SALAH SATU CIRI KESEMPURNAAN IMAN

0
524
SALAH SATU CIRI KESEMPURNAAN IMAN

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللهُ عَنْهُما، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ( لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يَكُونَ هَوَاهُ تَبَعًا لِمَا جِئْتُ بِهِ). قَالَ النَّوَوِيُّ: حَدِيثٌ صَحِيحٌ، رَوَيْنَاهُ فِي كِتَابِ الْحُجَّةِ بِإِسْنَادٍ صَحِيحٍ.

Dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallâhu ‘anhumâ, (beliau berkata) bahwa Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam berkata,

“Tidaklah beriman salah seorang di antara kalian, kecuali setelah menjadikan hawa nafsunya (tunduk) mengikuti (risalah) yang aku bawa.”

An-Nawawy berkata, “(Ini adalah) hadits shahih.
Telah sampai kepada kami, riwayat dalam kitab Al-Hujjah dengan sanad yang shahih.”

Hadits ini pada sanadnya ada pembicaraan, tetapi maknanya dapat dipastikan shahih, meskipun sanadnya tidak shahih, juga mempunyai penguat dari Al-Qur`an seperti firman Allah Ta’âlâ,

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

“Maka demi Rabb-mu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.”

[An-Nisâ`: 65]

Bahwa seseorang tidaklah menjadi seorang mukmin dengan keimanan yang sempurna lagi wajib sampai kecintaannya mengikuti apa-apa yang datang dari Rasul shallallâhu ‘alaihi wa sallam, berupa perintah-perintah dan larangan-larangan dan yang lainnya, maka ia mencintai apa-apa yang diperintahkannya dan membenci apa-apa yang dilarangnya.

Penafian (peniadaan) keimanan dari orang-orang yang tidak merasa tenteram dan tidak suka dengan syariat Allah serta tidak membenci apa-apa yang menyelisihi syariat Allah berupa undang-undang dan peraturan-peraturan buatan manusia.

Faedah Hadits

1. Kewajiban mencintai dan mengamalkan segala apa yang datang dari Rasul shallallâhu ‘alaihi wa sallam, lebih-lebih yang berupa syariat.

2. Kewajiban membenci semua perkara yang menyelisihi syariat Rasul shallallâhu ‘alaihi wa sallam dan menjauhkan diri dari padanya.

3. Ternafikannya keimanan dari orang yang condong dengan hatinya untuk menyelisihi apa-apa yang dibawa oleh Rasul shallallâhu ‘alaihi wa sallam, meskipun secara zhahir ia mengamalkannya.

Sumber : Fb Dzulqarnain M. Sunusi 

Tinggalkan Balasan