Langit sore tampak mendung, menandakan sebentar lagi akan turun hujan. Seorang perempuan tengah berlari-lari kecil menuju sebuah bangunan bercat biru muda yang tak lain adalah rumahnya. Dia lalu masuk ke dalam rumah itu sebelum akhirnya hujan benar-benar turun.
“ Darimana saja kamu sayang?” Tanya seorang wanita yang sedang duduk di kursi ruang tamu. Wajahnya menampakkan kecemasan yang sangat mendalam.
“ Bukan urusan Mama.” Jawab perempuan tadi yang tak lain adalah Andara. Dia berkata ketus.
“ Bi Minah bilang kamu sudah 3 hari tidak pulang ke rumah. Tentu saja ini urusan Mama.” Ucap wanita yang merupakan Mama Andara.
“ Sudahlah Ma, urus saja boutique-boutique Mama itu dan jangan pedulikan aku.!” Andara menatap Mamanya tajam. Dia memilih untuk menuju kamarnya daripada memperdulikan Mamanya yang sejak tadi berdiri mematung di dekat kursi hanya untuk mendapatkan penjelasan darinya. Sang Mama hanya menatap Andara dengan pandangan nanar, matanya berkaca-kaca menahan kesedihan.
Sampai di kamar, Andara duduk di tepi tempat tidur. Pandangannya menyapu ke sekeliling kamar. Masih sama seperti 3 hari yang lalu sebelum dia meninggalkan kamar yang sebenarnya merupakan tempat favoritnya sejak kecil. Kamar yang cukup besar itu bercat hijau muda dengan tempat tidur yang berseprai hijau juga, bermotif keropi. Pandangan Andara tertuju pada sebuah bingkai foto di samping tempat tidurnya. Dia lalu meraihnya.
Sebuah fotret bersama Mama dan Papanya yang diambil ketika dia di SMA dulu. Andara mendekapnya erat. Sebuah keutuhan keluarga yang sangat ia rindukan. Bukan tanpa sebab Andara membenci Mamanya. Tapi memang Mamanya lah yang menyebabkan semuanya hancur. Termasuk membuat hati Andara terluka , hingga detik ini.
Andara beranjak dari tempat tidur. Menatap keluar jendela. Hatinya semakin sakit ketika mendapati sang Mama sedang bercakap-cakap di halaman depan sambil memayungi seorang pria. Air matanya bergulir begitu saja. Sebuah kepedihan hati yang tak akan pernah diketahui oleh siapapun. Termasuk oleh mamanya sendiri.
—————-
Terik matahari terasa menyengat. Andara mempercepat langkahnya dan memasuki sebuah pusat perbelanjaan di Kota Bandung. Sekarang dia hendak ke Toko Buku ,membeli beberapa buku referensi untuk tugas skripsinya.
Tiba di toko buku, Andara langsung mencari buku yang dimaksud. Dia tidak ingin berlama-lama disini karena harus menyelesaikan tugas-tugasnya. Dia lalu mengeluarkan daftar buku-buku yang harus dibeli. Karena sibuk antara melihat daftar judul buku dan meraih buku yang dimaksud dari rak, akhirnya tanpa disadari ada sebuah tangan yang juga menyentuh buku yang hendak ia sentuh. Andara terkejut dan langsung memandang ke arah si pemilik tangan.
“ Astaghfirullahaldzim..” ucap si pemilik tangan itu pelan, ia langsung menarik tangannya . Andara sempat terkejut. Sebuah kalimat yang sudah lama tidak ia dengar.
“ Sorry.” Ucap Andara pada seorang pria di sebelahnya. Rambutnya tersisir rapi , dia mengenakan kemeja berwarna biru tua, kulitnya yang putih membuat wajahnya semakin terlihat memerah karena menahan malu atas kejadian tadi.
“ Its okay ” Pria tadi tersenyum canggung
“ Oke deh, lo aja yang ngambil bukunya.” Ucap Andara mempersilahkan. Dia jadi tidak enak.
“ Gausah, kamu aja duluan, kamu yang pertama menyentuhnya tadi.” Si Pria tersenyum tipis.
“ Gini aja, gue panggil pegawai nya Siapa tahu ini buku ada dua. “ Andara akhirnya mendapat suatu ide yang cemerlang. Dia lalu memanggil pegawai toko buku ini dan menanyakan apakah stock buku ini banyak.
“ Maaf,Mbak, ini buku nya tinggal satu.” Ujar si pegawai.
Sebuah jawaban yang mengecewakan. Keadaan hening sesaat. Andara bingung. Tidak enak juga bila ia mengambil buku ini.
“ Kalo kamu merasa tidak enak, kita bayar buku ini berdua. Kamu yang pakai duluan setelah itu aku yang pakai, bagaimana?” pria tadi tampaknya bisa membaca kebingungan Andara.
Andara tersenyum puas atas tawaran pria tadi dan langsung setuju.
“ Oke, gue setuju. Nah , save nomor handphone lo di hp gue. Setelah gue beres, gue pasti kasihin buku ini.” Ucap Andara sambil menyodorkan handphone nya pada si pria. Tak lama kemudian, si pria selesai dan mengembalikan handphone Andara.
“ Eh, kita belum kenalan, gue Andara.” Andara tersenyum dan mengulurkan tangannya.
“ Aku Alfaro, panggil aja Faro. “ si pria bernama Alfaro itu tidak menerima uluran tangan Andara. Melainkan tersenyum canggung lagi . Dan melipat kedua tangannya seperti pegawai supermarket yang sedang mengucapkan terimakasih di bulan Ramadhan. Andara malah menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Bingung dan malu. Pria ini tampak alim sekali.
“ Salam kenal ya Andara, aku duluan nih. Hubungi saja nomor tadi apabila kamu telah selesai membaca buku itu. Oh ya, ini uang untuk membayar bukunya. Assalamualaikum” Alfaro tersenyum dan berlalu. Berhasil membuat Andara stuck untuk beberapa saat hingga ia tidak menjawab salam dari Faro.
“ Aneh, cowok itu kelihatannya alim, atau malah jaim ? “ beberapa pertanyaan langsung menyerbu hati Andara ketika Faro menghilang dari pandangannya.
———————————–
Adzan maghrib berkumandang. Andara masih serius dengan beberapa buku yang terbuka di meja belajarnya. Dia bertekad untuk menelusuri buku yang baru dibelinya tadi hingga beres dan ia akan segera memberikannya pada Faro. Ah, entah kenapa Faro mampu membuatnya penasaran. Mengingat itu, Andara jadi tersadar , bahwa adzan magrib telah berlalu. Bahkan, sudah terdengar suara iqomat dari beberapa masjid di sekitar rumahnya. Tapi, dia masih saja duduk dan belum mengambil air wudlu.
“ Shalat? Apakah gue masih suka shalat?Kapan terakhir kali gue shalat?” hanya pertanyaan-pertanyaan itu yang mampir di benak Andara. Rasanya dia tidak pernah menjalankan kewajibannya itu , entah sejak kapan. Yang jelas, tak pernah ada yang menyuruhnya shalat. Atau bahkan mengaji? Jangankan itu, menyuruhnya untuk makan saja tidak ada. Kecuali, ya Bi Minah.
Diam-diam Andara beranjak dari kursinya dan mengahampiri lemari. Dia membuka lemari itu, hendak mencari sesuatu. Ketika menemukannya, Andara hanya terdiam, lalu meraihnya. Sebuah mukena yang masih tampak baru. Andara ingat betul , Mamanya yang membelikan mukena itu. Tanpa sadar, air mata Andara mengalir pelan. Rasa rindu bercampur sakit terasa menyesakkan dadanya. Dan sekarang , Andara hanya bisa memeluk mukena itu erat. Andara ingin shalat, tapi… dia lupa tata caranya.
———————
Siang menjelang sore, Andara masih duduk di café faforitnya. Sejak tadi dia tampak gelisah. Entah kenapa jantungnya serasa dag dig dug, padahal ia hanya akan bertemu dengan Faro. Pria yang baru bertemu dengannya 1 kali saja.
“ Halo, Assalamualaikum.” Sapa seseorang. Andara menoleh ke asal suara, lalu sedetik kemudian Andara tersenyum. Faro muncul di belakangnya.
“ Wa..lai…kumsalam.” ucap Andara ragu. Lidahnya terasa kelu. Mungkin karena sudah lama dia tidak mengucapkan kalimat itu.
“ Sudah lama kamu menunggu?” Tanya Faro sambil duduk di depan Andara.
“ Ehm, belum sih. Eh, ini bukunya.” Andara mengeluarkan buku yang dibelinya secara patungan dengan Faro waktu itu.
“ Terimakasih, kamu kuliah dimana Dara?” Tanya Faro mencoba mencairkan suasana.
“ English Literature Unpad. Dan kamu, pasti kuliah di Universitas Islam ya?” Andara mencoba menebak karena melihat gaya khas Faro yang alim itu. Andara juga mulai merubah gaya bicaranya , dengan tidak menyebut dirinya “gue” dan tidak menyebut nama Faro dengan sebutan “elo” .
“ Ohaha, kamu pintar menebak juga. Ya begitulah. Doakan aku sebentar lagi akan lulus.” Faro tertawa kecil.
“ Iya pasti dong.” Jawab Andara singkat. Dia tidak tahu harus bicara apa. Tapi, baru saja akan melontarkan pertanyaan , Faro sudah beranjak sambil melihat ke arah arloji di tangan kirinya.
“ Dara, sorry ya, aku harus pergi nih, lagian ini waktu untuk shalat ashar. Oh,ya kamu mau sekalian shalat ashar juga? Ada masjid yang dekat dari sini. “ , untuk beberapa saat Andara terdiam kaku.
“ Kamu muslim kan?” Tanya Faro. Dia heran melihat reaksi Andara ketika diajak shalat.
“ Iya.” Andara mengangguk pelan.
“ Kita dianjurkan untuk shalat tepat waktu. Orang tuaku selalu bilang kalau menunda nunda shalat itu tidak baik. Oke deh, kalo kamu tidak mau, aku duluan ya Dar, Asalamualaikum “ ucap Faro dan kemudian berlalu meninggalkan Andara yang masih duduk. Namun sesaat kemudian,
“ Faro..aku ikut..!!”
—————————–
Andara berdiri mematung ketika sampai di Masjid Darussalam. Dia bingung apa yang harus dilakukan. Dia malah memandang ke arah Faro yang sedang shalat. Dan setelah itu memilih untuk duduk di teras masjid. Andara merasa dirinya tidak pantas untuk berada disini. Berada di rumah Allah yang suci ini.
“ Kamu tidak shalat?” Tanya Faro, membuyarkan semua lamunan Andara.
“ Kalau kamu punya masalah, kamu boleh cerita.” Faro tersenyum dan duduk di pinggir Andara. Jarak mereka terpisahkan oleh tas ransel milik Faro yang cukup besar.
“ Aku.. aku..aku malu Far.” Ucap Andara terbata-bata. Faro tidak menjawab, dia tahu Andara akan melanjutkan ceritanya.
“ Aku lupa lagi caranya shalat, bahkan aku tidak tahu kapan terakhir kali aku menjalankan kewajibanku itu.” Andara akhirnya berterus terang meskipun dalam dirinya tersimpan beribu rasa malu.
“ Aku tahu, kamu pasti punya alasan kan? Kalo kamu tidak keberatan, kamu boleh cerita. Insyaallah aku akan membantu.” Faro menutupi rasa kagetnya.
“ Ini bermula dari kekecewaanku Far. Aku kecewa sama Mama dan Papa yang harus berpisah. Sejak saat itu keluargaku hancur. Aku tidak pernah diperhatikan oleh Mama atau Papa lagi. Mereka sibuk dengan urusannya masing-masing. Aku benci Mama. Karena Mama lah yang menyebabkan semuanya hancur. Mama tega berselingkuh dari Papa. Dia lebih memilih untuk pergi bersama pria lain yang ditemuinya ketika Fashion Show . Karena beliau suka dengan karya Mama, akhirnya beliau memodali Mama sehingga Mama bisa mendirikan beberapa boutique, yang sekarang sudah menjadi boutique besar di beberapa kota.” Jelas Andara panjang lebar. Faro terdiam , menyimak cerita Andara.
“ Duniaku serasa hancur, Faro. Aku kecewa. Aku marah, tapi aku tidak bisa apa-apa. Aku sering lupa segalanya. Lupa pada diri sendiri , apalagi shalat, mengaji. Aku melupakan itu semua. Dan bertepatan dengan itu, kekasihku pergi begitu saja. Meninggalkan aku yang sedang benar-benar jatuh. Aku berfikir kalo Allah itu gak adil. Allah ga sayang sama aku Far. “ Andara terisak, dadanya begitu sesak oleh berbagai rasa kecewa.
Faro tersenyum. Dia tahu kalau gadis di sampingnya ini sebenarnya kuat. Hanya saja terasa berat karena dia tidak menjadikan Allah sebagai penopangnya.
“ Dara, aku tahu semuanya berat. Tapi, kamu salah kalo berfikiran Allah tidak adil. Allah justru sayang sama kamu. Allah tidak akan memberikan ujian yang melampaui batas kemampuan ummatnya. Allah sayang sama kamu makanya dia memberikanmu ujian seberat itu . Jangan membuat kamu menjadi lupa akan segalanya. Alangkah baiknya kita selalu berprasangka baik pada Allah.” Ucap Faro sambil melirik ke arah Andara yang masih menangis.
“ Kamu sebenarnya perempuan yang kuat, justru kamu merasa rapuh karena kamu tidak berpegang pada Allah. Kamu tidak menjadikan Allah sebagai penopang kamu. Dan soal mamamu itu, bagaimanapun juga dia adalah ibu kamu. Dia yang merawat kamu sampai kamu se dewasa ini. Alangkah baiknya juga apabila kamu memaafkan ibu kamu dan kamu perbaiki hubungan kamu dengan beliau. Agar semuanya baik seperti dulu. “ Faro menambahkan, lalu dia mengambil sebuah saputangan dan memberikannya pada Andara.
“ Thanks Far.” Andara tersenyum. Faro menangguk cepat.
“ Kamu gak boleh terus kayak gini Dar. Kamu masih muda, cantik, dan punya masa depan yang cerah. Jangan sia-siakan itu. Karena Allah suka pada hambanya yang selalu mengisi kehidupannya dengan hal yang berguna dan selalu menaati perintahnya. Insyaallah kamu bahagia dunia akhirat kalau seperti itu.” Ucap Faro lagi. Dia sangat berharap Andara bisa bangkit dan dia ingin Andara shalat lagi.
“ Thanks a lot ya Far, aku pulang dulu udah sore.” Andara beranjak.
“ Oke, kalo ada apa-apa kamu bisa hubungi aku . Oh ya, ini buku panduan shalat 5 waktu. Aku ingin kamu shalat lagi. “ ujar Faro sambil mengeluarkan sebuah buku dari tas ranselnya.
“ Terimakasih Faro. Aku janji akan shalat lagi.” Andara mengembangkan senyumnya. Dia lalu pergi , meninggalkan masjid Darussalam dan juga meninggalkan Faro yang masih tetap pada posisinya. Dalam hati Faro berjanji akan membuat Andara bangkit lagi. Entah karena apa keinginannya begitu kuat. Padahal ini baru pertemuan keduanya dengan gadis yang menurutnya cantik itu.
“ Lebih cantik kalo dia berjilbab.” Gumam Faro dalam hati. Dia lantas meraih tas ranselnya. Mengingat bada magrib , Faro ada janji untuk memberikan buku dari Andara pada seseorang.
——————————
Ini sudah seminggu lebih semenjak pertemuan kedua Andara dengan Faro. Andara sendiri juga tidak menyangka , bagaimana bisa dia menceritakan semua masalah besar di hidupnya pada orang yang baru saja dikenalinya. Tapi, dia juga tidak bisa memungkiri bahwa semua kata-kata Faro memang benar. Setelah Faro memberikan buku tuntunan shalat 5 waktu, Andara mempelajarinya dan mempraktikannya. Hingga sekarang, dia merasa beban yang dipikulnya tidak seberat sebelumnya.
“ Dara sayang..” , sebuah suara halus tiba-tiba muncul. Andara mencari asal suara dan ketika dia membalikkan badannya, Sang Mama sudah tampak berdiri dan tersenyum kepadanya.
“ Kamu lagi apa sayang?” ,Tanya Mamanya.
“ Habis shalat dzuhur Ma. “ jawab Andara singkat.
“ Mama tahu Nak, kamu sangat membenci Mama. Tapi Mama tidak bisa terus begini. Mama tersiksa , melihat anak Mama satu-satunya kini seperti semakin menjauh. Apalah arti kesuksesan Mama tanpa kamu, Nak.” Ucap sang Mama sambil menatap Andara lekat-lekat.
“ Dara hanya kecewa Ma. Dara kecewa terhadap waktu. Dara kecewa karena keluarga kita hancur berantakan Ma. “ Andara membuang muka. Dia tidak sanggup lagi melihat mata Mamanya. Jauh di lubuk hati, dia sayang sekali terhadap Mamanya itu. Faro benar, Mamanyalah yang telah membesarkan dia hingga seperti ini.
“ Mama sayang sama kamu, Nak. Mama ingin kita memulai hidup baru lagi. Dengan orang yang baru pula. “ kata Mamanya pelan. Andara tersentak kaget, dia tahu arah pembicaraan Mamanya itu.
“ Dara gak mau Ma!! Dara cuma ingin Papa Dara yang dulu. “ jelas Andara. Hatinya terasa sakit sekali mendengar Mamanya berkata seperti itu.
“ Dara…” panggil sang Mama. Tangannya menyentuh pundak Andara. Tapi, Andara menepisnya.
“ Jangan pernah berharap kalo Andara akan merestui Mama dengan laki-laki itu !”
———————————————————————
Teras Masjid Darussalam pukul 2 siang.
“ Jadi ceritanya gitu, Far !” ucap Andara setelah menceritakan semua yang dikatakan Mamanya kemarin.
“ Dar, kamu masih ingat perkataanku yang kemarin tentang ibumu? “ Tanya Faro. Seperti biasa Faro selalu tersenyum.
“ Ya, aku tahu. Tapi aku gak sudi kalo Mama menikah lagi.” Kata Andara ketus.
“ Perempuan itu memerlukan seorang pelindung di hidupnya, apalagi seorang perempuan yang telah dewasa. Kamu harus ikut senang jika Mamamu menemukan kebahagiaannya lagi. Aku yakin kalo Mama kamu itu ingin memulai hidup barunya dengan yang baik pula. Mau sampai kapan rasa kecewa kamu itu dibiarkan menjadi sesuatu yang berakibat buruk nantinya?” jelas Faro. Andara menggeleng pelan.
“ Hanya 2 cara yang bisa kamu lakukan. Pertama, kamu harus memaafkan semua kesalahan besar yang telah dilakukan oleh Ibumu, dan setelah itu kamu temui beliau . Jelaskanlah padanya bahwa kamu siap untuk memulai semuanya dari awal. Dan yang kedua, ikhlaskanlah semua yang telah terjadi. Karena itu jalan hidup yang kamu harus lalui. Insyaallah, dengan kamu bertawakal, semuanya akan baik-baik saja. “ , saat itu Faro benar-benar berharap, bahwa gadis di sampingnya ini,berhati pemaaf .
“ Faro, terimakasih, insyaallah aku akan mencoba.” Kata Andara lirih. Buliran air mata telah menetes di kedua pipinya.
“ Dara, semua masalah ini akan menjadikanmu sebagai pribadi yang lebih kuat lagi. “
Andara tersenyum. Mulai detik ini, dia sangat berharap Faro akan menjadi orang yang berarti untuk hidupnya.
————–
Andara sampai di salah satu boutique milik Mamanya berbarengan dengan adzan maghrib. Dia jadi teringat kata Faro, bahwa kita sebaiknya tidak menunda-nunda shalat. Maka, Andara menyempatkan diri dulu untuk shalat.
“ Dara, ada apa sayang? Tumben kamu mau ketemu sama Mama?” Tanya Mamanya halus ketika melihat Andara di ambang pintu masuk.
“ Dara mau ngobrol sama Mama.” Andara tersenyum tipis lalu menghampiri Mamanya.
“ Ada apa, sayang?”
“ Dara mau minta maaf sama Mama. Dara juga merestui pernikahan Mama. Dara ingin kita memulai semuanya dari awal Ma.” Andara berkata pelan.
“ Mama nggak bermimpi? “ Tanya Mamanya tak percaya. Matanya kembali berkaca-kaca.
“ Tentu saja, Ma. Dara sayang sama Mama. Bagaimanapun , Mama udah membesarkan Dara sampai Dara seperti ini. Dara nggak mau durhaka, Ma.”
Saat itu pula, Sang Mama memeluknya erat. Sudah lama Andara tidak dipeluk oleh Mamanya seperti ini. Dia bahagia. Sangat bahagia melebihi apapun. Dalam hati, Andara berjanji tidak akan melepaskan Mamanya lagi.
“ Dara kangen Mama.” Ucap Andara dengan suara parau. Air mata mengalir deras di kedua pipinya.
“ Iya, sayang, maafkan Mama.”
Andara menatap Mamanya. Ada sinar ketulusan di mata Mamanya itu. Riak-riak bahagia tergambar jelas di wajah Sang Mama. Malam ini Andara seperti menemukan hidup baru. Ini semua karena Faro. Andara berjanji akan cepat-cepat menemui Faro untuk berterima kasih.
——————————
Taman kota, sore hari.
“ Terimakasih ya Far! Aku benar-benar senang.” Andara tertawa kecil ketika bercerita bahwa dia telah berbaikan dengan Mamanya.
“ Sama-sama. Kamu harus berterima kasih pada Allah.” Ucap Faro.
Bila Allah mengizinkan, dia ingin Faro menjadi bagian terpenting dalam hidupnya. Selain Mama.
“ Allah menciptakan manusia berpasang-pasangan, Dara. Aku tidak tahu, siapakah takdirku. “ ucap Faro seolah bisa mendengar kata hati Andara. Dia lalu mengeluarkan suatu bungkusan dari tas ranselnya.
“ Ini untuk kamu. Kamu pasti lebih cantik kalo memakai ini.” Ucap Faro sambil menyerahkan bungkusan berisi sebuah pakaian muslim beserta jilbabnya.
“ Faro, terimakasih…!! “ Andara terpekik senang. Dia lalu membuka bungkusan itu.
“Eh ya, bulan depan aku wisuda. Aku berharap kamu datang ke acara wisudaku ya, Dara. Aku ingin kamu memakai pakaian itu. “ kata Faro. Sementara hati Andara berbunga-bunga.
—————————–
Dua bulan setelah acara wisuda Faro. Andara jarang sekali bertemu dengan pria itu. Katanya sih, dia sibuk dengan pekerjannya yang baru. Dan sekarang, ada sesuatu yang berbeda dari Andara. Andara sudah bisa berjilbab. Sebuah perubahan besar pada dirinya. Faro pernah memberikan sebuah undangan seminar khusus untuk wanita islam. Dalam seminar itu, dia mendapat banyak pencerahan tentang kewajiban menutup aurat. Dan jadilah seperti sekarang ini.
“ Tadi pagi waktu kamu ke kampus ada yang nganterin paket ini. Mama belum buka tuh.” Ujar Mama Andara sambil memberikan sebuah kotak yang cukup besar. Andara menerimanya. Dia lalu membuka kotak besar itu. Ada sebuah undangan pernikahan.
“ Alfaro Argareihsa dan….. Almira Putri” gumam Andara. Dia menggigit bibirnya, menahan tangis yang sebentar lagi akan tumpah. Hatinya sakit sekali membaca undangan itu. Jadi Faro selama ini tidak menghubunginya karena dia sibuk mempersiapkan pernikahannya?
“ Far, inikah takdir kita berdua? “ gumam Andara dalam hati. Di dalam kotak itu ada sebuah dress lengan panjang berwarna pink dan seikat mawar putih. Andara juga menemukan sebuah surat.
Assalamualaikum.Wr.Wb
Andara, maafkan aku. Aku tidak bermaksud menyakiti hati kamu. Tapi, Allah telah mengatur jalan hidup setiap hambanya. Aku sempat hadir di hidup kamu, memang sebagai figuran. Tapi, begitu bahagianya aku ketika kamu shalat lagi dan berjilbab. Itu sumber kebahagiaan terbesarku. Aku tidak bisa memungkiri bahwa aku juga menyayangimu, tapi Allah hanya mengizinkan aku menyayangimu sebagai adik, tidak lebih. Aku sudah ditunggu oleh Mira. Dia teman SMA-ku dulu. Kami kuliah di satu Universitas yang sama, hanya saja dia berbeda fakultas denganku. Dia mengambil jurusan yang sama denganmu, itu sebabnya ketika kita bertemu dulu, buku referensi yang aku butuhkan sama. Itu karena Mira memintaku untuk mencarikannya. Dan itulah awal pertemuan kita. Duhai adikku, aku yakin Allah telah menyiapkan rencana yang terindah untukmu. Allah mungkin telah menakdirkan seorang pria yang lebih baik untukmu. Aku yakin itu. Semoga kamu bisa menghadiri syukuran pernikahanku nanti. Gaun dan bunga itu adalah hadiah terakhir untuk kamu. Adikku, semoga kamu selalu dalam lindungan Allah.
Wassalamualaikum,
Faro.
Andara melipat kertas itu. Air matanya mulai menetes. Tapi dia tersenyum bahagia. Mungkin Allah mengirimkan Faro hanya untuk merubah hidupnya. Tidak untuk menjadi cinta sejatinya.
“ Allah telah menyiapkan rencana terindah untuk hambanya, sayang. Jangan takut, Mama disini untuk kamu. Justru kamu harus bersyukur karena Faro telah memberikan perubahan besar dalam hidupmu. Dalam hidup kita.” Ucap Sang Mama ketika melihat undangan yang tergeletak begitu saja di lantai karena jatuh, dia mengusap pundak Andara, putri kesayangannya. Mama Andara tahu betul apa yang dirasakan oleh putrinya itu.
“ Iya, Ma.Dara juga janji akan menjadikan Faro sebagai bagian dari sisi terindah hidup Dara” Andara memeluk Mamanya erat. Dia tak kuasa membendung air matanya lagi. Dia sangat menyayangi Faro dan sudah berharap banyak padanya.
“ Maafkan aku YaAllah, telah melangkahi takdirMu sehingga aku merasa sakit seperti ini. Tapi aku sangat berterima kasih padamu YaAllah, telah engkau kirimkan seseorang yang bisa menarik hamba dari kelamnya hidup. Sehingga aku bisa kembali pada jalanmu.” Ucap Andara dalam hati. Dia sangat yakin bahwa apapun yang Allah takdirkan, adalah yang terbaik untuk hidupnya.
Oleh: Artika EL Sonia, Rancaekek Bandung