Jika ditanya siapa yang sering dipinggirkan?, jawabnya perempuan. Jika ditanya siapa yang sering dianiaya atau ditindas?, jawabnya perempuan. Jika ditanya siapa yang menjadi penyebab dari sebuah kejelekan?, jawabnya perempuan. Jika ditanya siapa yang merasa dikekang?, jawabnya perempuan. Jika ditanya siapa yang sering di cap menjadi penggoda?, jawabnya perempuan. Siapa yang sampai sekarang masih menjadi korban perbudakan?, jawabnya perempuan. Sungguh malang makhluk Allah yang bernama perempuan.
Hal yang dijelaskan di atas itu merupakan fakta yang tidak bisa dipungkiri lagi. Buktinya, di beberapa tempat gerak-gerik perempuan masih dibatasi, penganiayaan terhadap TKW masih banyak, dan masih banyak lagi yang menjadi bukti adanya hal itu. Namun yang patut disyukuri, sekarang sudah muncul gerakan yang ingin mengangkat derajat dan martabat perempuan. Yang biasanya hanya dipandang sebelah mata, menjadi makhluk yang juga dipuji karena keberhasilannya. Gerakan itu sedikit demi sedikit memang sudah mulai merubah pikiran masyarakat tentang cara pandang terhadap perempuan.
Cara pandang merupakan hal yang sangat penting dalam peningkatan penilaian terhadap perempuan. Ketika perempuan itu dipandang dari sudut yang kurang baik, maka semua gerak geriknya akan dianggap sebuah kejelekan. Akan terjadi sebaliknya jika cara pandang itu dirubah. Misalnya hilangkan cara pandang bahwa perempuan hanya pelengkap kehidupan saja, yang utama adalah laki-laki. Sebab dengan padangan saperti itu perempuan tidak akan menjadi lebih baik dari laki-laki, bahkan bisa menurunkan derajatnya. Mengingat apa yang dia lakukan tak akan lebih baik dari apa yang dilakukan laki-laki.
Seharusnya ketika memandang perempuan itu, dengan memposisikan dia layaknya makhluk Allah yang akan menjadi mulya dengan melakukan kebaikan, dan tidak lebih jelek dari laki-laki. Baik laki-laki atau perempuan akan sama-sama jadi mulya kalau melakukan kebaikan, dan menjadi hina kalu tetap melakukan kejelekan.
Dengan pandangan seperti ini, kita tidak akan mudah untuk mencibir apa yang dilakukan perempuan. Sedang yang biasa terjadi, apa yang dilakukan perempuan itu masih sering dicibir. “Duh de’emmaah kiyah koh, jek nik binik”, (duh…mau kemana juga, wong perempuan), kata itu masih sering terdengar ditelinga, terutama di tempat yang penduduknya masih kolot.
Di balik pandangan atau penilaian kurang baik terhadap perempuan itu, ada sabda nabi yang sangat memulyakan perempuan. Berikut ini sabda beliau ketika ditanya oleh seorang sahabat, siapa yang patut mendapat perlakuan baik:
قَالَ « أُمُّكَ » . قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ « أُمُّكَ » . قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ « أُمُّكَ » . قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ « ثُمَّ أَبُوكَ »
Melihat sepintas, teks diatas sangat memulyakan perempuan, dalam hal ini ibu. Seakan-akan seorang ibu itu lebih mulya tiga kali lipat dibandingkan seorang ayah. Mungkin mengingat ibu adalah orang yang pertama kali merawat dan mendidik sang anak. Dengan kasih sayang yang tiada tara, sang anak bisa tumbuh berkembang dengan baik. Namun apakah betul apa yang dilakukan seorang ayah pasti tiga kali lipat lebih rendah dari ibu?. Bukankah dia juga ikut merawat dan memberikan kasih sayang yang sangat besar kepada istrinya?, sehingga si istri merasa bisa menjaga kandungan dengan baik. Bukankah ayah juga bekerja keras untuk bisa memebuhi kebutuhan istrinya ketika hamil?. Bukankah dia akan melakukan apapun yang diminta oleh istrinya yang hamil?, karena ingin melihat istrinya senang dan tidak mengganggu kandungannya.
Bisa saja, hadits tersebut memang menunjukkan bahwa ibu itu lebih mulya dari seorang bapak. Dengan melihat perjuangan seorang ibu, sejak mengandung, melahirkan, menyusui, dan mendidik anak hingga dewasa. Tentu hal ini butuh lama dan perjuangan yang sangat berat. Namun bisa juga, hadits tersebut hanya menunjukkan bahwa seorang ibu harus diberi perlakuan yang sangat baik, mengingat pada waktu itu posisi perempaun masih sangat lemah. Perempuan masih sering diposisian layaknya barang yang bisa diapakan saja. Sehingga kalau tidak mendapat perlakukan baik dari anaknya, siapa lagi yang akan menjadi pelindung baginya. Sedangkan seorang ayah tidak perlu mendapatkan perlakukan yang sangat istimewa, mengingat ketika itu laki-laki dipandang lebih mulya dari pada perempuan. Secara fisik dia juga lebih kuat, sehingga bisa menjaga dirinya sendiri. Walaupun harus diberlakukan secara baik, tidak seperti apa yang dilakukan pada ibu.
Dari dua kesimpulan di atas sama-sama berkemungkinan untuk benar. Atau bahkan salah semua. Namun kesimpulan lebih populer dan lebih bisa diterima oleh akal dari pada kesimpulan ke dua. Dan sepertinya memang masih belum ada yang menyuarakan seperti kesimpulan ke dua.
The Last, manusia pasti memiliki nilai plus minus, baik laki-laki atau perempuan. Suka dan duka pun akan datang silih berganti. Ketika perempuan selalu dirundung duka, Islam datang sebagai pelipur lara, memberikan secercah sinar untuk terangi kegelapan yang selalu menyelimuti dirinya. Walau terkadang justru islamlah yang dijadikan senjata untuk tetap menyelimuti perempuan dengan kegelapan. Oleh karena itu butuh pemahaman mendalam tentang Islam dan butuh langkah kongkrit untuk menghilangkan statement buruk itu.
Sumber Gambar: venus-blogofvenus.blogspot