Tepat pada tanggal 9 April nanti akan diselenggarakan pemilu. Jauh-jauh sebelumnya, para caleg dari semua partai telah berkempanye sebagai upaya pengenalan diri. Lebih tepatnya, memberitahu bahwa dirinya layak menjadi pemimpin yang mengayomi serta menyejahterakan rakyat. Apalagi dalam waktu yang sesegera ini, pasti semua caleg melakukan banyak upaya untuk lebih melayakkan dirinya dipilih oleh rakyat. Entah bagaimanapun caranya, yang penting mereka menjadi pilihan dan menang sesuai target.
Masyarakat yang menjadi penentu bagi kemenangan para caleg, mereka bermacam-macam dalam merespon uapaya-upaya tersebut. Ada yang meyakini pada upaya para caleg dalam melayakkan dirinya tanpa memikirkan apa-apa, mungkin mereka memiliki tolok ukur sendiri untuk menilai kelayakan para caleg. Ada yang begitu saja pasrah tanpa mencari tahu lebih detail tentang caleg yang akan dipilihnya, mungkin karena patuh pada tokoh masyarakat yang menjadi panutannya. Ada yang menentukan pilihan karena memang sudah dibeli. Kasus ini, bagi masyarakat yang hanya memandang kesenangan pribadi semata dan semenatara. Selain itu, ada yang tidak sama sekali memperdulikan upaya caleg dalam mengkampenyekan dirinya karena mereka memandang semua caleg bejat, tak bisa dipercaya. Kasus ini dibuktikan dengan tidak memberikan hak pilihnya pada parta mana pun.
Dengan demikian, demi menentukan pilihan yang -insyaallah- tepat, perlu ditentukan ciri-ciri caleg yang tidak layak dipilih. Selain juga sebagai nasihat bagi para caleg untuk mengenalkan kelayakan dirinya dengan baik dan positif. Maka ada beberapa ciri yang menjedi tolok ukur untuk menentukan pilihan yang jitu, diantaranya:
- Jangan memilih caleg yang mencantumkan berbagai ungkapan “lebay” di foto-fotonya yang terpampang di jalan-jalan atau pohon-pohon. Semisal ungkapan “Jujur, amanah, menyejahterakan masyarakat, memperjuangkan aspirasi umat, dll”. Atau yang hanya mementingkan golongan tertentu, semisal “ Partai ini dari golongan ini, dll”. Ungkapan semua ini merupakan pernyataan yang hanya mengaku dirinya layak. sementara ungkapan bagian terakhir, pemahaman tersebut bertujuan hanya ingin mengayomi golongannya sendiri. Jelas, ini bukan karakter pemimpin yang hanya berpihak pada satu golongan. Selain itu, hanya mengapusi golongannya yang seakan peduli pada golongannya.
- Jangan memilih caleg yang berambisi. Cirri caleg seperti ini bisa diketahui melalaui ucapan dan sikapnya. Ucapannya semisal terlalu memantaskan dirinya sehingga meremehkan yang lain. Ucapannya penuh “rayuan” dengan memberi bunga-bunga janji. Yang lebih parah lagi, ucapannya tidak sesuai kenyataan. Kemudian dilihat dari sikapnya, dia menggunakan berbagai cara hanya untuk kepentingan dirinya agar menang.
- Jangan memilih caleg yang tiba-tiba baik. Ciri caleg seperti ini biasanya sebelum dia menjadi calon, dia tidak pernah melakukan kebaikan. Semisal, sebelumnya dia tidak pernah sedekah, tidak berkomunikasi dan berinteraksi sosial, tidak pernah mengikuti perkumpulan di masyarakat, tidak pernah memberi bantuan pada lembaga-lemabaga, ternyata ketika dia menjadi calon, semua apa-apa yang tidak pernah dilakukan dia lakukan. Ini jelas, jika dia melakukannya ketika dia menjadi calon, tujuannya untuk dipandang baik oleh masyarakat dan menarik simpati mereka. Sesungguhnya, jika memang dia baik, meskipun tidak menjadi caleg, dia akan melakukan itu semua. Artinya, orang baik itu tidak menjadikan kebaikannya sebagai alat untuk memperoleh kepentingan pribadi.
- Jangan memilih caleg yang memberi uang untuk mendapatkan hak suara. Jelas, ini merupakan tindakan yang sangat hina, baik yang memberi lebih-lebih yang menerima. Karena hal seperti inilah yang menjadi maraknya korupsi. Masyarakat harus mengetahui, bahwa pemberian uang itu merupakan modal untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar dengan cara korupsi. Jadi sebenarnya, penyebab utama mereka berkesempatan melakukan korupsi adalah masyarakat yang menjual hak suaranya.
- Jangan memilih caleg yang tidak memiliki moral atau akhlak yang baik. Untuk mengetahui hal ini, jika caleg-nya orang yang dikenal maka perhatikan kesehariannya, jika calegnya tidak dikenal maka mencari informasi kepada orang yang bisa dipercaya tentang caleg tersebut. Karena, pemimpin yang layak adalah pemimpin yang memiliki moral atau akhlak yang baik.
Kelima ciri di atas merupakan tolok ukur utama yang -insyaallah- akan menentukan pilihan yang tepat. Ketika pilihan yang tepat, kesejehteraan masyarakat akan terpenuhi dengan baik. Kepada semua masyarakat, semoga mampu menentukan pilihan yang baik. Kepada para caleg yang hanya mengaku baik, silakan mengundurkan diri. Ketika diri merasa tidak layak menjadi pemimpin apalagi hanya ambisi belaka lalu mengundurkan diri, itu merupakan tindakan yang akan membuat Indonesia lebih baik.
Oleh: Muhammad