Hey kenalin. Ikhwan yang satu ini, namanya Azka. Dia terlahir dari orangtua yang sangat berkecukupan. Sebenernya sih anak ini harus kuliah, tapi karena penyakit yang menderanya yang tidak ada bentuk nyata obatnya itu, dia sampai di DO dari bangku kuliahnya itu. Mau tau penyakitnya apa? Yap, benar sekali. Penyakitnya itu “MALAS”. Yah, mungkin dia berfikiran kini hidupnya yang sangat berkecukupan.
Tapi dibalik rasa malasnya, anak satu ini paling pintar untuk bergaul. Dan teman-temannya ini kebanyakan sudah bekerja. Tapi, meskipun dia sendiri yang pengangguran, dia tidak termotivasi untuk melakukan perubahan pada dirinya.
Azka ini punya sahabat, namanya Farhana. Akhwat yang satu ini, sangat mempunyai bakat di bidang arsitek. Dan dia sangat mengagumi seorang model hijab bernama Jamalina. Aduh gak nyambung banget sih ya. Arsitek ko ke model? Gapapa lah, namanya juga ngefans.
“Ka, aduh kapan ya aku bisa deket sama Lina?” Curhat Farhana.
“Maksud kamu Jamalina? Model hijab yang cantik itu?” Tanya balik Azka.
“Iya lah, siapa lagi. Itu kan idolaku.” Sambil memeluk boneka kepunyaannya.
“Hahahahaha.” Tawa reflex Azka.
“Loh? Kenapa ketawa?” Tanya Farhana, dengan mimic wajah yang agak berbeda.
“Ya abis kamu lucu sih Han.” “Iya, aku kan emang lucu.” Potong Farhana.
“Ihh,, aku belum selesai ngomong woy. Maen motong-motong aja. Maksud aku tuh, yaampun.. Kamu tau sendiri kan? Lina itu model cantik yang terkenal, yang sangat sibuk banget dengan pemotretannya. Mana mungkin bisa deket sama kamu?” Celetuk Azka.
“Eh, emang ada hubungannya antara wajah cantik dan gak bisa deket? Bukannya dikasih solusi ke, motivasi ke, atau apa gitu biar sahabatnya bahagia. Aku bakal buktiin, aku pasti bisa ko mengubah apa yang kamu katakan menjadi mudah.” Tantang Farhana.
“Oh, jadi nantang nih ceritanya? Oke. Gimana kalo kita taruhan. Tar taruhan apa ya?”
“Jiah dasar. Ngajak taruhan, tapi gaada ide. Oke, gimana kalo gini. Kita bikin satu desain baju muslim yang cocok dipake buat Lina.”
“Oke, gimana sama penilaiannya?”
“Gampang, mudah banget. Kita upload desain itu ke facebook, kita liat, seberapa banyak like dan komentar yang positif terhadap desain kita. Tapi, gambarnya pake tangan sendiri ya. Jangan pake computer atau apa pun lah.”
“Hah? Mmhhh nngg oke oke. Dimulainya minggu depan dan dalam jangka waktu satu minggu. Deal?” kata Azka dengan sedikit ragu dan gugup.
“Hahaha. Kenapa ga besok aja? Oh aku tau. Kamu kan gabisa gambar. Jadi wajarlah kalo harus minggu depan.” Kata Farhana sambil menampakkan senyum tantangan yang paling termanis.
“Oke kalo gitu. Aku pulang dulu.” Kata Azka sambil berlalu pergi.
Di jalan, Azka sendiri semakin bingung dan gelisah. Dia agak menyesal sih tampaknya ketika ia sendiri berbicara soal tantangan. Tapi, apalah daya. Semuanya udah deal, mana mungkin Azka membatali tantangan ini? Secara, dia kan ikhwan. Harus berusaha buat multitalent lah.
1 minggu ini, Azka gunakan waktu habis-habisan buat bisa ngegambar atau pun melukis. Dan, setelah dia coba-coba ternyata hasilnya lumayan lah daripada dulu ketika belum belajar tekniknya sama sekali.
Dan hasil sementara di facebook, masih dikuasai oleh Farhana. Farhana sudah ada 88 orang yang like, sedangkan Azka baru ada 73 orang yang like. Ya, beda-beda tipis lah. Dan kebanyakan isi comment nya ada yang cuman bilang “like” “wiihhh” “WAW bagus banget” “I like it” “Quh JdI PnGen. MuPenG..” bahkan ada yang ngaku-ngaku bilang gini –sambil bercanda sih- “Nah, ini hasil desain baru yang akan dibikin pada produk barang kami di butik blablabla. Hahahha” –aduh, pada kocak ya isi comment nya.-
Tapi, tiba-tiba pas Azka dan Farhana mau buka facebooknya masing-masing, ada orang yang bernama Humaidi yang menyebut mereka dalam statusnya. Begini isi statusnya “SubhanALLAH, sungguh Maha Suci Allah telah menciptakan manusia dalam keadaan yang nyaris sempurna. Dan memang tidak ada manusia yang sempurna.”
Dan iseng-iseng, Azka membalasnya “Maksudnya?”
Dan tak disangka, sebuah comment panjang pun terjadi.
“Tidak ada maksud apa-apa ko. Saya pribadi sangat bangga melihat karya desain anda berdua. Tapi, saya agak terkejut. Ketika melihat judul foto itu “Kira-kira mana yang bagus ya buat desain Jamalina?” memangnya kenapa ya kalo boleh tau?” [Humaidi]
“ Iya, memang kami berdua sengaja. Ini sih sebenernya cuman maen-maen doang. Melihat *Farhana yang sangat mengidolakan Jamalina.” [Azka]
“Azka : pake nge-tagg segala. Humaidi : Iya, memangnya kenapa ya? Apakah anda juga salah satu orang yang mengidolakan Jamalina juga?” [Farhana]
“Emang iya kan?” [Azka]
“Gapapa Farhana. Kebetulan, saya salah satu photographernya Jamalina.” [Humaidi]
“Hah? Beruntung sekali saya. Bagaimana keadaan mba Lina?” [Farhana]
“Alhamdulillah, baik-baik saja.” [Humaidi]
“Syukur, Alhamdulillah. Ma’af, tolong sampaikan salam saya pada mba Lina ya. Makasih sebelumnya.” [Farhana]
Dan, comment pun berakhir di Farhana. Tampaknya, Farhana kegirangan banget. Bisa comment sama photographernya aja udah seneng, gimana kalo sama Jamalinanya? –ampun deh-.
Suatu hari, Humaidi mengajak Farhana dan juga Azka ke sebuah tempat, dimana Jamalina sedang ada pemotretan disana. Jelas,hal ini membuat Farhana kegirangan banget.
“Hey mba. Saya Farhana bisa dipanggil Hana aja ko. Saya salahsatu penggemar mba loh.” Kata Farhana dengan nada yang super girangnya sambil menyodorkan tangannya ke Jamalina.
“Oh iya. Saya sudah tau ko dari Mas Idi. Beliau menceritakan sama saya. Makasih ya Hana. Salam kenal.” Katanya sambil membalas untuk berjabat tangan.
“Iya sama-sama mba.”
“Oya, saya dengar kalian berdua sedang taruhan ya buat desain yang cocok dipakai untuk saya?”
“Hahaha Iya, benar sekali mba. Tapi gaada maksud yang aneh-aneh ko.” Lagi-lagi Farhana yang jawab.
“Oh, kebetulan pendesain pribadi saya sudah tua. Tidak mungkin lagi untuk tetap bisa melanjutkan karyanya. Apa diantara kalian berdua ada yang mau?” Tanya Jamalina menawarkan.
“Wah, mau mau mba. Mau banget saya.” Girang Farhana.
“Bagaimana dengan mas ini?” Dengan maksud menanyakan ke Azka.
“Mmm. Iya, saya juga mau.” Jawabnya singkat sambil melihat ke arah Farhana yang memberikan mimic wajah untuk menyetujuinya.
“Alhamdulillah. Sebelumnya, sebenarnya saya, mas Idi dan pihak pemotretan sudah menilai desain anda berdua. Seharusnya, ini disampaikan oleh pihak pemotretan, cuman karena sedang ada acara, jadi beliau mempercayakan pada saya. Dan ternyata kami lebih memilih Farhana. Disamping ide karyanya yang sangat bagus, menggambarnya pun rapih.” Jelas Farhana.
“Loh? Emang yang saya kenapa?” Tanya Azka dengan sedikit kaget.
“Oh, tenang mas. Bukan maksud apa-apa. Desain mas ini sebenarnya lumayan bagus, cuman tidak dituangkan secara rapih. Jadi, kami tetap memilih Farhana.” Jelas Jamalina.
“Alhamdullillah. Makasih mba.” Syukur Farhana.
“Sama-sama.” Jawab Jamalina.
Otomatis, Azka harus mentraktir sepuasnya Farhana. Karena dia yang kalah taruhan, jadi harus siap tekor dalam dompetnya. Dan esoknya, Farhana langsung siap kerja menjadi pendesainnya Jamalina. Iya sengaja, mengerahkan para wanita di kampungnya yang menganggur untuk menjadi seorang penjahit. Dari mulai anak muda, ibu-ibu, sampe nenek-nenek yang masih segar bugar hadir disana. Lumayan, mungkin dengan cara ini bisa memperkecil jumlah pengangguran yang ada.
Disamping itu, Azka tampaknya mulai tergugah semangatnya semenjak kalah taruhan itu. Dia mulai berfikir, apa yang harus ia lakukan? Supaya bisa seperti bahkan lebih dari Farhana? Semua cita-cita Farhana sudah terwujud, sedangkan ia? –“
Awalnya, Azka gak terlalu mikirin. Tapi, ngeliat kesibukan Farhana yang positif, yang membawa perubahan masyarakatnya, dia jadi mupeng sendiri. Dan diawal karirnya kini, dia cuman iseng-iseng sendiri dengan foto-foto narsisnya yang dimasukin ke media social. Dia mulai upload ke facebook, twitter, instagram, dll. Sampai-sampai, dia bosan sendiri.
Setelah itu, Azka memulai berfoto pada lingkungan sekitarnya, sampe iseng dan juga nekad buat dijual. Dan ternyata, hasilnya laku habis. Memang sih, Azka ini sangat pintar dalam urusan pengeditan. Dia berfikir, bagaimana kalo ia membuka pameran foto hasil karyanya? Dari sana, ia bisa membantu para warga laki-laki untuk membuat bingkainya. Dan akhirnya, impiannya bisa terlaksana. Dia bisa membuka pameran hasil fotonya dan menghidupi sekitar 28 orang laki-laki yang bekerja disana.
Baru saja 1 tahun lamanya, pihak pemotretan Jamalina, pak Ishmat, datang ke rumah Azka. Beliau meminta, kalau Azka bekerja sebagai photographernya Jamalina. Kenapa? Karena mengingat usia pak Humaidi yang semakin tua, tidak bisa lagi melanjutkan profesinya.
Alhamdulillah, kini berkat kegigihannya, akhirnya Azka mendapat penghasilan tetap. Tidak hanya itu, ia juga membawa nama harum dan nama baik Indonesia. Kini, Jamalina, Farhana, dan Azka bisa bersatu untuk mengangkat nama negeri tercinta ke tingkat Internasional khususnya dalam bidanng hijab. Kini, semangatnya mengacu pada motivasi mereka, yaitu “Persistence and determination have great omnipotent” yang artinya kegigihan & kebulatan tekad memiliki kekuasaan yang besar.
Oleh: Rika Nurdiani