Zakat Sebagai Sarana Interaksi Sosial

0
662

”Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya)”. (QS. Ar-Rum ayat 39)

65 tahun sudah kemerdekaan berlalu namun permasalahan kemiskinan, ketidakadilan, ketimpangan, dan eksklusi sosial, menjadi persoalan-persoalan yang hari ke hari semakin menunjukkan wajahnya yang berbeda, yang tiap hari pemerintah bingung untuk memikirkan cara untuk mengurangi angka kemiskinan.

Kita ketahui bersama bahwa meningkatnya angka kemiskinan, jumlah pengangguran, dan rendahnya daya beli masyarakat secara tidak langsung berimplikasi pada meningkatnya angka kriminalitas dan kekerasan. Tidak jarang kita temukan si kaya menindas si miskin, si kaya merasa lebih bermartabat

Karena mempunyai banyak uang dan si miskin menjadi objek keangkuhannya sehingga muncul kesenjangan sosial antara si kaya dengan si miskin.

Oleh karena itu, perlu ada usaha untuk menumbuhkan kesadaran dan kepekaan bahwa kaum kaya bertanggung jawab atas terselenggaranya kesejahteraan yang merata untuk seluruh warga masyarakat, tanpa terkecuali. Seperti hal yang dipraktekkan oleh Islam, yakni kewajiban membayar zakat, infaq dan sodaqah merupakan bentuk solidaritas yang merujuk pada rasa kewajiban yang timbul untuk memperhatikan kelompok yang lemah kedudukan sosial-ekonominya, Zakat juga merupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai dengan perkembangan ummat manusia dimana pun dia berada.

Selain menjadi rukun islam, zakat juga merupakan sarana dalam membantu memenuhi hajat hidup para fakir miskin yang merupakan kelompok mayoritas sebagian besar negara di dunia, memberikan dukungan kekuatan bagi kaum muslimin dan mengangkat eksistensi mereka, ini bisa dilihat dalam kelompok penerima zakat, salah satunya adalah mujahidin fi sabilillah.

Zakat juga bisa mengurangi kecemburuan sosial, dendam dan iri yang ada dalam dada fakir miskin. Karena masyarakat bawah biasanya jika melihat mereka yang berkelas ekonomi tinggi menghambur-hamburkan harta untuk sesuatu yang tidak bermanfaaat bisa tersulut rasa benci dan permusuhan mereka. Jikalau harta yang demikian melimpah itu dimanfaatkan untuk mengentaskan kemiskinan tentu akan terjalin keharmonisan dan cinta kasih antara si kaya dan si miskin.

Diakui atau tidak, zakat juga bisa memacu pertumbuhan ekonomi pelakunya dan yang jelas berkahnya akan melimpah, Membayar zakat berarti memperluas peredaran harta benda atau uang, karena ketika harta dibelanjakan maka perputarannya akan meluas dan lebih banyak pihak yang mengambil manfaat bahkan menambah pendapatan Negara untuk proyek-proyek yang berguna bagi ummat.

Sangat beralasan sekali jika sayyidina Abu bakar menyamakan zakat dengan shalat, bahkan  menegaskan untuk memerangi tarikus zakat (enggan membayar zakat) pada masa kekhalifahan beliau, karena jika tidak diperangi akan menimbulkan banyak kerugian, khususnya perekonomian ummat islam dan persaudaraan antara aghniya’ (orang kaya) dengan duafa’ (orang-orang kelas bawah), Oleh karena itu menjadi tugas kita untuk menyadarkan si kaya untuk senantiasa membayar zakat dan mengawasi penyalurannya,

Jika zakat tersalaurkan dengan baik maka angka kriminalitas dan kekerasan di dunia khususnya di indonesia akan menurun bahkan habis.
(Author: Syaiful Rijal, img: adicita)

Tinggalkan Balasan