Menikah Muda, Siapa Takut?

0
254

Menikah Muda, Siapa Takut?

Salah satu bentuk perlawanan terhadap propaganda zina adalah dengan menikah dini. Sejatinya menikahkan pemuda yang telah tiba waktunya adalah kewajiban orangtua dan masyarakat. Ya, tidak hanya orangtua. Masyarakat juga harus berupaya memfasilitasi mereka yang sudah pantas dan punya keinginan menikah. Karena bagaimanapun efek pernikahan mereka akan sampai pada masyarakat.

Mari sejenak kita mengenang salah satu sahabat Nabi, ‘Ashim bin Umar bin Khattab ra. Beliau dilahirkan sekitar tahun keenam hijriyah dan menikah pada masa ayahnya memegang kekhalifahan. Jarak antara tahun kelahirannya dengan masa terakhir Umar bin Khattab memerintah berkisar tujuh belas tahun dengan menghitung masa terakhir Umar bin Khattab memerintah, yaitu tahun 23 hijriyah. Sejarah memang tidak menyebutkan kapan pastinya ‘Ashim menikah. Tapi dari hitung-hitungan itu kita bisa mengambil kesimpulan bahwa pernikahan ‘Ashim bin Umar bin Khattab berlangsung sebelum beliau berusia tujuh belas tahun. Masih sangat muda.

Sebelumnya Umar bin Khattab memerintahkan kepada anak laki-lakinya untuk menikahi wanita anak penjual susu yang sangat jujur. Kisah ini tentu kita sudah tahu kan? Kisah dimana Umar bin Khattab melakukan rutinitas mengecek keadaan rakyat di malam hari. Ketika itu Umar bin Khattab mendengar percakapan seorang anak dan ibu. Sang ibu meminta anak gadisnya menambahkan air ke dalam susu agar keuntungannya berlipat. Namun sang anak menolak karena takut kepada tuhannya Umar bin Khattab, meski saat itu dia yakin Umar bin Khattab tidak tahu.

Takjub dengan jawaban gadis ini, Umar bin Khattab lantas pulang dan menantang anaknya untuk menikahi gadis itu bahkan berkata kalau anaknya tidak mengambil wanita itu menjadi menantunya, maka justru dia yang akan memperistri. ‘Ashim, putranya yang belum menikah pun memberanikan diri. Saat itu ‘Ashim masih sangat muda, bahkan belum punya penghasilan. Untuk mencukupi kebutuhan hidup, Umar bin Khattab yang menanggungnya dalam bulan pertama pernikahan. Selanjutnya, dalam kurun sebulan anaknya dituntut mencukupi kebutuhan hidup keluarganya. Tidak lagi ada bantuan. Ya, mau tidak mau dia harus bekerja. Terbukti sebulan kemudian dia benar-benar bisa mencukupi kebutuhan hidup keluarganya.Ada beberapa pelajaran yang bisa kita ambil dari kisah ini;

Pertama, orangtua hendaknya mendorong anaknya untuk segera menikah. Adanya gadis taat tidak boleh disia-siakan oleh orangtua. Karena dari wanita yang taat itu, in sya Allah akan lahir keturunan yang taat. Keturunan yang akan menjadi pejuang dakwah. Hal ini terbukti dengan hadirnya Umar bin Abdul ‘Azis yang merupakan cicit Umar bin Khattab, dari jalur ‘Ashim dengan wanita anak penjual susu yang jujur itu.

Kedua, orangtua bisa menafkahi anaknya yang telah menikah untuk beberapa waktu sembari menunggu anaknya mandiri. Ini berlaku jika sang anak belum punya penghasilan sementara ketakutan kalau sang anak terjerumus maksiat begitu besar. Terlebih jika sudah ada calon yang baik dari segi agama. Orangtua bisa memberikan secara cuma-cuma nafkah kepada anaknya, bisa juga dengan model pinjaman lunak. Pinjaman lunak artinya sang anak tetap punya kewajiban mengembalikan sejumlah uang yang telah dipinjamkan orangtua dalam jangka waktu yang bisa disanggupi anak.

Ketiga, tumbuhnya kemandirian ekonomi. Sejatinya menikah tidak hanya melatih kemandirian ekonomi, tapi emosi, tanggungjawab, sosial, dan banyak lainnya. Tapi kali ini kita hanya akan membahas kemandirian ekonomi. Mau tidak mau seseorang yang telah menikah akan membutuhkan uang untuk mencukupi kebutuhannya, dan itu hanya bisa dilakukan dengan bekerja dan berpenghasilan. Selanjutnya dia pun akan lebih banyak berfikir dan berbuat demi kesejahteraan keluarga sehingga akan lebih bijak menggunakan uangnya. Apa-apa yang memang tidak dibutuhkan, meski diinginkan, akan ditinggalkan karena sadar ada yang lebih penting. Berbeda dengan yang belum menikah, mau punya uang berapa pun bisa dihabiskan tanpa berfikir ada anak dan istri yang butuh dinafkahi. Dari ‘Ashim kita belajar hal itu. Terbukti sebulan setelah pernikahan dia mampu mencukupi kebutuhan keluarganya sendiri. Dan Allah sendiri sudah menjamin akan mencukupkan orang yang menikah demi menjaga kesician diri.

Dari pelajaran di atas sudah saatnya bagi orangtua dan pemuda yang sudah siap menikah untuk menyegerakannya. Tidak perlu ditunda-tunda karena setan selalu membuka celah untuk bermaksiat. Maka, adakah yang berani nikah muda?

Sumber : Gaul Fresh

Tinggalkan Balasan