6 Paradigma Konyol Tentang Gelar Haji

0
517

Melakukan sesuatu lillahita’ala (karena Allah semata) merupakan hal yang sangat sulit. Dalam ibadah pun kadang lebih banyak karena terpaksa, semisal ketika menunaikan solat dan puasa. Bahkan, kadang enggan untuk menunaikannya, ini dalam hal menunaikan zakat.

Namun, ada suatu ibadah yang tidak karena terpaksa justeru itu menjadi cita-cita, yaitu pelaksanaan haji. Tidak sedikit orang bercita-cita ingin pergi melaksanaan haji. Ini terbukti dengan fakta antrian pelaksanaan haji. Saking antrinya, di sebagian daerah untuk melaksanakan haji harus menunggu beberapa tahun.

Ironisnya, haji yang seharusnya dilaksanakan dengan niat tulus karena Allah, namun ada sebagian -besar- orang melaksanakan haji tidak karena Allah, bahkan lebih jauh buruk dari itu. Akibat dari itu, banyak pemahaman masyarakat yang keliru dan itu menjadi paradigma konyol.

1. Gelar haji bagi sebagian orang dianggap sakral

Orang yang seperti ini biasanya merasa dirinya telah mendapatkan gelar mulia dari Allah. Akibatnya, dia sombong dan memamerkannya.

2. Gelar haji dijadikan sebagai pengangkat derajat sosial

Orang yang seperti ini biasanya menganggap bahwa gelar haji dapat menaikkan dirinya ke derajat yang tinggi di tengah-tengah masyarakat. Gampangnya untuk gengsi-gensian.

3. Gelar haji diajdikan tolak ukur kekayaan seseorang

Orang yang seperti ini melaksanakan haji untuk menunjukkan bahwa dirinya termasuk orang yang kaya. Rasanya tidak kaya jika belum melaksanakan haji.

4. Orang yang bergelar haji akan mendapat perlakuan cukup istimewa

Orang yang seperti ini melaksanakan haji hanya ingin mendapatkan perlakuan yang berbeda dari orang yang tidak bergelar haji. Paradigma ini didukung oleh masyarakat, semuanya merasa harus memperlakukan orang yang sudah melaksanakan haji dengan perlakuan yang cukup istimewa.

5. Orang yang bergelar haji merasa ‘uwah’ ketika gelar hajinya dicantumkan

Paradigm ini dibuktikan oleh suatu kasus. Suatu ketika ada orang yang sudah melaksanakan haji diundang untuk mengahadiri suatu acara, ternyata dia tidak hadir hanya karena gelar hajinya tidak dicantumkan pada surat undangan acara itu. Berarti, gelar haji baginya meruapakan sesuatu yang membanggakan atau uwah. Atau yang seperti kita ketahui di masyaraat, ada orang yang telah melaksanakan haji ketika dia tidak dipanggil dengan gelar hajinya, dia merasa sakit hati, seolah hajinya tidak dihargai.

6. Orang yang melaksanakan haji untuk menepis kemunafikannya

Sepertinya tidak sedikit orang melaksanakan haji hanya untuk menepis kemunafikannya. Hal ini biasanya dilakukan oleh para koruptor untuk menepis anggapan orang-orang, sekiranya ada ungkapan begini: “gak mungkinlah dia koruptor, dia kan mau naik haji”. Ada juga orang ingin menepis kejelekannya di masyarakat, sehingga ada ungkapan: “masa’ sich dia punya ilmu hitam, dia kan uda haji”.

Beribadah tidak karena Allah itu menyebabkan dua hal. Pertama, melaksanakannya menjadi karena terpaksa. Kedua, melaksanakannya karena ada tujuan lain.

Dan, melaksanakan karena ada tujuan lain itu ada dua hal juga. Pertama, meskipun melaksanakannya bukan karena Allah, ada tujuan lain tapi baik. Kedua, selain tidak karena Allah, juga ada tujuan lain yang jelek.

Paling tidak, ketika kita melaksnakan ibadah, kita tidak sampai termasuk pada yang terakhir tersebut. Semoga… Amin…

Author: Al Muhammad, Kubu raya Kalimantan Barat

Tinggalkan Balasan