Salah satu isu yang diangkat Komisi Bahtsul Masail Diniyah Maudluiyah pada Muktamar Ke-33 NU di Jombang, Jawa Timur, 1-5 Agustus lalu adalah soal hukuman mati yang dikaitkan dengan hak asasi manusia (HAM) dan pandangan Islam. Dalam Islam, hukuman mati masuk dalam kategori qishash.
Komisi yang diketuai KH Afifuddin Muhajir ini merumuskan bahwa selain menjadi sanksi atas tindak kejahatan pembunuhan,Ā hukuman mati juga diterapkan untuk berbagai tindak kejahatan berat tertentu. Mengapa Islam menerapkan hukuman mati?
Dalam keputusan yang disahkan pada sidang pleno Muktamar Ke-33 NU, 5 Agustus, itu dijelaskan, hukuman mati merupakan bukti dari upaya serius syariat Islam untuk memberantas kejahatan berat yang menjadi bencana kemanusiaan, seperti pembunuhan. Sanksi tersebut dinilai setimpal dan menjadi pelajaran paling efektif bagi orang lain supaya tidak berbuat hal yang sama.
Muktamirin berpandangan, pada hakikatnya dimaksudkan untuk beberapa hal, antara lain (1) memberantas tuntas kejahatan yang tidak dapat diberantas dengan hukuman yang lebih ringan, (2) orang lain akan terkendali untuk tidak melakukannya karena mereka tidak akan mau dihukum mati, (c) melindungi orang banyak dari tindak kejahatan itu.
Dengan berpijak pada dasar hakikat disyariatkannya hukuman mati ini, hukuman mati dinilai tak dapat dinyatakan melanggar HAM. Justru sebaliknya, hukuman tersebut untuk memberantas pelanggaran HAM dengan membela hak hidup banyak orang.
Pandangan tersebut didasarkan pada argumen al-Qurāan, as-Sunnah, dan pendapat para ulama yang tersebar dalam berbagai literatur. Jauh sebelum muktamar, PBNU juga telah mengeluarkan imbauan penerapan hukuman mati bagi koruptor kelas berat dan gembong pereadaran narkoba.
Sumber : NU Online