Arah kiblat merupakan objek bahasan dalam khasanah intelektual Islam klasik, yang konteks pembahasannya pada ibadah khusus seperti shalat, haji, juga termasuk dalam masalah pemakaman, dimana jenazah wajib diletakkan pada posisi menghadap kiblat. Dalam kaitannya dengan masalah ibadah, mengetahui arah kiblat merupakan hal yang sangat penting. Hal itu disebabkan ada sebagian dari ketentuan ibadah yang mengharuskan atau mewajbkan menghadap arah kiblat. Shalat misalnya, salah satu dari syarat sahnya shalat adalah menghadap ke arah kiblat, baik shalat wajib, shalat sunnah, maupun shalat jenazah.
Secara istilah kiblat merupakan kata Arab yang merujuk arah yang dituju saat seorang muslim mendrikan shalat. Dan secara etimologi kiblat berarti arah, jurusan, atau mata angin. Secara umum kiblat adalah Ka’bah disebut juga Baitullah al-Haram di Mekkah, dimana sudah ditetapkan oleh Allah Swt menjadi kiblat ummat slam ketika Hidup dan matinya. Didalam Al-Qur’an telah dijelaskan tentang arah kiblat, diantaranya adalah terdapat pada Hadist Nabi Saw
…“Bila kamu hendak mengerjakan shalat, hendaklah menyempurnakan wudlu kemudian menghadap kiblat lalu takbir” (HR. Bukhari-Muslim)
“Dan dari mana saja kamu keluar, maka palingkanlah mukamu kearah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu (sekalian) berada, maka palingkanlah wajahmu kearahnya,agar tidak ada hujjah bagi manusia ata kamu, kecuali orang-orang yang zalim diantara mereka. Maka janganlah kamu takut kepada mereka, dan takutlah kepada-KU. Dan agar kusempurnakan nikmat-KU atasmu, dan supaya kamu mendapatkan petunjuk”. (Q.S.al-Baqarah;150)
Dari ayat diatas memberi petunjuk bahwa pada mulanya arah kiblat shalat bukanlah kearah Masjidil Haram. Arah Kiblat pada mulanya mengarah ke Yerusalem. Menurut Ibnu Katsir, Rasulullah Saw dan para sahabatnya salat menghadap Baitul Maqdis. Namun Rasulllah lebih suka shalat menghadap kiblatnya Nabi Ibrahim, yaitu Ka’bah. Kemudian Allah Swt menetapkan arah kiblat menghadap ke arah Masjidil Haram sesuai yang diharapkan oleh Nabi Saw. Kewajiban menghadap ke arah Masjidil Haram itu berlaku untuk shalat disegala tempat.
Dengan melihat petunjuk dari Allah yang terdapat dalam ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadist Rasulullah Saw serta hukum wajibnya menghadap ke arah kiblat pada ibadah seperti shalat dan lain-lainnya. Maka ummat Islam memiliki kewajiban untuk mengetahui sekaligus memperlajari cara menentukan arah Masjidil Haram bagi ummat Islam yang berada jauh dari Ka’bah atau Masjidil Haram.
Berdasarkan pada suatu Riwayat Rasulullah Saw. sebagaimana dikutip oleh Prof. Dr. HM. Syuhudi Ismail:
“Baitullah merupakan kiblat bagi orang yang shalat di Masjidil Haram. Masjidil Haram merupakan kiblat bagi penduduk kota Mekkah. Dan kota Mekkah merupakan kiblat bagi penduduk bumi di belahan timur dan belahan barat dari ummatku’.
Dengan melihat petunjuk di atas, dalam menentukan arah kiblah bagi Indonesia adalah tidak dituntut persis ke arah Ka’bah melainkan pada arah kota Mekkah.
Masjid merupakan tempat ibadah yang bersifat permanen, sudah pasti menuntut perhitungan yang lebih teliti dalam menentukan arah kiblat. Jika terjadi kesalahan secara terus menerus dalam menentukan arah kiblat, maka selama bangunan itu digunakan sebaga tempat ibadah khususnya shalat,telah mengarahkan orang shalat ke arah yang bukan arah kiblat.
Bagi orang yang tidak mendapatkan petunjuk arah kiblat atau tidak mengetahui arah kiblat karena suatu sebab, maka mempunyai kewajiban untuk bertanya kepada orang yang mengetahuinya. Dan seandainya tidak ada, maka hendaklah berijtihad dan mengerjakan shalat menurut hasil ijtihadnya. Jika terdapat kekeliruan setelah selesai shalat, maka shalatnya sah dan tidak perlu diulang. Namun jka kekeliruan itu diketahui selama menjalankan shalat, maka hendaklah berputar ke arah kiblat tanpa memutuskan shalatnya.
Dengan meningkatnya ilmu pengetahuan di zaman yang semakin berkembang ini, ditemukan banyak cara dalam menentukan arah kiblat diantaranya dengan menggunakan petunjuk kompas, mata angin, bayangan tongkat dan bayangan arah kiblat, deklnasi matahari dan lain-lain. Dan pada artikel kali ini kami memfokuskan pembahasan menentukan arah kiblat dengan menggunakan metode deklinasi matahari.
Deklinasi Matahari adalah jarak posisi matahari dengan ekuator langit yang dikur di sepanjang lingkaran waktu.Nilai deklinas dari hari ke hari selama setahun terus berubah namun dari tahun ke tahun relatif sama.Deklanasi matahari berpengaruh terhadap Rashdul Kiblat yaitu posisi matahari diatas ka’bah. Dalam satu tahun terjadi dua kali yaumir rashdul kiblat, yaitu pada tanggal 27/28 mei dan tanggal 15/16 Juli. Namun dengan bantuan sinar matahari rashdul kiblat dapat diketahui.
Ketika berpedoman kepada letak posisi matahari yang hampir persis berada pada zenith Ka’bah atau tepat berada diatas ka’bah , maka yang perlu diperhitungkan adalah deklinasi dan lintang tempat.Secara astronomis keadaan itu terjadi jika letak lintang tempat dan nilai deklinasi matahari pada saat berkumulasi.
Untuk dapat mengetahui waktu terjadinya bayangan arah kiblat, maka perlu diperhatikan data arah kiblat suatu tempat , yaitu data deklanasi yang bersumber dari Almanak Nautika atau Epemeris, data bujur tempat, data bujur daerah, perataan waktu dan lain-lain. Tujuan dari menghimpun data – data tersebut adalah untuk memudahkan dalam menetapkan waktu terjadinya bayangan suatu benda tegak lurus mengarah kearah kiblat.
Selain hal-hal itu, sudah seharusnya di dalam suatu masjid, atau musholah diberi lubang atau celah untuk masuknya sinar matahari, agar para jama’ah dan imam pada khususnya dapat mengetahui jika sewaktu-waktu terjadi perubahan arah kiblat. Sehingga ibadah yang dilakukan menjadi sah.
Oleh: Aunun Jannah, Tulangan Sidoarjo, Img: going-om