Riwayat dan Kelahiran
KH. Muhammad Idris lahir pada tanggal 23 bulan Maret tahun 1921 oleh ibu Nyai Miyatun binti Abdul Jalil dan K. Muhammad Hasan bin KH. Muhammad Ilyas di penggungsian Kampung Karangan Kecamatan Bareng Kabupaten Jombang di rumah Carek Desa. Pada tahun 1927 ketika masih kecil sekitar umur 6 bulan , ibunya meninggal dunia. Setelah di tinggal ibunya K.H Muhammad Idris di ambil (di asuh) oleh kakeknya yang bernama KH. Muhammad Ilyas di desa Suruhan yang sekarang berganti menjadi Desa Cangkring Kidul Kecanmatan Tirtomoyo Kabupaten Wonogiri. Sedangkan KH. Muhammad Hasan mondok lagi di Pondok Pesantren Paculgowang Jombang.
KH. Muhammad Idris diasuh oleh kakeknya KH. Muhammad Ilyas, selama diasuh oleh kakeknya KH. Muhammad Idris ditugasi untuk mengasuh ( momong : Bhs. Jawa ) putra dari Mbah Hasan Ngabeni yang bernama Mabsiatun saat itu umurnya sudah menginjak dewasa. Tetapi dia dalam keadaan sakit yang membuat dia di pasung .Dalam tugasnya mengawasi Mabsiatun KH. Muhammad Idris gagal sehingga Mabsiatun bisa melarikan diri, dengan sifat kakeknya yang sangat disiplin beliau dimarahi sehingga KH. Muhammad Idris melarikan diri dan pergi ke Ponorogo dengan jalan kaki
Mengembara Menuntut Ilmu
Sebelum sampai ke Ponorogo KH. Muhammad Idris di perjalanan berhenti di masjid Slogoimo dengan kondisi lapar yang saat itu masjid sedang ada kegiatan syukuran atau kondangan, beliau tidur di samping bedug dan tidak di bangunkan. Saat menjelang pagi beliau sholat Subuh di masjid itu dan setelah itu beliau meneruskan perjalanan menuju rumah Pak Khamid di Desa Pulorejo Kecamatan Ponorogo Kabupaten Ponorogo. Pada tahun 1938 Setelah bertemu dan bercakapan dengan pak Khamid, beliau meneruskan perjalanannya menuju pondok pesantren Dresmo Surabaya. Setelah sampai di pondok Beliau sah menjadi santri di Dresmo. Untuk membiayai mondok beliau membagi waktunya untuk bekerja seadanya, cara beliau dalam mengaji Beliau membeli satu kitab yang sebelum katam dan hafal Beliau belum membeli atau meneruskan kitab lain.
Selain di Dresmo beliau meneruskan mondok ke Denayar Jombang yang saat itu Gus Dur (Abdurrahman Wahid ) masih kanak-kanak. setelah dari Denanyar K.H Muhammad Idris pergi menuju ke Pondok Pesantern Mangkang Semarang, di perjalanan antara Jombang ke Mangkang, Beliau jalan kaki menyusurui rel kereta api. Setelah beliau tiba di Mangkang beliau mengabdi kepada Pak Kyai, dan beliau mendapat tugas mengabdi yaitu menjaga tambak ikan bandeng yang saat itu sering dicuri yang kisahnya setiap maling itu mau mencuri harus berhadapan dengan KH. Muhammad Idris, kata KH. Muhammad Idris maling – maling itu boleh mengambil ikan dengan syarat bisa memotong salah satu rambutnya dan si maling boleh mengambil ikan, tetapi sebaliknya apabila tidak bisa memotong maka tidak boleh mangambil ikan tersebut. Selain ditugasi menjaga tambak KH. Muhammad Idris juga di tugasi mengantarkan kerbau ke sawah Kyai.
Dari Mangkang KH. Muhammad idris meneruskan mondok ke Kaliwungu. Lalu melanjutkan lagi ke Tremas pada tahun 1942 di perjalanan dari Kaliwungu ke Tremas dengan jalan kaki, perjalanan antara Kaliwungu Batu Beliau jalan kaki menelusuri rel kereta api, setiap di perjalanan ketika beliau merasa lapar dan haus, beliau ikut kerja orang di pingir jalan yang lagi kerja.
Sampai di Tremas beliau mondok tetapi beliau mengginap di Kampung, yaitu Kampung Borang, Ketika mondok ngaji dengan KH. Dimyathi.
Beliau mondok dari awal sampai di Tremas berusia 32 Tahun beliau baru pulang ke kampung Cangkring, Ketika di Cangkring Beliau sering tidur di depan mushola ( langgar ) yang didirikan oleh KH. Muhammad Ilyas untuk meyebarkan agama islam.
Keluarga Beliau
Pada tahun 1946 kurang lebih berumur 33 Tahun KH. Muhammad Idris mulai berumahtangga dengan murid santri Beliau sendiri yang bernama Nyonya Partiyem putri dari Bapak Karto Sentono seorang punggowo atau pun ( lurah desa ), yang pada zaman dahulu seorang Kyai akan lebih mudah dalam meyebarkan agama apabila Kyai tersebut menikah dengan seoranng anak dari pembesar desa. Setelah menikah Beliau ikut hidup dirumah mertuanya, selang beberapa waktu Beliau diberi tanah di desa Bugel. Beliau memiliki putra yang jumlahnya 9 yaitu:
1. Drs. Dimyathi
2. Mawardi
3. Nukman Suhari
4. Zaenuri
5. Siti Mahmudah
6. Maskur
7. H. Mukhsin
8. Asrori
9. K. Rooyani
Wangsit Mendirikan Masjid
KH. Muhammad Idris ketika berumah tangga di Bugel, mendapat wangsit perintah dari Allah untuk membuat masjid di belakang rumah beliau sendiri, tempat untuk pembuatan masjid dulunya tempat gupakan kerbau yang tanah tersebut tidak ada yang berani untuk membuat rumah. Saat K.H Muhammad Idris mendapat perintah membuat masjid, beliau mendapat perintah bahwa kayu bahan pembuatan masjid adalah kayu jati dari hutan Donoloyo Slogohimo.
Sesuai dengan mimpi yang diimpikan oleh Beliau kayu tersebut terdapat di Hutan Donoloyo yang berjumlah 4 pohon, 3 pohon di antaranya di utara sungai dan yang 1 di selatan sungai pohon yang berada di sebelah selatan sungai itu hanya memiliki satu dahan yang dahan tersebut sering sudah dibuat sarang burung Kokobeluk, yang ketika kayu itu sudah di pasang masih saja burung tersebut berada di wilayah masjid.
Saat rombongan burung Kokobeluk KH. Muhammad Idris mulai menebang kayu ibu Nyai lah yang membuatkan sarapan, Ketika dalam penebangan rombongan melihat pohon yang lebih besar dan lurus. Tetapi KH. Muhammad Idris tidak mengijini menebang pohon tersebut karena dalam mimpinya pohon tersebut tidak masuk dalam mimpi. Tetapi oleh rombongan terlajur di tebang dan tidak tahu kenapa ketika pohon itu terjatuh tiba- tibs pecah dan tidak bisa digunakan.
Penebangan kayu selesai KH. Muhammad Idris dan rombongan membawa kayu pulang ke Cangkring dengan cara diangkat ( dipikul ) bersama- sama dengan syarat tidak boleh menegok kebelakang, apabila sampai ada ynag melanggar kayu yanga diangkat akan serasa semakin berat.
Dalam perjalanan KH. Muhammad Idris dan rombongan beristirahat, setiap berhenti untuk beristirahat tempat tersebut bisa diislamkan, dan lapisan masyarakat ditempat tersebut telah membuat Masjid dengan bantuan KH. Muhammad Idris, setelah sampai di Cangkring, beliau dan rombongan sekaligus lapisan masyarakat dalam pembuatan masjid memerlukan bantuan dari mbah Imam Nawawi Mangkang dalam pelurusan ka’bah yang saat itu mbah Imam Nawawi Mangkang sudah memiliki kompas arah.
Setelah pembuatan masjid bersama- sama pada tahun 1954, Beliau dalam meyebarkan agama pindah yang semula dari mushola (langgar) pindah ke masjid yang selesai dibangun. Karena merasa tidak bisa meyebarkan agama sendiri beliau mengambil ustad dari Banyumas, Cilacap yang bernama ustad Ikhwanuddin, setelah Ikhwanudin pulang KH. Muhammad Idris mengambil ustad lagi dari Jombang yang bernama Abdul Halim dan sampai sekarang masjid itu masih berdiri.
Mendirikan Pesantren
Setelah mendirikan pondok pesantren pada tahun 1957 berdiri Pondok Pesantren mendirikan pendidikan formal selain Diniyah, yaitu mendirikan Madrasah Tsanawiyah Cangkring yang didirikan oleh alumni-alumni pondok pesantren, selang beberapa waktu para alumni itu keluar dari aliran NU lalu Madrasah Tsanawiyah Cangkring diganti nama menjadi Madrasah Tsanawiyah Al Ma’arif 1 Tirtomoyo pada tahun 1985, setelah penggantian nama KH. Muhammad Idris memberi perintah ( mandat ) kepada putranya yang bernama Mawardi untuk menjadi Kepala Madrasah Tsanawiyah Al Ma’arif 1 Tirtomoyo dari tahun 1983 sampai 2005 yang pada saat itu Madrasah Tsanawiyah sudah melaksanakan Ujian sendiri. Yang sampai sekarang Madrasah Tsanawiyah tetap berdiri. Lalu pada tahun 1989 Beliau mendirikan Yayasan Gani Tirtoasri bersama putra pertama beliau yaitu Drs. Dmyathi mendiirkan MA Gani Tirtoasri dan panti asuhan Titonugoho didirikan oleh Drs. Dimyathi yang lama kelamaan semakin berkembang hingga sekarang.
Karir di Nahdlatul Ulama (NU)
Setelah pulang dari pondok K.H Muhammad Idris bergabung dengan Hisbullah yang beliau bertugas menjadi pasukan perang melawan DITI. Setelah di Hisbullah K.H Muhammad Idris ikut kegiatan Ansor ,yang tak lama setelah ikut kegiatan Ansor, pada tahun 1955 KH. Muhammad Idris mendirikan organisasi NU di Wonogiri. Ketika di NU K.H Muhammad Idris berjuang dan mempertahankan dengan curahan tenaga, pikiran dana, dan harta yang beliau miliki, beliaulah satu-satunya yang mengibarkan NU di zaman Orde Baru, setelah KH. Muhammad Idris sakit NU di pegang oleh KH. Abdul Aziz dan rekan-rekan.
Pertama kali Indonesia melaksanakan pemilu oertama kali kurang lebih tahun 1951 KH. Muhammad Idris terpilih menjadi DPRD sampai dengan pemilu tahun 1971, setelah terlaksananya Pemilu berdiri lagi partai politik yaitu Golkar, setelah berdirinya Golkar KH. Muhammad Idris keluar dari DPRD lantas KH. Muhammad Idris melanjutkan pendidikan di pondok pesantren terutama pengajian rutin mingguan sambil tetap mempertahankan NU.Ketika di NU K.H Muhammad Idris bisa membuka daerah-daerah yang masih rawan islam antara lain:
1. Kecamatan Tirtomoyo berdiri MWC, lembaga pendidikan MA’ARIF
2. Kecamatan Pracimantoro berdiri MWC
3. Wonogiri kota berdiri ANSOR dan MWC
4. Kecamatan kismantoro berdiri MWC, lembaga pendidikan MA’ARIF
Setelah keluar dari DPRD KH. Muhammad Idris meneruskan perjuangannya dengan mendirikan partai politik di NU yaitu PPP Wonogiri, partai yang didirikan oleh KH. Muhammad Idris dipimpin oleh beliau sendiri selang dua kali periode NU keluar dari PPP dengan Kongres Situbondo.
Setelah keluar dari PPP NU mendirikan lagi partai yaitu PKB yang KH. Muhammad Idris tidak menjadi pemiopin partai melainkan dilanjutkan oleh putranya yang bernama Mawardi. Organisasi yang di jabat oleh K.H Muhammad Idris selain di NU:
1. Â Â Menjadi ketua pengurus koperasi di Tirtomoyo yang salah satu rekannya adalah H Sulama Salam
2. Â Â Menjadi anggata koperasi gabungan batik Indonesia. (laduni)Â