[Kista] Gagal Wisuda, Jadi Penulis

0
501

Kista/Kisah Nyata

Tiga bulan lagi wisuda akan diselenggerakan. Skripsiku sudah sampai pada kesimpulan. Dan tidak lama lagi skripsiku akan diujikan. Lalu menunggu pengumuman kelulusan. Yang pasti aku akan lulus meski tidak dengan nilai yang memuaskan. Berarti itu tanda aku akan menjadi wisudawan. Kemudian aku akan pergi pulang. Di rumah aku sudah disiapkan pekerjaan, meski hanya menjadi pelayan. Maskudnya, pelayan pendidikan. Karena itu yang selalu aku impikan; menjadi pelayan yang akan mengembangkan dan memajukan pendidikan. Begitulah cita-citaku yang hampir setiap hari aku bayangkan.

Setelah skripsiku rampung dan siap diujikan. Aku memberi kabar kepada keluarga dan sebagian teman, bahwa tidak lama lagi aku akan menjadi wisudawan. Keluargaku senang sekali mendengar kabar ini dan teman-temanku pun mengucapkan “selamat”. Namun, ketika aku mendaftarkan diri untuk ujian skripsi, ada persyaratan yang aku lupakan. Ada satu materi kuliah yang ternyata belum aku selesaikan. Hehhh… Detak jantungku mulai tak beraturan. Perasaanku kacau tak karuan. Pikiranku penuh kebingunangan. Aku berusaha tenang.

Aku masih bingung. Akhirnya, ada teman yang memberi solusi untuk masalahku ini. Temanku menyarankan agar aku mengurus materi kuliah yang tidak terselesaikan kepada dosen yang bersangkutan. Aku mengkuti saran temanku. Aku datang ke dosen yang bersangkutan, ternyata dosen tidak menanggapi masalahku sesuai harapanku. Meskipun aku datang berkali-kali ke belaiu, tetap saja keputusannya tidak berubah. Akhirnya, aku datang ke rektor bahkan ke dikti, beliau semua tidak memberi keputusan apa-apa kecuali aku harus menyelesaikan materi yang belum lulus. Maksudnya, aku harus kuliah lagi. Artinya, aku harus menjadi mahasiswa satu tahun lagi. Jelasnya, aku tidak bisa wisuda tahun ini.

Setelah segala usaha dan segenap upaya aku lakukan untuk menyelesaikan materi kuliah dengan nego dan lobi, ternyata tidak berhasil, aku hanya bisa meratapi harapan, hanya menahan rasa malu pada keluarga dan teman, dan hanya bisa tersenyum nispa. Ketika wisuda diselenggarakan dan menyaksikan teman-teman seangkatan menjadi wisudawan, menjadi lengkap penderitaanku dan sangat dalam kenistapaanku. Sedih sekali.

Hari ke hari aku masih merasakan kesedihan dari sejak diselenggarakannya wisuda. Aku berusaha menyadari diri sendiri untuk menguatkan hati. Mungkin ada kesalahan dan kelalaian selama aku kuliah, sehingga aku tidak lulus satu materi dan itu yang menyebabkan aku tidak bisa wisuda. Dan, berusaha pula mencari hikmah dari kegagalan ini. Mungkin Tuhan memiliki tujuan yang sengaja menghapus harapanku. Dan mungkin Tuhan menguji kekuatan hatiku, sebarapa besar aku mempertahankan cita-cita dan impian, dan sejauh mana aku melangkahkan kaki untuk menyongsong harapan. Dan, mungkin Tuhan juga mengujiku, apakah aku pantas menjadi orang besar yang tidak pernah putus asa ketika mendapat ujian.

Hari terganti menjadi minggu, minggu terganti menjadi bulan. Meskipun sudah cukup lama, aku masih merasakan kesedihan itu. Namun aku tetap berusaha tegar. Untuk menghilang kesedihan itu dan tidak mengulangi kegagalan wisuda lagi, aku tidak boleh lalai mengikuti kegiatan kuliah. Selain itu, untuk menghilangkan kebosanan karena waktuku lebih banyak kosong, sebab kuliahnya hanya satu kali dalam seminggu, aku mencari kesibukan lain. Aku mengajak teman-teman santri berdiskusi dan ada yang privat mengaji kitab.

Oia, ada yang perlu sedikit aku ceritakan. Aku selain menjadi mahasiswa, aku juga berstatus santri. Karena aku kuliah di pesantren. Jadi, selain belajar di bangku kuliah, aku juga belajar di bangku madrasah dan mengaji di masjid dan musollah. Mungkin secara keilmuan, aku lebih menguasai ilmu agama dari pada ilmu umum, karena memang aku lebih focus belajar ilmu agama. Oleh sebab itu, ketika aku hanya kuliah satu kali dalam seminggu, aku mengisi hari dan malamku dengan belajar bersama dengan santri tentang ilmu agama. Hal inilah yang membuat aku merasa kehilangan rasa sedih dan kecewa. Sebab, meski aku tidak bisa wisuda, aku bisa tetap belajar dan mengembangkan ilmu agama dengan para santri.

Setelah beberapa bulan dari momen wisuda dan aku masih berada di pesantren, ternyata ada teman yang mengajakku untuk aktif menulis di salah salah media. Tidak lama dari penawaran itu, aku menyetujui tawarannnya. Awalnya, aku cukup pesimis, karena aku sebenarnya tidak pernah menulis dengan baik. Sebab, meski aku katanya teman-teman suka menulis, tapi tulisanku hanya iseng-iseng saja dan itu tidak pernah selesai. Yang selesai hanya tulisan puisi. Sedikit demi sedikit aku berusaha menulis dan akhirnya bisa selesai juga. Aku merasa, baru kali ini aku bisa menyelesaikan tulisan. Sejak dulu tidak ada tulisan yang selesai, semuanya masih berupa judul. Paling kuat, hanya sampe setengah lembar.

Sekarang alhamdulillah, setiap ada ide aku tulis dan bisa selesai. Tulisanku sudah sekitar 50-an dan dimuat di media ini (Cyber Dakwah), dan Alhamdulillah sudah dibaca ribuan orang dalam setiap harinya. Selain itu, aku sudah menerbitkan buku kumpulan puisi yang berjudul, BIDADARI DI ISANA KARDUS. Dan, buku-buku yang lain insyaallah akan menyusul. Sekarang masih dalam proses.

Ketika aku bisa menerbitkan buku dan menyelesaikan semua tulisanku dan dimuat di media, aku baru sadar, bahwa inilah tujuan Tuhan mengapa aku digagalkan wisuda tahun kemaren. Andai saja aku wisuda tahun kemaren dan aku berhenti dari pesantren, sangat dipastikan aku tidak bisa menerbitkan buku dan seterusnya hanya bisa menulis semua ide hanya sebatas judul. Arinya, aku tidak akan bisa menyelesaikan semua tulisanku, atua kata kerennya, aku tidak bisa menjadi penulis. Yaaa…meski masih menjadi penulis kacangan. Tapi aku yakin, aku akan menjadi penulis handal seringing usaha dan kesungguhanku dalam menulis. Amin…

Lebih jelas tentang profilku, silakan berkomunkasi denganku melalui Fb yang bernama Opiq Muhammad.

Analisa tentang kisah ini

Pertama, ketika kita mengalami kegagalan, tidak ada gunanya kita terus larut dalam penyesalan dan kekecewaan. Kadang, kita tidak hanya menyesal, bahkan kita menyalahkan orang lain ketika kita gagal. Padahal itu yang membuat kegagalan kita akan menjadi masalah besar dan kita akan lebih sulit memperbaiki kegagalan itu. Kegagalan merupakan pintu utama untuk memasuki keberhasilan dari semua cita-cita dan impian kita. Kita tidak akan merasakan keberhasilan jika sebelumnya tidak merasakan kegagalan.

Kedua, banyak orang yang gagal lalu dia merasakan bahwa apa yang diharapkan telah hilang. Sebenarnya kegagalan itu adalah jalan lain untuk menuju harapan. Jadi, harapan kita tetap ada. hanya saja Tuhan memberi jalan lain dengan cara kita mengalami kegagalan. Atau, Tuhan memberi waktu yang tepat untuk memberikan apa yang kita harapkan. Jadi, semisal apa yang kita harapkan tidak sesuai dengan waktu yang kita tentukan, berarti waktu yang kita tentukan itu menurut Tuhan masih belum tepat, sehingga Tuhan memberi waktu yang lain. Tentu waktu yang dientukan Tuhan pasti sangat tepat, meski terkdang kita tidak mampu manantinya. Orang yang putus asa sebenarnya dia hanya tidak mampu menanti waktu yang ditentukan Tuhan untuk menggapai harapannya.

Ketiga,

وَعَسَى أَن تَكْرَهُواْ شَيْئاً وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ وَعَسَى أَن تُحِبُّواْ شَيْئاً وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216)

Ayat di atas sudah sangat jelas bahwa kadang apa yang kita duga baik, knyataannya buruk. Dan apa yang kita duga buruk, kenyataanya baik. Hanya Tuhan yang lebih tahu tentang kehidupan kita. Kita hanya berusaha dan semangat. Jika terjadi apa-apa dalam usaha kita, kita harus pasrahkan pada-Nya, agar kita tetap semangat. TUGAS KITA DALAM KEHIDUPAN HANYA BERUSAHA, BERDOA, DAN BERTWAKKAL. Tiga kunci ini yang membuat kita tidak akan mengalami kegagalan dan akan mengantarkan kita pada keberhasilan.

(img: google)

Tinggalkan Balasan