Hari Jumat Merupakan Yaumil Mazid
Allah Subhana Wataala berkalam dalam kitab-Nya:”Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia [berada] dalam kesukaran/kesusahan” [QS al-Balad [90]:4].
Saking susahnya, tak sedikit orang yang lupa akan perputaran waktu termasuk nama hari. Apalagi untuk memahami makna hari. Saat ini, kita tengah berada dalam hari Jumat. Apa itu Jumat?, Dan apa keistimewaannya dibandingkan dengan hari-hari yang lain?
Jumat adalah hari keenam dalam seminggu atau sepekan. Dalam literatur Arab, Jumat [al-jumuah] juga terkadang digunakan untuk arti minggu [al-usb]. Jumat, yang secara utuh diserap dari kata Arab-Qurani, berasal dari akar kata jamaa-yajmau-jaman, artinya: mengumpulkan, menghimpun, menyatukan, menjumlahkan, dan meng-gabungkan.
Al-Jumah artinya: persatuan, persahabatan, kerukunan [al-ulfah], dan pertemuan [al-ijtima]. Meski secara umum dan keseluruhan semua hari termasuk Jumat dalam seminggu itu bisa dikatakan sama atau tidak ada bedanya; namun hari Jumat bagi kaum umatan muslimatan [kaum Muslimin/Muslimat], dipastikan memiliki keistimewaan tersendiri. Sama halnya dengan keistimewaan Sabtu bagi orang-orang Yahudi, dan Minggu untuk kawan-kawan Nasrani.
Bagi umat Islam, yang masih sempat atau sengaja menyempatkan diri untuk merenungkan makna-makna hari, paling sedikit didasarkan pada alasan utama tentang kebesaran hari Jumat:
Pertama, satu-satunya nama hari yang dijadikan nama surat dalam Al-Quran ialah Jumat, dalam kaitan ini surat al-Jumuah [62] yang terdiri atas: 11 ayat, 180 kata, dan 748 huruf. Di luar Jumat, tak ada hari lain yang dijadikan nama surat dalam Al-Quran. Bahkan pada umumnya disebutkan pun tidak dalam Al-Quran. Kalaupun ada nama hari lain yang disebut dalam Al-Quran, bahkan penyebutannya beberapakali, namun hari tersebut tak dijadikan nama surat. Padahal, pengabadian sesuatu sebagai nama surat dalam Al-Quran, dipastikan menjadi simbol bagi kelebihan se-suatu.
Kedua, berbeda dengan enam hari lainnya yang diposisikan sebagai anggota-anggota hari, Jumat dijuluki se-bagai penghulu atau pemimpin hari. Gelar sayyid al-usb [Pemimpin Minggu] atau saayid al-ayym [penghulu hari], mengisyaratkan hal itu. Paling tidak secara simbolis.
Ketiga, berlainan dengan kewajiban shalat [maktbah] di hari-hari lain yang bisa dilakukan seorang diri [munfarid] sungguhpun tetap diimbau dengan sangat [sunnah muakkadah] untuk dilakukannya secara berjamah [bersama- sama], pelaksanaan shalat Jumah sesuai nama-nya, wajib dilaksanakan secara berjamaah. Bahkan ada di antara imam mazhab fikih yang mematok jumlah minimal jamaah shalat Jumah sebanyak 40 orang dewasa. Pensyariatanpelaksanaan shalat Jumat harus dilakukan secara berjamaah, dipastikan memiliki nilai-nilai positif tersendiri. Paling tidak dalam rangka mempererat tali silaturrahmi, persaudaraan, persatuan dan kesatuan umat Islam.
Keempat, bagi kaum Muslimin, hari Jumat dipastikan memberikan penambah pengetahuan tentang keagamaan, di samping merupakan hari-hari pemupukan persaudaraan keagamaan [ukhuwwah ad-dniyyah] secara internal. Penyampaian khutbah Jumat oleh ahli-ahli ke-Islam-an dan umumnya disampaikan orang-orang yang sejatinya menyandang predikat saleh, akan memberikan peningkat-an kecerdasan bagi umat Islam. Baik itu kecerdasan intelektualdengan kecerdasan spiritual. Paling tidak bagi mereka yang selalu mengikuti jamaah shalat Jumat.
Kelima, banyak riwayat [hadits] yang menyebutkan kelebihan Jumat dibandingkan dengan hari lain, terutama berkenaan dengan berbagai macam dzikir dan amalan-amalan tertentu yang memiliki nilai lebih dibandingkan dengan hal serupa atau bahkan sama tetapi dilakukan di hari lain.
Selain itu, bagi kaum pekerja, hari Jumat memiliki suasana yang berbeda dibanding empat hari kerja lain. Jam kerja terasa pendek karena ada beberapa kegiatan di luar aktivitas kerja. Di pagi hari, sebagian instansi pemerintah atau kantor swasta menggelar senam pagi bersama. Selesai senam, baru saja ganti pakaian dan masuk kerja, sebentar kemudian sudah menjelang shalat Jumat, semua aktivitas dihentikan untuk melaksanakannya.
Suasana yang berbeda di hari Jumat tentu sangat dirasakan kaum muslim. Bagi muslim laki-laki diwajibkan untuk melaksanakan shalat Jumat berjamaah. Karena itu mereka memenuhi masjid-masjid atau tempat melaksanakan shalat Jumat yang lain. Ada siraman rohani, penyejuk iman dari khatib Jumat.
Sebenarnya, tak hanya shalat Jumat saja yang menjadikan Jumat sebagai hari istimewa bagi kaum muslim. Jumat juga menjadi hari besar yang berulang setiap pekannya, sebagaimana yang disabdakan Rasulullah saw: “Hari ini adalah hari besar yang Allah tetapkan bagi umat Islam, maka siapa yang hendak menghadiri shalat Jumat hendaklah mandi terlebih dahulu” [HR. Ibnu Majah].
Perbandingan hari Jumat dengan enam hari lain seperti perbandingan bulan Ramadhan dengan sebelas bulan lain. Karena itu bersedekah di hari Jumat lebih mulia dibanding sedekah di hari-hari yang lain.
Langkah menuju ke masjid untuk menunaikan shalat Jumat dihitung sebagai pahala. Aus bin Aus At-Thaqafi ra menyebutkan bahwa ia mendengar sendiri Rasulullah saw bersabda, “Siapa yang mandi pada hari Jumat, kemudian bersegera berangkat menuju masjid, dan menempati shaf terdepan, kemudian dia diam, maka setiap langkah yang dia ayunkan mendapat pahala puasa dan shalat selama satu tahun, dan itu adalah hal yang mudah bagi Allah”. [HR. Ahmad dan Ashabus Sunan, dinyatakan shahih oleh Ibnu Huzaimah].
Keistimewaan lain, pada hari Jumat ada suatu waktu jika seseorang memohon dan berdoa kepada Allah, maka niscaya doa dan permohonan itu akan dikabulkan [disebut waktu mustajab]. Bukhari dan Muslim meriwayatkan sabda Rasulullah: “Di hari Jumat itu terdapat satu waktu yang jika seseorang muslim melakukan shalat di dalamnya dan memohon sesuatu kepada Allah Taala, niscaya permintaannya akan dikabulkan.”
Lalu beliau memberi isyarat dengan tangannya yang menunjukkan sedikitnya waktu itu.” Mengenai kapan tepatnya waktu mustajab tersebut, para ulama berbeda pendapat. Di antara perbedaan itu ada dua pendapat yang paling kuat. Pertama, waktu yang mustajab itu saat duduknya imam sampai pelaksanaan shalat Jumat. Pendapat ini dikuatkan Imam Nawawi. Sedangkan pendapat yang kedua menyebutkan batas akhir waktu tersebut hingga setelah Ashar. Pendapat yang kedua ini dikuatkan Imam Ibnu Qayyim.
Hari Jumat juga merupakan hari pengampunan dosa. Kaum muslim yang melaksanakan shalat Jumat dan menyimak dan kecerdasan emosional, maupun kecerdasan moral dan dan bahkan kecerdasan sosial. Lebih-lebih lagi khutbah yang disampaikan khatib, akan diampuni dosa-dosanya sampai Jumat berikutnya, asal ia tak melaksanakan dosa besar. Berkenaan dengan ini Rasulullah saw bersabda: “Tidaklah seseorang mandi pada hari Jumat dan bersuci semampunya, berminyak atau mengoleskan minyak wangi dari rumahnya, kemudian keluar [menuju masjid], dan dia tidak memisahkan dua orang [yang sedang duduk berdampingan], kemudian dia mendirikan shalat yang sesuai dengan tuntunannya, lalu diam mendengarkan [dengan seksama] ketika imam berkhutbah melainkan akan diampuni [dosa-dosanya yang terjadi] antara Jumat tersebut dan Jumat berikutnya.” [HR. Bukhari]. Namun tak benar jika hal ini digunakan sebagai dalih untuk melakukan kesalahan atau dosa selama seminggu ke depan karena sudah diampuni dosanya dengan shalat Jumat. Tak ada dosa kecil jika dilakukan berulang-ulang.
Yang lebih istimewa lagi adalah hari Jumat merupakan Yaumil Mazid, hari saat Allah menampakkan diri kepada kaum mukminin di surga nanti. Allah berfirman: “Mereka di dalam surga memperoleh apa yang mereka kehendaki; dan pada sisi Kami ada tambahannya” [QS 50:35]. Anas bin Malik mengomentari tambahannya dalam ayat ini: “Allah menampakkan diri kepada mereka setiap hari Jumat”.