KH. Baha’udin Nursalim (Gus Baha’) menuturkan, perilaku dan watak KH. Abdurrahman Wahid sesungguhnya selaras dengan pandangan dan perilaku KH Hasyim Asy’ari, jJadi, bila memelajari Gus Dur sesungguhnya tak bisa dilepas dari pemikiran dan cita-cita Mbah Hasyim — panggilan akrab Hadratussyaikh Kiai Hasyim Asy’ari, Pendiri Nahdlatul Ulama dan Pendiri Pesantren Tebuireng Jombang.
Hal itu terungkap saat Haul ke-10 Gus Dur di Pesantren Tebuireng, Sabtu malam 21 Desember 2019, pada kesempatan itu, Gus Baha menyampaikan pesan secara khusus kepada santri Tebuireng dan kaum Nahdliyin untuk mempelajari kitab karya Muhammad Asad Syihab yang mengupas tentang Perjuangan Kiai Hasyim Asy’ari.
Bagi Gus Baha’, sangat aneh bila ada santri Tebuireng yang tidak paham kepribadian dan semangat juang dari Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy’ari. Bahkan secara langsung Gus Baha’ mewaqafkan kitab bernama Wadli’ Lubnat Istiqlali Indunisya tentang Mbah Hasyim ini kepada santri Tebuireng.
Gus Baha’ pun bermaksud mendiskusikan hal ini kepada Pengasuh Tebuireng KH Salahuddin Wahid (Gus Sholah) agar kitab karya tokoh Lebanon ini dikaji di Tebuireng secara rutin.
“Saya berharap kitab ini dikaji di sini, santri Tebuireng harus baca ini. Saya tinggal kitab saya di sini beserta catatannya,” katanya.
Lanjut Gus Baha’, ketika Kiai Hasyim berada di Mekkah, tokoh Pendiri Pesantren Tebuireng ini lah yang mengumpulkan para delegasi dari berbagai negara untuk merumuskan konsep bela negara melawan kolonialisme.
“Tebuireng adalah tempat perjuangan agama dan bangsa yang sudah mendunia sejak awal berdirinya, sebagaimana kisah Mbah Hasyim yang termaktub dalam kitab ini,” tambahnya.
Selain itu Gus Baha’ menjelaskan bahwa kehebatan mantan Presiden ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) diturunkan dari sang kakek Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy’ari.
Hal ini bisa dilacak lewat Kitab Asy-Syaikh Hasyim Asy’ari: Wadli’ Lubnat Istiqlali Indunisya (Syaikh Hasyim Asy’ari; Penaruh Pondasi Kemerdekaan Indonesia) karya Muhammad Asad Syihab. Gus Baha’ dalam acara ini juga membawa langsung kitab tersebut dan membaca beberapa keistimewaan KH Hasyim Asy’ari di hadapan keluarga besar Mbah Hasyim dan puluhan ribu jamaah.
Dalam kitab tersebut dijelaskan bagaimana Kiai Hasyim tidak memaksa seseorang untuk masuk Islam. Tapi pendiri Nahdlatul Ulama itu meminta seseorang tersebut untuk mempelajari hingga yakin baru masuk Islam.
Hal lain tergambar juga dalam karakter Gus Dur yang tidak memaksa orang dalam beragama.
Pada tahun 1930-an Kiai Hasyim sering menerima tamu-tamu dari luar negeri, salah satunya yaitu Orientalis dari German. Kedatangnya untuk berdiskusi panjang dengan Kiai Hasyim. Karena keluasan wawasan dan kemodern cara berpikir Kiai Hasyim akhirnya orang Jerman ini masuk Islam tanpa paksaan.
Dalam diskusi, Kiai Hasyim sanggup berbicara lewat logika lawan bicara lalu memasukkan pemikirannya secara pelan tanpa paksaan. Sehingga lawan bicaranya merasa nyaman.
Selain itu, menurut Gus Baha’ berdasarkan kitab di atas juga disebutkan bahwa KH Hasyim Asy’ari punya pergaulan yang luas hingga mancanegara. Ini juga ditiru Gus Dur yang punya begitu banyak teman dan sahabat baik di Indonesia maupun di luar negeri.
“Saya ingin bahas Gus Dur dari sisi lain Kehebatan Gus Dur berkaitan erat dengan kakeknya KH M Hasyim Asy’ari. Setiap kakek pasti mendoakan keturunannya agar menjadi generasi yang baik (ًذريةً طيبة),” tutur Gus Baha’.(Laduni)