Tidur subuh memang enak hampa tak terasa. Mengapa tidak. Sebagian orang mengatakan “lebih baik tidur subuh daripada makan yang enak-enak”. Memang luar biasa. Tidur subuh tak ubahnya surga dunia yang membuat si empunya terlena dan terbuai untuk selalu melakukannya.
Tradisi ini terbukti di lapangan (pesantren). Coba saja lihat para santri sehabis shalat subuh berjamaah. Mereka tidur pulas dan enjoy-enjoy saja seakan tak punya dosa. Tak lama kemudian, Ketua Kamar datang menghampiri dan membangunkannya. Ia berkata: Waduh ngerrok, basah lagi,…sidik demi sidik, air liur di tangan telah membanjirinya. Kentut pagi juga mulai menyebar polusinya, tut…tut..tut. “Wah, payah bisa pingsan nih”. Tegasnya!!!. Begitulah santri sekarang beda dengan santri dulu. “Bainas Sama’ Wa Sumur” (jauh antara langit dan sumur).
Mengenai definisi tidur. Tidur bisa dibilang saudaranya mati. Sebab jika seseorang sedang tidur, segala rasa dan akal-pikirannya hilang tak ingat apa (kal mayyit). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tidur adalah mengaso badan dan kesadarannya, biasanya dengan memejamkan mata: tidur bisa diartikan pula dengan keadaan berhenti (istirahat). Bilamana dikaitkan dengan tidur subuh, sangat cocok. Bahwa tidurnya seseorang ataupun santri memang demikian.
Tidur subuh terjadi karena banyak faktor. Terkadang karena faktor kebiasaan (tabiat), bergadang di malam hari, makan malam terlalu kenyang, “over” dzikir, faktor lingkungan dan lain sebagainya yang bisa menyebabkan tidur subuh. Benarkah dengan diri anda seperti ini?
Islam menganjurkan untuk tidak dilakukan karena banyak mudharat (bahaya nya). Dalam hadist Nabi disenyalir: “As-Shubhatu Tamna’u ar-Rizqa“, (HR. Imam Ahmad dan Baihaqi), yang maknanya “tidur (waktu) subuh dapat mencegah rizki”. Ulama dalam hal ini menafsirkan banyak, antara lain: dapat menyebabkan tidak barokah dan sulit kaya, patah semangat, malas bekerja hingga sulit sekali sumber ekonominya.(lihat matan hadist: Sya’bul Iman, Juz: 10, hal: 250).
Sebagai penguat makna hadist di atas, yang dimaksud “tidur subuh” dapat mencegah rizki, yakni bisa menyebabkan kepada “kefakiran” dalam arti luas, hingga bisa berdampak pada fakir ilmu (bodoh), miskin harta benda, dangkal akidah (keyakinan), maupun lemahnya akal (otak), dimana ruas-ruasnya mengendor tidak mengembang (statis).
Dalam tinjauan kesehatan (medis) juga menambahkan, bahwa tidur sehabis subuh berefek pada: buruknya kesehatan badan, metabolisme tubuh tidak seimbangan, tubuh tak berkonstraksi, darah tak mengalir lancar, pening kepala, perut kembung, kejang-kejang, gemuk lemas tak bertenaga (dhur-dhur: Madura) dan terkena penyakit beri-beri adalah nama penyakit yang menggelembung pada anggota tubuh dan jika disentuh kemudian ditekan, kulit sulit untuk kembali normal (rata).
Selanjutnya, mengenai ruang waktunya dikatakan “waktu tidur subuh”, yakni “mulai terbitnya fajar shodiq (masuknya sholat subuh) sampai terbitnya matahari”. Yaitu waktu turunnya rizki-rizki Allah Swt dari langit. Jelas, waktu ini sebelum waktu sholat dhuha tiba. Dimana waktu dhuha adalah saat matahari mulai meninggi seukuran ujung tombak. (lihat syarh hadist: Tuhfatul Ahwadzi, Juz: III, hal: 305, Faidhul Qadir, Juz: 2, hal: 455).
Alasan tidur subuh tidak diperbolehkan, sebab waktu ini khusus dzikir atau diturunkannya rizki. Dalam suatu pendapat ulama dikatakan: “bumi selalu berteriak kepada Allah mengadukan tidurnya orang yang alim di setelah subuh“.(baca: Syarh Sunnah Lil Baghawi).
Selain dari itu, setelah subuh para Malaikat diperintahkan ke muka bumi untuk menurunkah barokah (rizki) bagi mereka yang berdzikir (mengingat Allah). Namun, jika mereka lupa dan tidur di waktu subuh, maka Malaikat enggan memberinya hingga ia sulit kaya.(Faidhul Qadir: Juz: IV, hal: 306)
Ada sebuah cerita, pada suatu ketika Siti Fatimah putri Rasulullah tidur setelah subuh. Kemudian secara tiba-tiba Rasul berjalan di sampingnya, Fatimah tidur terlentang. Lalu Rasul menggerak-gerakkan kakinya, seraya beliau bersabda: “wahai anakku bangunlah dan lihatkah rizki Tuhanmu, janganlah kamu menjadi orang yang lupa (kepada-Nya). Ketahuilah, sesungguhnya Allah membagi-bagikan rizki-Nya di antara terbitnya fajar sampai munculnya matahari“.(baca: Tuhfatul Ahwadzi, Juz: III, hal: 305).
Menyangkal realita yang ada, bahwa “tidur subuh” tujuannya baik demi untuk kesegaran di pagi harinya misalnya dapat sekolah pagi dengan tidak tidur dan bisa segar. Kebiasaan ini tidak bisa dilestarikan. Ditambah lagi alasan “tidur subuh” karena di malam harinya “belajar dan dzikir”. Hal ini juga patut diprihatinkan. Semuanya baik, tapi jangan sampai sibuk dengan “tidur subuh”, carilah waktu lain. Akankah agama telah menganjurkan, bahwa waktunya isrtirahat adalah di malam hari (21.00-03.00 WIB) dan siang hari (12.00-14.00 WIB), total berjumlah 8 jam porsi tidur kita. Jika waktu ini bertabrakan dengan aktifitas lain, carilah waktu yang lain. Aturlah waktu sebaik mungkin.
Walhasil, tidurlah di waktu yang layak. Jangan sampai mengganggu pada waktu turunnya keberuntungan dan berdzikir kepada Allah Swt. Marilah kita basmi virus “tidur subuh”. Akankah kita selalu ingin yang terbaik? Selamat mencoba…
Oleh: Ahmad Mu’takif Billah
Penulis adalah Guru Bahasa Arab, MTs Sayyid Yusuf Talango Sumenep Madura