi dan para sahabatnya. Jadi, yang melakukan pekerjaan diluar Qur’an atau Hadis adalah orang atau golongan yang akan masuk neraka.

Belum lagi ada pihak yang sangat aktif mengkritisi aliran atau golongan lain, mereka mempertanyakan, (As-shoalatu Khairu Min Anaum) kenapa adzan subuh itu hanya di ukur dengan orang yang tidur? Padahal masih banyak pekerjaan yang lebih mulia untuk di ukur dengan sholat?. Aduh…! Payah juga ternyata…..!

Padahal kalau kita memang lebih kritis lagi tidak ada ilmu pengetahuan bikinan nabi Muhammad SWA dan tidak semua pekerjaan atau bahkan sholat sekalipun di urai secara gamblang dalam Qur’an. Al-Qur’an hanya mengulas secara global terkait semua pekerjaan, ilmu pengetahuan dan lain sebagainya untuk selebihnya ulama yang mengembangkannya. Dapat kita contohkan dalam Qur’an, Allah berulang-ulang menyuruh kita sholat tidak ada satupun ayat yang menerangkan syarat, rukun dan waktunya secara gamblang. Begitu juga Al-Qur’an yang kita baca saat ini, kita mungkin dipastikan tidak akan bisa membacanya tanpa adanya ilmuan muslim yang memberi titik dan harokat untuk memudahkan membaca kitab paling sempurna itu.

Al-Qur’an dan Hadist butuh kajian mendalam untuk mengungkap lebih dalam makna sebenarnya karena tidak cukup satu ayat itu di tafsiri hanya satu makna dan satu penafsiran saja melainkan menimal 6000 makna dan penafsiran per satu ayat atau kata. Kita hanya bangga dengan berpedoman pada satu ayat atau hadist dengan makna dan penafsiran yang terbatas dan menyalahkan orang atau kelompok lain karena tidak sepaham dengan mereka. Padahal semakin dalam kita mengkaji ayat itu semakin indah dan semakin luas makna yang sebenarnya.

Kalau semua yang baru dianggap bid’ad  dan sesat, maka berarti semua orang setelah sepeninggal nabi Muhammad SAW adalah orang yang sesat dan ahli bid’ah.  Kita tidak akan terlepas dari sesuatu yang baru karena rotasi waktu dan kemajuan pemikiran yang terus berinovasi dengan kebutuhan manusia. Tidak ada dalam Al-Qur’an dan Hadist yang melarang pembaharuan dan kemajuan suatu bangsa bahkan Allah SWT menantang seluruh hamba-Nya untuk selalu mengembangkan pemikirannya untuk dapat menerobos langit.

Lalu, kenapa tidak pernah berpikir????

Tinggalkan Balasan