Surabaya, Cyberdakwah — Sebagai organisasi sosial kegamaan terbesar di tanah air bahkan di dunia, Nahdlatul Ulama (NU) harus meningkatkan kewaspadaan. Karena banyaknya aliran Islam yang bertentangan dengan manhaj NU. Bahkan kalangan seperti Wahabi, Salafi, Syiāi demikian gencar memojokkan berbagai amaliah NU.
Tidak hanya membidāahkan, kalangan ini sudah berani mengkafirkan bahkan membunuh mereka yang dianggap sesat. āKalau berpuluh-puluh tahun lalu kita hanya mengetahui Wahabi ada di Arab Saudi, Ahmadiyah ada di India, Syiah ada di Syiria yang sekarang di Iran, dan Hizbut Tahrir di Palestina, namun sekarang mereka berada di sekeliling kita,ā kata KH Muhyyiddin Abdusshomad. Rais PCNU Jember ini menyampaikan pandangannya ketika tampil sebagai pemateri pada acara Daurah Aswaja Nasional yang diselenggarakan PW Aswaja NU Center Jatim, Kamis (25/12/2014).
Melihat kenyataan ini, kiai yang juga sebagai pengasuh Pondok Pesantren Nuris Jember ini mengingatkan peserta untuk tidak mengangap remeh persoalan ini. āKita harus memikirkan bagaimana melawan dengan argumentasi dan memahami NU secara mendalam,ā kata Kiai Muhyidin. Bukan hanya mmahamai NU dalam tataran luar atau kulit saja, namun juga esensi dari ajaran dan amaliyah yang selama ini dijalankan secara teguh oleh kalangan NU.
āLawan kita ini sudah pakai rudal, sedangkan kita masih memakai ketapel, bila kita tidak segera berkemas, kita akan sangat mudah dihancurkan,ā tandas Kiai Muhyiddin.
Dalam pandangannya, kelemahan NU sekarang ada di bidang kepenulisan. Karena ajaran-ajaran NU dan berikut amaliah yang telah mentradisi hanya dijalankan melalui warisan keturunan dan budaya setempat, dan sangat jarang yang menuliskannya dalam sebuah naskah akademis. Padahal menuliskan landasan hukum atas amalan yang telah mendarang dan mendaging tersebut sangat mendesak untuk dilakukan.
Karena dengan menuliskan argumentasi amaliyah tersebut sangat penting untuk menangkal pandangan kalangan yang menkafirkan. āDengan buku pegangan tersebut nantinya akan dengan mudah mematahkan berbagai tuduhan kalangan yang membidāahkan atau mengkafirkan amaliyah warga NU,ā katanya.
Sebagai ilustrasi, Kiai Muhyiddin mempersilahkan peserta untuk melakukan pengecekan sejumlah buku Wahabi yang beredar di sejumlah toko buku kenamaan. āCoba kita lihat misalnya buku-buku yang dibuat oleh kalangan Wahabi, sekarang banyak terpajang di toko-toko buku bertaraf nasional seperti Togamas, Gramedia dan toko-toko lain,ā katanya dengan mimik serius. Baginya, hal ini sebagai bukti bahwa kalangan NU telah ketinggalan start, lanjutnya.
Lebih lanjut, Kiai Muhyiddin mengingatkan kepada seluruh peserta untuk menjadi pioner di daerahnya masing-masing baik dengan menulis maupun dakwah bil lisan dan bila mampu mendirikan percetakan yang khusus mencetak buku-buku seputar NU. āJumlah penerbit buku di NU sangatlah jarang bila dibandingkan dengan kelompok yang berseberangan,ā terangnya. Secara khusus kiai kenamaan ini mencontohkan sejumlah penerbit seperti Mizan yang kental dengan Syiahnya. Demikian juga ada media Replubika maupun Hidayatullah yang sudah terbit dengan skala nasional. āSedangkan di NU, masih mencoba merintis penerbitan bahkan kalau sudah besar sering konflik dan bubar,ā katanya yang disambut tawa peserta.
Untuk itu, Kiai Muhyiddin berpesan kepada seluruh kalangan untuk bangkit mengawal Aswaja NU. Kebangkitan ini harus diawali dari generasi muda yang nota bene sebagai kader penerus. āSehingga ke depan Aswaja NU tetap berdiri tegak di bumi Nusantara,ā ungkapnya.
Di akhir sesi penyampaian materi, Kiai Muhyiddin membagikan beberapa tips yang harus dijalankan untuk membentengi NU yang di antaranya; pertama, memperluas dan memperdalam pengetahuan tentang Aswaja serta meningkatkan penghayatan dan pengamalannya juga mensosialisasikannya kepada umat. Kedua, Meningkatkan keluhuran citra ajaran Ahlussunnah wal Jamaāah dengan meningkatkan mutu pelaksanaan.
Ketiga, membuktikan keunggulan ajaran Aswaja dengan memperbanyak membaca dan mengkaji Kutub al-Turats. Bermusyawarah serta berdiskusi untuk menjawab persoalan yang muncul, kemudian menjadikan ajaran Aswaja sebagai solusi. Dan terakhir, perlu adanya pembagian tugas yang jelas di antara kader NU yang bertugas di wilayah politik praktis dan yang menjadi pengayom umat. (s@if)