Bolos, Anggota DPR “Makan” Gaji Haram

0
1016

Sebuah Fakta

DPR adalah salah satu lembaga tinggi dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan lembaga perwakilan rakyat. Sedangkan anggota DPR terdiri dari anggota partai peserta pemilihan umum yang dipilih langsung saat pemilu legislatif, dan sejak pemilu 2004, anggota DPR dipilih secara langsung oleh rakyat. Mungkin hal ini bertujuan agar anggota DPR bisa membawa aspirasi rakyat, sehingga betul-betul sebagai wakil rakyat.

Setidaknya ada tiga fungsi dari DPR itu, yaitu fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan yang dijalankan dalam kerangka representasi rakyat. Fungsi legislasi ini dilaksanakan untuk membentuk undang-undang bersama presiden dan ini memang fungsi utama dari DPR. Oleh karenanya anggota DPR itu seringkali melakukan sidang pembahasan UU. Hanya saja akhir-akhir ini kinerja anggota DPR dalam hal ini seringkali disorot, karena terget legislasi tidak tercapai. Parahnya, bukan faktor alam yang menjadi penyebabnya, melainkan faktor kelalaian karena sering bolos sidang. Bayangkan, dari target 69 RUU pada tahun 2012 hanya 30 RUU saja yang menjadi undang-undang.

Terbaru, BK DPR membeberkan nama-nama yang sering bolos dalam sidang II, dari 4 Januari sampai 5 Maret 2013. Dari nama-nama yang tercantum itu, ternyata ada yang tidak pernah hadir sama sekali dalam sidang. Ini sungguh memprihatikan dan akan menghambat keberlangsungan fungsi DPR. Yang lebih memprihatinkan lagi, banyak anggota DPR yang merasa bolos dari sidang itu bukanlah sebuah kesalahan. “Jangan hanya kami yang dipermasalahkan hanya karena tidak absen. Anggota DPR itu bukan pegawai kantoran yang masuk jam 08.00 pulang jam 16.00 sore”. Demikianlah salah satu komentar Puan yang sepertinya tidak tepat untuk mengomentari bolos, karena ikut sidang itu bagian dari kewajiban, jadi bukan masalah ngantor atau tidak. Yang juga menjadi aneh dan mengakibatkan bolos sudah menjadi kebiasaan anggota DPR, mereka tidak setuju usulan penggunaan Finger Print sebagai alat pengabsenan. Dan info paling terbaru, untuk sidang paripurna tanggal 20 Mei 2013 ada sekitar 173 orang yang tidak hadir. Mereka pun ketika bolos dari sidang tidak bisa beralasan mengunjungi kostituen karena jaring aspirasi dan lain sebagainya sudah ada jadwalnya tersendiri.

Ini pun masih membahas bolos dari sidang. Belum lagi ketidakseriusan dalam mengikuti sidang, karena buktinya masih banyak yang tidur, main HP dan lain sebagainya. Padahal ketika sidang itu seharusnya mereka memikirkan rakyat.

Komentar Fiqh

Fungsi legislasi—sebagaimana telah diungkapkan sebelumnya—untuk membentuk undang-undang sebagai aturan yang diterapkan di negara ini demi terwujudnya kemaslahatan atau kesejahteraan rakyat. Rakyat mempunya harapan besar pada mereka yang sudah menjadi wakilnya. Rakyat menginginkan segala undang-undang yang dibuat memberikan solusi yang tepat bagi kemajuan bangsa. Bukan hanya menguntungkan pada segelintir orang dan yang lain ditindas oleh undang-undang itu.

Hanya saja, harapan besar masyarakat ini kadang sirna begitu saja, padahal mereka rela “menggaji” para wakilnya dengan pajak yang disetorkan oleh rakyat. Bukan hanya kadang karena undang-undangnya yang  tidak pro rakyat, tapi juga karena mereka seringkali tidak menjalankan tugas dengan baik. Sebagai bukti masih banyak yang bolos sidang.

Penting sekali untuk diingat, fungsi legislasi merupakan tugas pokok dari para wakil rakyat yang didahului dengan jaring aspirasi rakyat karena memang sebagai wujud wakil rakyat. Dengan demikian, dalam pundak wakil rakyat ini ada amanah untuk menjalankan tugas sebaik-baiknya. Ketika tugas-tugas yang dibebankan sudah tidak dihiraukan atau kurang diperhatikan maka mereka sudah termasuk tidak amanah. Padahal Allah dengan tegas sudah memerintahkan dalam firman-Nya,

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah pada orang yang berhak menerimanya”. (QS. Al-Nisa’: 58)

Menurut al-Razi, amanah itu dibagi menjadi tiga, yaitu: amanah pada Allah, amanah pada semua makhluk, dan amanah pada diri sendiri. Amanah pada Allah diwujudkan dengan melakukan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Sedangkan amanah pada semua makhluk ini seperti menjaga barang titipan dengan baik, tidak membuka aib seseorang, menjalankan tugas dengan baik, dan lain sebagainya. Yang terakhir inilah amanah yang diemban oleh anggota DPR.

 

Lantas bagaimana kalau amanah yang diberikan tidak dijalankan?, padahal mereka digaji untuk menjalankan amana. Apakah gajinya lalu berstatus menjadi haram?.

Sebelum menjawab pertanyaan ini, perlu diketahui terlebih dahulu apa nama kontrak antara negara dengan anggota DPR dalam pandangan fiqh, karena ini berhubungan dengan status gaji yang diterima anggota DPR. Kontrak atau akad antara pemerintah dengan anggota DPR disebut dengan akad ijarah, dalam bahasa indonesia disebut dengan sewa.

Ijarah dikenal juga dengan sebutan jual beli manfaat. Berarti yang menjadi manfaat dalam hal di atas itu segala tugas yang diberikan oleh negara, mencakup tiga hal, legislasi, anggaran, dan pengawasan. Oleh karenanya, mereka mendapatkan gaji karena telah menjalankan tigas tugasnya itu. Sehingga mereka tidak berhak mendapatkan gaji kalau tugas yang telah dibebankan tidak dilakukan. Selain itu, ketika manfaatnya itu tidak ada, berarti muqabil (bandingan/imbalan) dari gaji yang diterima tidak ada. Padahal manfaat merupakan salah satu dari rukun ijarah. Sehingga ketika manfaatnya tidak ada maka akadnya tidak sah, upahnya pun haram. Sama halnya seperti menjual barang dengan harga tertentu, lalu ketika barang tidak diserahkan maka uang pembelian pun tidak perlu diserahkan. Kalaupun toh tetap diambil maka uang itu masuk uang haram.

Dengan demikian, ketika ada anggota DPR tidak menjalankan tugas dengan baik, sering bolos, tidak menjaring aspirasi masyarakat, tidak menyampaikan aspirasi masyarakat, maka gaji yang mereka terima termasuk uang haram. Kalau hal ini terjadi, tentu membahayakan dan mengancam terbengkalainya aspirasi masyarakat. Belum lagi kalau mereka mengkorupsi uang rakyat. Uang rakyat dipakai secara serampangan tak ubahnya uang sendiri, semisal berwisata dengan dalih kunjungan kerja hanya biar dapat jalan-jalan gratis. Semoga saja kalau memang ini benar-benar terjadi bisa cepat sadar dan bertaubat.

 

Image: static.liputan6

Tinggalkan Balasan