[Cerpen] Cinta di Ujung Senja

0
1380

Angin berhembus sangat kencang ketika waktu menunjukan pukul tiga dini hari. Rinjani merapatkan sweternya demi menahan rasa dingin yang menyergapnya, lalu Rinjani duduk di tepi ranjang menatap lelaki yang sudah beranjak senja yang sedang terlelap dalam tidurnya, semalaman Rinjani tidak tidur demi merawat lelaki tersebut. Menjelang pagi lelaki itu terlelap dan Rinjani tetap menemaninya dalam doa-doanya yang tulus. Rasa lelah tak membuatnya menyerah untuk membuat lelaki tua tersebut bersemangat menjalani hidup.

Rinjani bangkit menuju jendela kemudian menyibak tirai jendela yang berderak-derak tertiup angin. Ditatapnya langit yang masih menyisakan separuh bulan yang sengaja mengintipnya dari balik  awan. Rinjani menghirup dalam-dalam segarnya udara pagi yang datang menyapanya sejak tadi.

Rinjani tiba-tiba termenung. Ia teringat kejadian masa lalu yang terekam jelas dimemori kepalanya. Sebuah gambaran hidup yang dirasakannya begitu perih.

***

Langkah Rinjani terseok-seok menahan perih sembilu yang menyayat-nyayat ulu hatinya. Kakinya seakan tak mampu lagi berpijak di bumi,terhuyung Rinjani melangkah dibawah terik matahari dalam keadaan rapuh yang teramat sangat. Dan akhirnya Rinjani tak sadarkan diri.

“ Rinjani bangun..bangun adikku, bangunlah..” samar-samar Rinjani mendengar kakaknya farid memanggil. Ia merasakan gumpalan-gumpalan cahaya melintas dalam matanya. Kemudian gumpalan –gumpalan itu pecah dan kegelapan di sekelilingnya lenyap. Perlahan Rinjani berhasil membuka kelopak matanya yang terasa berat lalu menangis sejadi-jadinya dan memeluk erat Farid.

“ Tenang sayang,minumlah dulu.” Farid buru-buru meminumkan air kemulut Rinjani. Seteguk Rinjani menyeruputnya dan kemudian menangis kembali. Farid memapahnya menjauh dari kerumunan  dan  menuju teras masjid yang ada di tepi jalan.

“ Ada apa Rinjani? Kenapa kamu bisa pingsan setelah menerima telpon tadi? Siapa yang tadi telpon? Ceritakan pada kakak Rinjani.” Farid memberondongnya dengan berbagai pertanyaan yang dari tadi berkecamuk di benaknya.

“ Mas Aldi..mas Aldi..” Rinjani tak melanjutkan kata-katanya,ia menangis lagi sesegukan.

“ Iya, ada apa dengan Mas mu? Dia sudah pulang? Ceritakan sama kakak, kalo kamu hanya menangis mana kakak tau masalahnya.” Ujar Farid sedikit mangkel, karena pertanyaannya hanya dijawab dengan tangisan.

“ Mas Aldi telah menceraikan Rinjani kak, dia bilang pernikahan kita sudah berakhir sejak kita keluar dari Jamaah.dan jangan pernah menghubunginya lagi huk..huk.” Rinjani menagis lagi.

“ Masya Allah! keterlaluan sekali mas mu itu,kita jauh-jauh mencarinya malah dibalas dengan ini.Sabarlah Rinjani, sekarang kita lekas pulang kita bicarakan hal ini di rumah ya..tenanglah pasti ada jalan keluarnya yang baik.” Farid melerai dan merengkuh Rinjani kedalam pelukannya. Setelah itu mereka meluncur kerumah Farid dengan mengendarai Taxi.

***

Rinjani masuk kedalam kamar dan mulai menangis lagi. Dia tak pernah menyangka pernikahan yang sudah dibinanya 3 tahun terakhir ini akan hancur berkeping-keping. Padahal selama pernikahan itu tak pernah ada keributan,mas Aldi seorang yang sabar,pekerja keras,dan sangat sayang terhadapnya dan Rinjani pun sangat mencintainya. Namun 7 bulan terakhir setelah mereka resmi keluar dari jamaah  yang dianutnya Mas Aldi pergi bekerja ke Jakarta setelah terlebih dahulu mengantarkan Rinjani pulang ke rumahnya. 2 bulan mas Aldi masih mengabarinya.tapi setelah itu tak ada lagi kabar beritanya sampai siang tadi ketika dia mengabari tentang perceraian.

“Mas,kenapa mas tega berbuat hal ini sama Rinjani? Apa ada wanita lain?” Rinjani berbicara sendiri dalam perih hati yg begitu menyayat. Rinjani merenung diri dan mulai mengambil air wudhu lalu hanyut dalam sujud-sujud doanya  menjelang pagi.

Hari-hari yang dilewatinya begitu berat untuk dapat melupakan sosok lelaki yang telah banyak mengisi waktunya dengan kebahagiaan.  Walaupun di masa pernikahannya Rinjani masih tergolong sangat muda. Namun semua itu harus berakhir dengan sangat menyakitkan.

Rinjani mulai bisa melupakan Aldi setelah dua tahun kemudian dia aktif dengan berbagai aktivitas mengikuti berbagai kajian keislaman dan berwira usaha kecil-kecilan.  Rinjani  terlihat lebih bersemangat menjalani hari dari hari-hari sebelumnya.

***

Sore yang indah, usai sholat asar Rinjani melangkah ke pekarangan rumah,disiramnya bunga-bunga kesayangannya yang mulai mekar.sambil berdendang kecil Rinjani mencabut tangkai –tangkai bunga yang sudah mulai menguning. Tiba-tiba HP nya bergetar, Rinjani mengeluarkannya dari saku sebuah pesan masuk. Mas Ogy. Rinjani tersenyum dan mulai membalas sms-sms nya.

Ogy, lelaki yang sudah 2 bulan ini ta’aruf denganya. Ogy lelaki yang baik,sopan,dan masih muda datang kepadanya dan berencana menikahinya setelah pertemuan itu.dia adalah teman sahabatnya di pengajian. Satu bulan kemudian datang lagi seorang duda kaya yang berniat pula menikahi Rinjani, tapi Rinjani tidak merasa cocok dengannya dan menolaknya secara halus. Selain itu Rinjani telah mencintai Ogy dan tak ingin mengecewakannya.

Lima bulan berlalu, tapi tak ada keputusan tentang rencana pernikahan yang di utarakan Ogy,Rinjani hanya dapat menunggu kabar yang belum juga pasti. Sampai akhirnya, ketika pagi itu Rinjani sedang menyiram bunga-bunga nya yang mulai merekah indah.

“ Rinjani ada kabar baik untukmu,” tiba-tiba saja sepupu Rinjani sudah berdiri disampingnya.

“ Kabar baik apa teh?” ucap Rinjani,masih asik dengan bunga-bunganya.

“ Ada orang sholeh ingin mencari istri.kamu mau ga taaruf sama dia? Dia seorang ustadz. dan sepertinya kamu lah istri yang cocok untuknya.” Bisiknya antusias.

“ Aih, si teteh mah bisa aja,terus mas ogy mau dikemanain? Aku khan lagi ta’aruf sama dia.” Jawab Rinjani datar.

“ Sudahlah lupakan Ogy, mana buktinya sampai saat ini belum ada juga kejelasannya untuk menikahimu? Kamu masih aja di gantung.udah terima aja si ustadz ya..?” pintanya.

“ Engga akh, buat teteh aja atuh.” Jawabnya santai.

“ Eleh, kalo teteh belum nikah mah pasti teteh terima tuh ustadz neng,” ucapnya jenaka, Rinjani tersenyum dan termenung beberapa saat.

“ Nantilah Rinjani pikirin dulu teh.” jawab Rinjani singkat.

“ ya sudah, teteh pulang dulu. Nanti besok kabari teteh ya?”  pamitnya.

“ ya teh, trima kasih ya..” ucap Rinjani kembali.

 

***

Malam masih merayap memeluk mimpi. Rinjani beringsut bangun melangkah menuju kamar mandi lantas berwudhu. Beberapa menit kemudian Rinjani rebah dalam sujud istikhoroh  cintanya, hal itulah yang selalu dilakukan setiap kali menghadapi berbagai persoalaan. Tak hanya itu, semenjak mas Aldi meninggalkannya, Rinjani lebih banyak menghabiskan waktunya di tepi malam dalam untaian tasbih dan doa. Setelah itu Rinjani mersakan kedamaian dalam hari-harinya.

“ Ya, Allah pilihkan bagiku lelaki yang akan menjadi imamku dan menambah rasa cintaku padaMU. Bila memang dia yang datang atas pilihanMu sebagai jodohku maka mudahkanlah jalannya.sampaikan langkahnya padaku dalam keridhoanMU. Pilihkan bagiku siapa diantara ketiganya yang menjadi terbaikMU untukku. Sungguh aku hanya mengetahui kebaikan dari kasat mataku, sedangkan Engkau yang maha mengetahui kebaikan dan keburukan mereka. Sampaikanlah jodohku sampai kesurgaMU. Sungguh ku ingin cintaku hadir karna kebesaran cintaMU, dan ikhlaskan aku untuk menerima segala ketentuanMU duhai Dzat yang maha mengetahui.aamiin.” Rinjani berdoa penuh khusu dan kemudian beberapa saat lamanya ia bersujud dalam derai air mata. Usai sujud Rinjani membuka mushaf Alqur’an dan perlahan membacanya sampai subuh datang menjelang.

Rinjani sudah yakin dengan keputusannya setelah 3 kali istikhoroh. Di pencetnya nomor telpon teh Imah

“ Assalamu’alaikum teh..” sapanya.

“ Wa’alaikum salam. Rinjani! Gimana kamu siap taaruf dengan ustadz Syarif?” teh imah bertanya dengan antusias dan senang.

“ Insya Allah teh, Rinjani siap. Tapi Rinjani liat dulu ya, dan gak harus jadi khan klo ga cocok ? ” tanyanya meminta penjelasan lebih lanjut.

“ Aduh Rinjani ya iya lah, itu mah terserah kamu yang penting kalian kenal dulu ok..”

“ Ok deh, kapan dia datang kerumah?” Tanya Rinjani lagi menegaskan.

“ Kata ustadz kalo kamu siap besok malam dia akan datang kerumah.” Jawab teh Imah.

“ Ya udah nanti Jani kabari ke ibu.nanti Jani kabari lagi ya teh.”

“ Ok.segera ya.” Pinta teh Imah.

“ Insya Allah. Assalamu Alaikum”.

“Wa’alaikum salam.” Rinjani menutup telpon dan bergegas menemui ibunya yang sedang mencabuti rumput liar di sekitar pekarangan rumah.

“ Ibu,”

“Ada apa Jani?” tanyanya.sambil tangannya tetap asik mencabuti rumput. Rinjani berjongkok dan ikut mencabuti rumput-rumput liar itu.

“ Besok malam ada yang ingin ta’aruf dengan Jani.”

“ Maksudmu Ogy. Ogy ingin melamarmu?” tanya ibu, sambil menatap Rinjani senang.

“ Bukan bu, dia ustadz Syarif,kerabat dari suami teh Imah. Dia duda beranak 7 dan anak-anaknya sudah berkeluarga semua.dan katanya orangnya sangat baik.” Ujar Rinjani member keterangan.

“ Rinjani, dia sudah tua, apa kamu sudah siap dengan perbedaan usia yang jauh?” ibu meyakinkan Rinjani agar berfikir kembali sebelum mengambil keputusan.

“ Rinjani sudah Istikhoroh bu, Insya Allah Rinjani siap kalau emang dia lelaki yang terbaik pilihanNYA. Rinjani coba jajaki dulu ya bu.” Ucapnya mantap.

“ Ya sudah,ibu hanya bisa mendoakan yang terbaik untukmu nak. Semoga Allah beri yang terbaik. Lalu  bagaimana dengan Ogy?” tanyanya lagi.

“ Itulah bu, sampai saat ini tidak ada kejelasan yang pasti.mas  Ogy masih fokus kepekerjaannya dulu. Rinjani juga bingung sama mas Ogy, kenapa ngegantung Jani gini ya? Padahal keluarganya sudah setuju semua.” Ucapnya dengan wajah pias.

“ Hmm.. sudahlah,kalo memang dia jodohmu tak akan kemana.” Ibu menenangkan.

“ Iya bu, sekarang mah Jani ambil jalan tengahnya aja siapa yang datang melamar  terlebih dahulu dan agamanya baik itu yang Jani pilih.” Tegasnya. Ibu tersenyum sambil mengelus kepala Rinjani, Rinjani tersenyum bahagia dan kembali mengumpulkan rumput-rumput  yang tadi di cabutinya dan membuangnya di tempat sampah.

 

***

Hari yang dinantikan Rinjani tiba juga. Rinjani berusaha tampil sebaik mungkin demi menyambut calon suaminya, hatinya melonjak-lonjak. Satu jam kemudian lelaki itu datang berdua dengan suami teh Imah. Dan saat pintu di buka alangkah terkejutnya Rinjani demi melihat sosok lelaki  di hadapannya. Ingin rasanya Rinjani berlari kebelakang dan bersembunyi di kolong meja, tapi niat itu diurungkannya demi menjaga perasaan tamunya. Setelah mempersilahkan tamu itu duduk Rinjani mengambil air minum kebelakang dengan berbagai pertanyaan yang berkecamuk dihatinya dan ia mengutuk dirinya sendiri. Bodoh sekali aku ini, kenapa aku tidak  tanya dulu setua apa lelaki itu, kalau ini sih pantasnya jadi ayah aku bukan suamiku, atau mungkin juga kakek aku.masya Allah! Bukankah ini keputusanku.lagian inikan hanya proses ta’aruf bisa batal kok kalau memang aku tidak suka. Rinjani lekas-lekas membuang pikiran buruknya tentang ustadz itu,dan segera membawa baki berisi air minum dan menyuguhkannya tanpa berani mengangkat kepala.

“ Silahkan di minum ustadz, kak ahmad..” Rinjani kemudian duduk disamping ibu bersebrangan dengan ustad Syarif.

“ Trima kasih neng,” ucap ustadz Syarif. Rinjani mencuri menatapnya. Ya Allah. Tua sekali Ustad itu, apakah ini calon suamiku? Mungkinkah aku hidup denganya dengan bahagia dan penuh cinta.Astagfirullah.berkali-kali Rinjani istigfar dan bertanya –tanya dalam hati.

“ Namanya siapa neng?” sapanya kembali membuyarkan lamunannya.

“ em..eh saya Rinjani. Ustadz namanya siapa?” dengan rikuh Rinjani balas bertanya.

“ Syarif, maafin bapak neng,mungkin terlaru larut datang kesini.bapak hanya ingin menyampaikan niat yang baik ke eneng, kalau bapak ingin mencari seorang istri untuk menemani perjuangan bapak. Mungkin ini terlalu mengejutkan buat eneng,bapak sudah sangat tua sedangkan eneng masih sangat muda.dan setelah ini terserah neng Rinjani,kalau memang tidak berkenan bapak tidak masalah dan sangat menghargai eneng,tapi kalau eneng berkenan itu suatu kehormatan dan anugrah bagi bapak mendapatkan calon istri sebaik eneng.dan pada ibu saya mohon maaf dan ridhonya atas kelancangan saya datang ke sini menemui anak ibu,” ucapnya panjang lebar dan santun, berbeda sekali dengan cara penyampaian mas Ogy dan mas Danu ketika datang kerumah. Aku tak mampu menjawab apapun sampai akhirnya ibu angkat bicara.

“ Terimakasih ustadz mau datang bersilaturahmi kesini. Saya selaku ibu Rinjani tak bisa memberikan keputusan apapun. Semua terserah Rinjani.Insya Allah segala sesuatu yang di awali dengan niat yang baik maka akhirnya akan baik juga.bagaiman Rinjani?” ibu mengalihkan pandangannya ke Rinjani. Rinjani masih terdiam.

“ Begini saja bu,biarkan Rinjani berfikir dulu. Saya akan sabar menunggu apapun keputusan Rinjani Insya Allah saya ikhlas menerimanya. Dan karna sudah larut malam saya pamit dulu bu, rinjani.” Jawabnya ustadz Syarif bijak.

“ Oh iya ustadz, maafkan kami ya, Insya Allah segera kami kabari.” Ucap ibu ramah. Rinjani memberanikan diri menatap lelaki itu dan tersenyum kearahnya, dengan posisi masih duduk ditempat sambil memainkan ujung jilbabnya. Kemudian  Rinjani bisa berdiri saat ustadz itu pamit.

Setelah beberapa menit ustadz itu pulang telpon  berdering. Ibu segera mengangkatnya.

“ Apa? Ramdhan kecelakaan. Di mana?.” Ibu berteriak panik. Spontan aku langsung memburu ibu dan memegang tangan ibu yang gemetaran memegang telpon.

“ Kenapa dengan kak Ramdhan bu?” Tanya Rinjani penasaran.

“ Barusan tetehmu telpon suaminya kecelakaan motor dan sekarang dirumah sakit. Ayo Rinjani berkemaslah besok pagi kita meluncur ke Jakarta.” Ibu terlihat sangat panik dan bergegas merapihkan pakaian seaadanya ke dalam tas,kemudian mengambil air wudhu dan sholat hajat. Rinjani mengikutinya dan tidak di ingatnya lagi proses taaruf barusan.

****

Rinjani menatap langit-langit kamar,matanya tak jua terpejam, 2 bayangan laki-laki yang akan melamarnya berkelebat manja mengganggu tidurnya. 2 jam yang lalu mas Ogy menghubunginya dan mengatakan  bulan depan  akan datang melamarnya, dan siang tadi ustadz Syarif menghubunginya juga meminta kepastian dan kalau Rinjani setuju minggu depan dia akan datang melamarnya dan segera menikahinya.

“ Duh Gusti apa yang mesti ku lakukan? Siapa yang mesti kupilih? Aku mencintai mas Ogy, tapi disisi lain Ustadz itu begitu sangat bersahaja,tapi ya Robb..dia terlalu tua, dia pantas ku panggil Abah. Tolong aku Robb..” Rinjani bicara sendiri dan tidak lama kemudian dia terlelap dalam tidurnya.

Rinjani membuka matanya dan alangkah terkejutnya ia berada disebuah gurun sahara yang panas membakar dirinya. Rinjani mencoba bangun,tapi tiba-tiba saja,

“ Masya Allah kakiku tak dapat di gerakan dan mulai melepuh .” Rinjani mengangkat kakinya yang menginjak pasir sahara yang bagai bara api. Rinjani menoleh kanan-kiri, sepi. hanya dirinya yang berada di sini.

“ Tolong…tolong..” Rinjani berteriak dalam tangis dan rintihan.

“ Ya Allah, dimana aku ini,kenapa hanya aku sendiri di sini, dimana ibu? Dimanakah saudaraku. Tolong aku ya Robb..” rintihnya. Dan tiba-tiba saja gurun pasir yang dipijaknya terbelah dua dan Rinjani terperosok kedalamnya.

“Akh….akh..toloooong…..” haph. Rinjani merasakan sebuah tangan kekar dan lembut menangkap pergelangan tangannya.dan ia melihat kebawah sebuah kawah besar dengan gejolak api yang sangat panas membuatnya bergidik.

“ Ayo peganglah tanganku erat,naiklah perlahan.” Lelaki berwajah tampan dan bersinar bak rembulan itu menawarkan bantuan dan berusaha menariknya.

“ Aku tidak bisa! Ukh..ukh..kakiku ga bisa digerakan..” Rinjani hamper putus asa.

“ Kamu pasti bisa! Aku akan membantumu.” Ujar lelaki itu. Sambil berusaha menarik tangan Rinjani.

“ Tidak..akh..srekkkk. Astagfirullah!” Rinjani menjerit.hampir saja ia lepas dari pegangan tangan lelaki itu.tapi tangan pemuda itu lekas menariknya kembali.

“ Bersabarlah, ikhlaslah! Kamu pasti bisa.” Ujarnya lagi menyakinkan Rinjani. Rinjani berfikir sejenak. Rasanya ia mengenal suara lelaki tampan  itu tapi siapa ya? Rinjani pasrah dan sepenuh hati ia menyerahkan semuanya pada Allah dengan penuh harap dan cinta ia mulai menangis ingat segala dosanya dimasa lalu.dan tiba-tiba saja tanah yang tadi terbelah mulai bergerak.

“ Tuan tolong bantu aku,cepat! YA Allah ampuni hamba! Akh…” hupz..sekejap tanah tertutup dan Rinjani selamat berada diatasnya.lelaki tampan bersurban hijau itu berhasil menolongnya dari maut. Rinjani menatap lelaki itu takjum, lelaki itu menundukan kepala.

“ Siapakah tuan? Terima kasih sudah menolongku.kenalkan aku Rinjani.” Ucapnya.

“ Aku Syarif.” Jawabnya singkat.

“ Aku tersesat,aku ingin pulang.tolong antar aku.” Pinta Rinjani mengiba.

“ Aku tidak bisa, kita bukan muhrim.” Ucapnya dan sambil berlalu pergi.

“ Jangan tinggalkan aku, bagaimana dengan aku!” teriak Rinjani.

“ Kamu akan disini selamanya. Aku tak dapat menolongmu lagi, kita bukan muhrim” Ucap pemuda itu.dan kulihat 40 wanita cantik turun dari langit dan menggamit tangannya.

“ Bawa aku bersamamu tuan.” Mohon Rinjani.

“ Kita bukan mukhrim,” jawabnya lagi.

“ Apa yang harus kulakukan agar selamat dari sini?” pintanya sambil menangis. Lelaki itu berhenti sejenak dan menoleh kearah Rinjani.

“ Menikah.” Lelaki tampan itu berujar dan tersenyum kepadaku lalu hilang dari pandanganku bersama cahaya itu. Rinjani mengucak mata dan melihat kelangit, cahaya itu mulai temaram dan berganti langit-langit kamar yang sedikit temaram lampu neon.

“ Masya Allah! Aku bermimpi. Lelaki itu, Syarif. lho kenapa namanya seperti ustadz Syarif. Ya Allah apa ini tandanya aku harus menikah dengan ust Syarif. Tapi sungguh lelaki itu sangat mulia dan sangat tampan jauh berbeda dengan ust syarif yang sudah lansia.tapi suaranya..yah suaranya sangat mirip ustadz Syarif.” Rinjani berfikir lama dan kemudian beranjak bangun dan menunaikan sholat malam. Khusuk Rinjani munajat dalam doa-doanya. Usai sholat Runjani mulai muhasabah diri.

“ Ya Allah, mungkin ustadz Syarif akan menolongku dan membahagiakanku dunia akhirat. Apakah lelaki tampan itu adalah ustadz Syarif yang akan menolongku di akhirat kelak. Bila memang dia yang terbaik untukku hadirkan rasa cinta ini karenaMu dan mudahkan segalanya. Aku ikhlas karenaMU ya Allah bila memang dia. jodohku.” Rinjani  bersujud dan mulai menitikan air mata yang membasahi sajadahnya.

****

“ Rinjani siap nikah dengan Ust syarif bu,”ucap Rinjani tulus.

“ Apa?!” ibu terperanjat.

“ Rinjani..apa ibu tidak salah dengar? Apa kamu sudah pikirkan masak-masak? Pertimbangkanlah kembali Rinjani.” Lanjutnya. Ibu mulai merisaukannya.

“ Sudah ibu. Insya Allah dia yang terbaik buat Rinjani.bukankah ibu pernah bilang agama itu momor utama, itulah sumber kebahagiaan.” Ucap Rinjani.

“ Iya,tapi kan ustadz Syarif sudah sangat tua Jani, bahkan lebih tu dari ibu.ibu tak ingin kamu kecewa nantinya,dan kakak-kakakmu juga berharap kamu mempertimbangkannya kembali.” Nasihatnya.

“ Rinjani sudah mantap dengan keputusan ini bu..” tegas Rinjani.

“ Ya sudah kamu yang merasakan ibu hanya bisa merestuimu dan mendoakan kebaikan untukmu dan semoga dialah jodoh terbaikmu. Dan kalau memang dia serius ibu akan perintahkan dia untuk datang ke Jakarta besok pagi menemui paman dan kakakmu. Mintalah restu mereka sebagai pengganti ayahmu.” Ujar ibu bijak.

“ Baiklah bu, Rinjani akan sampaikan hal ini padanya.makasih ya bu atas restunya.” Rinjani mencium takzim tangan ibu.

 

***

Benar saja, keesokan harinya Ustadz Syarif meluncur ke Jakarta. Semua berjalan dengan lancer. Dua minggu kemudian pernikahan berlangsung dengan sangat sederhana, tapi sangat meriah. Sungguh diluar dugaan Rinjani, Ustadz Syarif datang dengan keluarga besarnya juga para santrinya. Tentu saja semua tamu dari pihak Rinjani maupun Ustadz Syarif penasaran demi melihat pernikahan yang sangat langka di kampungnya.

Usai akad Rinjani dikenalkan dengan ke tujuh anak-anaknya juga cucu-cucunya. Rinjani tersenyum bahagia, lalu berpikir jenaka. Ajaib, baru nikah beberapa menit saja aku sudah memiliki tujuh anak dan cucu.

 

***

Lelaki itu membuka matanya dan menatap Rinjani penuh iba, rasa bersalahnya semakin terasa melihat betapa lelahnya perempuan muda itu merawatnya di usia senjanya yg tak lagi mempunyai daya. Tangannya merayap berusaha meraih gelas yang ada disamping mejanya, tapi tiba-tiba saja prang…..gelas jatuh dan Rinjani tersadar dari lamunannya. Lantas berlari kea rah lelaki itu.

“ Abah…abah mau minum? Kenapa ga bangunin Jani.” Dengan cekatan Rinjani menuangkan air ke gelas yang baru dan membantu lelaki itu minum.setelah membantunya Rinjani memunguti pecahan gelas yg tercecer di lantai dan membersihkannya. Usai membersihkan Rinjani kembali duduk disisi lelaki tersebut.

“ Abah, lain kali kalau mau sesuatu bangunin Rinjani ya, maaf Rinjani ketiduran tadi.” Ucapnya sambil mengusap peluh di dahi lelaki tersebut.

“ Maafin abah neng, abah dah buat neng susah. Abah ga bisa buat neng bahagia, abah sudah tua, abah tak….” Rinjani menempelkan telunjuknya di bibir lelaki tersebut sebelum lelaki itu melanjutkan kata-katanya.

“Hust..! abah jangan bicara seperti itu, neng sangat bahagia hidup dengan abah, abah sudah banyak memberikan segalanya untuk neng.” Rinjani menggenggam tangan lelaki tersebut yg sudah semakin keriput. Lelaki itu mencium tangan Rinjani dan menangis.

“ Abah, kenapa nangis?” Rinjani mengelap air mata lelaki itu dengan jemarinya yang lentik.

“ Abah sangat bersyukur memiliki istri  sholehah seperti eneng, neng ikhas hidup sama abah di usia abah yang semakin renta. Neng tidak seharusnya mendapatkan semua ini, neng masih terlalu muda,” lelaki itu berujar dengan titik-titik bening yang masih tersisa di gurat wajahnya yang semakin tua.

“ Abah,Rinjani ikhlas dan bahagia sama abah,abah jangan bicara seperti itu lagi ya..”

“ Neng, dengarlah abah baik-baik, kalau suatu saat abah meninggal menikahlah, carilah lelaki yang lebih baik dari abah,lebih kuat dari abah. Neng berhak untuk bahagia. Abah doakan neng dapat jodoh yg lebih baik dari abah dalam segalanya.” Abah menatap wajah Rinjani lekat-lekat.

“ Abah, Rinjani tidak akan menikah lagi walaupun abah sudah meninggal, cinta Rinjani hanya untuk abah. Abahlah cinta terakhir Rinjani. Abah dan anak-anak sudah banyak buat Rinjani bahagia. Please abah jangan pikirkan hal itu lagi.abahlah cinta terbaik Rinjani, anugrah terindah untuk Rinjani.” Jawabnya. Rinjani menangis di pelukan lelaki itu.

“ Terima kasih neng, abah bahagia punya istri seperti neng.” Lelaki itu merengkuh bahu Rinjani mengusap air mata Rinjani yg jatuh dipipinya yang halus. Kasihan kamu Rinjani harus hidup bersama lelaki tua sepertiku yang tak bisa lagi memberikan nafkah batin untukmu.kamu berhak bahagia bersama lelaki lain.

“ Mumpung masih pagi,kita jalan-jalan keluar yuk bah? Udaranya masih seger..” ucap Rinjani, membuyarkan lamunan lelaki itu.

“ Ayo atuh neng, bantu abah ya..”

“ Siap bos..” Rinjani mengangkat tangannya hormat,abah tertawa.Rinjani lekas mendorong kursi roda lelaki itu dan membantunya duduk di kursi rodanya dan kemudian mendorongnya mengitari jalan disekitar rumah yang menjorok ke pematangan sawah yang indah. Mereka menikmati munculnya mentari pagi dalam panorama cinta yang tidak pernah terlambat menyapa.

Rinjani ingat betul bagaimana lelaki itu datang melamarnya 4 tahun yang lalu. Dengan proses  ta’aruf yang sangat luar biasa singkatnya. Awalnya Rinjani tak pernah berfikir sedikitpun bahwa ustadz Syarif lah yang akan menjadi lelaki pilihanNYA. Rinjani tersenyum bahagia.***

Oleh: Ratu Nurhasanah

Tinggalkan Balasan