Pesan Sosial Idul Adha (I)

0
389

Oleh :  Ahmad Mu’takif Billah

إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ (1) فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ (2) إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ (3)

Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus”(al-Kautsar: 1-3)

Dua interpretasi ayat yang penting diketahui. Pertama, maksud dari kata “berkorbanlah” ialah menyembelih hewan kurban sebagai ibadah (al-Ubudiyah) dan mensyukuri nikmat Allah Swt. Sedangkan makna kedua, tafsir kata “terputus” yaitu terputus dari rahmat Allah Swt.

Satu persoalan yang amat mengganjal dibenak penulis. Mengenai ulasan pesan-pesan sosial Idul Adha yang masih dimaknai apa adanya. Mereka yang menghadiri acara dan mendengarkan ceramah, hanya sebatas acara tradisi religi saja tanpa merenungi subtansi hikmahnya. Semestinya mereka mampu meneladani dan mengaktualisasikannya dalam dunia nyata yakni sebagai titik akhir kesalehan sosial mereka menuju suatu perubahan.

Misalnya hikmah sejarah Nabi Ibrahim A.S dan Nabi Ismail A.S, dihayati sepenuh hati. Antara lain; sifat kesabaran, keberanian, kemantapan hati serta keikhlasannya dalam berkorban. Walaupun tingkat perubahannya tidak menyamai seperti para Nabi pilihan, minimal kita bisa bertahap memetik sejarah tersebut sebagai aplikasi pesan-pesan sosialnya di masyarakat.

Ada beberapa langkah perubahan sosial yang paling esensi. Salah satu yang dapat dipetik dari pesan-pesan sosial Idul Adha bagi kehidupan masyarakat. Pertama, kontinuitas (keberlangsungan) ajaran tauhit (akidah), usaha kita dalam mendekatkan diri (at-Taqarrub) kepada Allah Swt. Tujuannya adalah memantapkan keyakinan hati (al-Iman) terhadap ajaran agama serta ikhlas dalam menjalaninya: tanpa ada tendensi lain. Karena dua tujuan ini termasuk puncak pengabdian seorang hamba mendapat ridla-Nya.

Kedua, Idul Adha moment dalam penentasan kemiskinan kaum du’afâ’ (lemah). Yakni memberikan harta (hewan sembelihan) kepada mereka yang berhak, dimana tujuannya semata-mata menolong dan meringankan beban mereka di dunia dan mengharap pahala kelak di akhirat. Program pemerintah mengenai penentasan kemiskinan ini, ternyata masih dipandang kurang berjalan maksimal. Oleh sebab itu, masyarakat penting dijejali kesadaran agama (al-Muhâsabah an-Nafsiyyah) sehingga terjadi saling mengkorelasi baik antara agama dan negara.

Kemudian mengenai pembahasan status pemberian daging hewan kurban yang diberikan, hal tersebut hampir sama dengan praktek shadaqah ataupun zakat, namun waktunya saja yang berbeda: pada intinya pemberian. Barangkali shadaqah masuk dalam kategori pengertian umum yakni pemberian cuma-cuma, sementara berkurban, hibah harta atau hadiah masuk dalam ranah pengertian khusus. Hukum berkurban adalah anjuran kuat (sunnah muakkadah). Dalam al-Qur’an disenyalir “maka dirikanlah salat karena Tuhanmu dan berkorbanlah”(Al-Kaustar: 01-03). Selanjutnya untuk memaksimalkan cara pengelolaan dan pengembangannya, maka harus diserahkan dan ditangani langsung oleh tokoh agama sekaligus pemerintah secara khusus.

Tinggalkan Balasan