Sejumlah kaum muslimin tersebar di beberapa negara. Mereka ternyata sangat haus akan informasi dari para warga yang ada di tanah air. Kesempatan bertemu dimanfaatkan untuk saling berbagi informasi.
Beberapa waktu berselang kurang lebih satu minggu, Drs H Farmadi Hasyim, MAg mengunjungi Hongkong. Kegiatan ini sebagai upaya menyapa komunitas muslim di sana yang kebanyakan adalah para buruh migran yang di tanah air lebih akrab dengan sebutan Tenaga Kerja Indonesia atau TKI.
“Ini adalah kepercayaan sekaligus undangan dari sejumlah majlis taklim yang berada di Hongkong,” kata Ustadz Farmadi, sapaan akrabnya. Sebelumnya, Ketua 1 Pengurus Wilayah Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (PW LDNU) Jawa Timur ini telah melangsungkan kegiatan serupa. “Ini kunjungan kedua dan akan berlanjut pada periode berikutnya,” katanya.
Selama berada Hongkong, sejumlah kegiatan telah menanti kandidat doktor UIN Sunan Ampel Surabaya ini. Di antaranya tabligh akbar bersama komunitas muslim yang merupakan perwakilan dari sejumlah majlis taklim. “Acara diawali dengan istighatsah, pembacaan tahlil serta surat yasin berjamaah,” terang Kepala Penyelenggara Haji dan Umrah Kementerian Agama Kota Surabaya ini.
Demikian juga pertemuan sekaligus pendalaman materi keagamaan dilakukan di KJRI atau Konsulat Jenderal Republik Indonesia Hongkong. “Kami juga menyapa para pejabat KJRI dan sejumlah masyarakat muslim Hongkong,” tandas penceramah di sejumlah radio ini.
Semangat Warga
Yang juga tidak kalah penting adalah silaturahim dengan para fungsionaris Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama Macau. “Kita saling berbagi pengalaman dalam pengelolaan organisasi,” katanya. Demikian juga keluhan dari para pengurus dalam mengelola NU di sana menjadi hal menarik didiskusikan. “Prinsipnya kami sangat salut dengan dedikasi dan khidmat para pengurus NU yang dengan tanpa lelah melayani dan menfasilitasi sejumlah kebutuhan nahdliyin di sana,” terangnya.
“Kita mungkin tidak bisa membayangkan bagaimana kesulitan yang dialami warga NU saat berada di luar negeri,” ungkapnya. Demikian juga bagaimana rasa bangga dan berterimakasih dari beberapa warga yang telah dibantu selama berada di luar negeri, lanjutnya.
Dari diskusi keorganisasian ini akhirnya diharapkan akan ada intensitas silaturahim antara pengurus NU di sejumlah kawasan, termasuk tentu saja yang dari Tanah Air. “Apapun tujuan para pengurus NU dari Indonesia saat ke Macau, hendaknya dapat dimanfaatkan untuk konsolidasi organisasi,” ungkap bapak satu anak ini. Karena banyak persoalan yang bisa diselesaikan baik yang menyangkut kemanusiaan maupun persoalan ibadah dan organisasi.
Saat di China, ustadz Farmadi juga menyempatkan ziarah ke makam sahabat Sa’ad bin Abi Waqash. Di sana disamping tabarrukan, juga ada kegiatan tabligh akbar yang diselenggarakan masyarakat muslim Tanah Air.
Kepada sejumlah jamaah yang hadir, alumnus Pondok Pesantren al-Khoziny Buduran Sidoarjo ini mengingatkan bahwa bekerja di luar negeri sebagai bagian dari ibadah. “Karena ibadah, maka sejak persiapan, keberangkatan, saat berada di sini hingga kepulangan nanti adalah ibadah yang tidak ternilai,” katanya.
Kendati demikian, ia mengingatkan bahwa selama berada di luar negeri diupayakan untuk hidup hemat. “Jangan boros, apalagi menggunakan uang yang telah diraih dari kerja keras untuk kegiatan dan kebutuhan tidak bermanfaat,” terangnya.
Lebih baik upah yang telah didapat untuk ditabung dan dikirim ke Indonesia. “Itu jauh lebih bermanfaat daripada untuk kegiatan konsumtif,” lanjutnya. Karena bagaimanapun juga keberadaan di negeri orang adalah sementara dan pada akhirnya akan kembali ke Tanah Air.
Suami dari Ana Mustafidah ini sangat salut kepada beberapa TKI yang memiliki lembaga binaan di kampung halaman. “Ada dari mereka yang memiliki Taman Pendidikan al-Qur’an, lembaga penampung yatim piatu, mushalla, masjid dan semacamnya,” terangnya.
Dan ketika ada pertemuan atau halaqah majelis taklim antar anggota yang nota bene adalah para TKI, maka secara bergilir mereka mengumpulkan donasi untuk setiap lembaga sosial dan keagamaan yang ada. “Kala itu tinggal ditanyakan, lembaga miliki siapa yang mendapat giliran untuk dibantu?,“ sergahnya. Dan dengan penuh semangat, masing-masing anggota menyisihkan gaji yang ada untuk disampaikan kepada yang bersangkutan. Dan dalam tempo yang sangat singkat, sejumlah dana terhimpun untuk disalurkan ke beberapa lembaga di tanah air.
“Kita sangat mendorong kesadaran sosial dan keagamaan bisa tumbuh dari para penyumbang devisa negara ini,” lanjutnya. Oleh karenanya, dalam setiap pertemuan dengan para TKI, tidak henti-hentinya diingatkan akan pentingnya komitmen sosial dan keagamaan tersebut.
Akan tetapi yang sangat mendesak adalah bagaimana pemerintah daerah tempat mereka berada hendaknya dapat memberikan peluang usaha yang lebih menjanjikan. Kemudahan ijin usaha dan pendampingan agar bisa lebih bisa bersaing. Juga menciptakan rasa aman dan nyaman dari sejumlah usaha yang dikelola masyarakat.
“Kalau ini bisa dilakukan pemerintah kabupaten dan kota di Tanah Air, maka keinginan masyarakat untuk ke luar negeri tentu dapat dicegah,” kata Ustadz Farmadi. Tingginya angka tenaga kerja yang mencoba keberuntungan ke luar negeri lantaran adanya iming-iming gaji tinggi dan permainan sejumlah pihak yang hanya ingin mendapat keuntungan materi. Padahal tidak jarang, para tenaga kerja yang berangkat ke sejumlah negara ternyata tidak dilengkapi surat resmi dan tanpa keterampilan.
Ya, satu minggu mungkin waktu yang terlampau singkat untuk menggambarkan kondisi masyarakat muslim dan bagaimana warga NU bisa bertahan dengan kegiatan keagamaan. Namun hal membanggakan adalah ternyata mereka memiliki kepedulian dan punya semangat tinggi dalam bekerja dan memanfaatkan hasil jerih payah untuk kegiatan positif. Sisa waktu berupa libur ternyata juga dimanfaatkan dengan kegiatan sosial maupun keagamaan. Ini tentu akan memberikan warna berbeda saat mereka pulang ke Indonesia. (s@if)